"Aku dan Adrian akan pergi ke kantor cabang dulu, kau bisa istirahat dengan Bintang. Atau, kalau