Keasikan bermain dan mengunjungi beberapa tempat hanya untuk sekedar memanjakan mata, Luna jadi lupa waktu dan baru pulang saat sudah jam delapan malam. "Seharusnya kalian pulang tepat waktu. Kalian juga tidak memberi kabar, membuat khawatir saja. Bagaimana jika tidak ada pengawal yang mengikuti kalian," omel Brian, segera menghampiri Luna dan Bintang yang baru saja turun dari mobil.Brian sengaja menunggu mereka di halaman rumah, sehingga Brian bisa langsung melihat mobil yang membawa Luna dan Bintang masuk ke pekarangan."Papa, tidak boleh marah-marah!" protes Bintang, menjadi garda terdepan yang bisa melawan Brian."Bintang harus banyak istirahat, seharusnya kau ingat itu baik-baik." Brian sengaja tidak menghiraukan Bintang dan hanya fokus pada Luna yang tampak merasa bersalah."Papa!" teriak Bintang, tidak terima saat sang ayah tidak sedikit pun menggubrisnya, "papa jangan lagi memarahi mama! Tadi siang mama sudah menangis karena melihat papa bersama Bibi Sely, jadi papa tidak bol
"Kau belum menjawab pertanyaan Bintang, apa kau tidak memiliki rasa apa pun terhadapku?" tanya Brian, ia masih juga penasaran akan jawaban yang kiranya akan diberikan Luna."Kau ingin memakai yang mana? Biru gelap atau hitam?" Luna tidak menjawab pertanyaan Brian, ia mengalihkan dengan menunjukkan dua setelan untuk dipilih Brian.Menyadari bahwa Luna mencoba menghindar, Brian hanya tersenyum kecut. Memangnya apa yang sebenarnya diharapkan Brian, disaat ia kini dekat dengan Sely."Siapkan beberapa, dan masukkan ke dalam koper," ujar Brian. Ia beranjak dari sofa tempatnya duduk dan berjalan menuju ruang ganti pakaian."Apa kau ingin pergi…." Luna tidak melanjutkan ucapannya, terkejut karena ternyata Brian sedang memakai pakaian. Buru-buru Luna keluar dari sana."Mengapa dia tidak mengatakan kalau sedang berpakaian," ringis Luna, "mataku hampir saja ternodai," gumamnya lagi.Padahal Luna sudah sering melihat Brian yang hanya bertelanjang dada, dengan sebuah handuk yang melilit bagian bawa
"Aku dan Adrian akan pergi ke kantor cabang dulu, kau bisa istirahat dengan Bintang. Atau, kalau kau ingin jalan-jalan, kau bisa meminta pengawal untuk menemanimu," ucap Brian, ia mengecup puncak kepala Luna sebelum pergi. Hal yang sama juga ia lakukan pada Bintang yang tengah tertidur."Baiklah, hati-hati," ujar Luna pelan, ia masih juga merasa canggung jika harus berinteraksi lebih dekat dengan Brian."Hm, aku pergi dulu," pamit Brian, segera pergi.Setelah kepergian Brian, Luna berjalan ke arah jendela. Melihat keindahan alam yang masih sangat segar, dimana udara bisa dihirup bebas tanpa adanya polusi.Sekarang ini, Luna sudah berada di kota yang menjadi tempat tujuan mereka berpergian. Sebuah pusat kota yang masih sangat asri karena alam yang masih dijaga dengan begitu baik."Apa aku berjalan-jalan di sekitar sini dulu, sebelum Bintang bangun," gumam Luna, melirik Bintang yang tertidur nyenyak.Setelah mempertimbangkan dengan baik, Luna memutuskan untuk pergi dan melihat-lihat pema
"Terima kasih, sudah datang menyelamatkan aku," ujar Luna pelan.Brian tidak menjawab, ia hanya memeluk Luna dan menyandarkan di dadanya. Saat ini, mereka sedang dalam perjalanan untuk kembali ke hotel.Brian ingin membawa Luna ke rumah sakit, melihat keadaan Luna yang pucat dan lemah. Luna bahkan sempat pingsan selama beberapa menit, membuat Brian kalang kabut meminta bantuan. Untung saja, tidak berselang lama Luna kembali sadar, meski keadaannya tetap saja sangat lemas.Akan tetapi, Luna menolak untuk dibawa ke rumah sakit dan mengatakan kalau dia baik-baik saja. Selain itu, Luna juga mengingat Bintang yang mereka tinggalkan sendirian di hotel."Bintang pasti mencariku," ujar Luna. Bintang adalah orang pertama yang diingatnya, mengingat ia meninggalkan Bintang sendirian di hotel."Tenang saja, ada pengawal yang menemaninya." Meski Brian juga khawatir karena sempat melupakan Bintang, tapi ia berusaha tetap tenang agar Luna juga bisa tenang.Brian bahkan baru mengingat Bintang saat Lun
"Brian, hentikan!" Luna berusaha menjauhkan wajah Brian, namun Brian begitu kuat merengkuh Luna."Brian! Bagaimana jika Bintang tiba-tiba pulang dan melihat kita," keluh Luna, masih juga berusaha menghentikan aksi Brian."Aku sudah mengirim pesan pada Adrian, agar ia tidak cepat pulang," jawab Brian disela-sela kegiatannya. Pada akhirnya, Luna hanya bisa pasrah di bawah Kungkungan Brian. Dan tentu saja Brian merasa senang jika Luna jadi penurut seperti sekarang, tidak lagi memberontak dan mencoba mencari alasan.Namun, ada saja gangguan yang datang. Brian terpaksa menghentikan kegiatannya dan mendengus, mengucapkan sumpah serapah pada orang yang terus membuat ponselnya berdering."Sely?" Brian mengernyitkan keningnya, melihat nama Sely terpampang di layar ponselnya.Melirik ke arah Luna yang menatapnya, Brian memilih menjauh untuk berbicara dengan Sely. Ia merasa kalau hal ini adalah penting, tidak biasanya Sely menelpon berulang kali.Berbeda dengan Luna, ia hanya menatap Brian yang
"Anda sudah datang?" tegur Adrian saat ia melihat Brian yang baru saja masuk ke ruang rawat inap yang ditempati Sely saat ini.Kecelakaan yang menimpah Sely tidak begitu parah, hanya ada beberapa luka kecil di bagian tangan juga kakinya. Sehingga Sely hanya mendapat perawatan untuk luka ringan. Selebihnya, Sely baik-baik saja.Hanya saja, Brian yang berlebihan karena merasa khawatir. Panggilan telpon dari orang tua Sely membuat Brian tidak bisa tenang jika keadaan Sely belum benar-benar membaik."Bintang sudah tidur?" tanya Brian, mengusap rambut Bintang yang berbaring di sofa, tempat Adrian ikut duduk."Dia tidur setelah menangis, Bintang terus mencari Luna," ujar Adrian."Bagaimana dengan Luna, mengapa Anda tidak membawanya kemari," ujar Adrian lagi, melihat Brian yang hanya datang sendiri, bukankah lebih baik jika Brian membawa serta Luna bersamanya. Dari pada Brian meninggalkan Luna sendirian di rumah.Brian hanya menghela napas, ia memilih duduk terlebih dahulu. Sangat jelas bahwa
"Apa yang kau katakan!" hardik Brian, ia tidak ingin percaya dengan hal tak masuk akal yang baru saja dikatakan Adrian. Lebih tepatnya, Brian berusaha menyangkal berita itu.Luna baik-baik saja, Brian percaya itu. Adrian hanya membohonginya. Brian bahkan masih melihat Luna saat kembali ke rumah, tadi."Luna ditikam oleh seseorang yang menyusup masuk ke rumah. Sekarang Luna sedang ditangani di IGD, luka tusuk di bagian perutnya tidak begitu dalam, namun Luna kehilangan banyak darah," jelas Adrian, dan akibatnya, ia mendapatkan satu hantaman kuat di pipinya. Brian memukulnya sebagai bentuk pelampiasan emosi, karena Brian tidak ingin mendengar kabar seperti itu."Apa yang kau bicarakan!" bentak Brian, "Luna baik-baik saja, jangan membohongiku," teriak Brian, murka.Sekuat apa pun Brian berusaha menyangkal, namun apa yang dikatakan Adrian membuatnya nyaris kehilangan kesadaran. Brian bahkan terlihat lunglai, seolah kakinya tidak mampu menahan berat tubuhnya sendiri. Brian tidak bisa berdir
"Bagiamana dengan operasinya?" Adrian langsung berdiri tatkala Dokter Rio keluar dari ruang operasi. "Semuanya baik-baik saja, meski sempat terjadi pendarahan. Pasien sudah dibawa ke ruang perawatan, kau bisa menemuinya di sana," ujar Dokter Rio menjelaskan."Baik, terima kasih atas kerja keras Anda," ucap Adrian.Saat dalam situasi darurat tadi, dimana Luna kembali mengalami pendarahan dan membutuhkan lebih banyak transfusi darah. Adrian menyempatkan diri untuk membawa Bintang ke ruang rawat inap Sely, agar Adrian tidak kewalahan."Adrian, apa aku bisa bertanya sesuatu?" tegur Dokter Rio saat melihat Adrian yang sudah akan pergi."Iya dok? Ada apa?" tanya Adrian.Dokter Rio merupakan salah satu orang yang sempat dekat dengan keluarga Brian, dan juga menjadi salah satu sahabat dekat Brian. Meski akhirnya mereka kembali asing, saat Dokter Rio memutuskan untuk melanjutkan studinya ke luar negeri. Dan baru kembali beberapa bulan ini."Mengapa kau bicara begitu kaku padaku, Adrian." Dokte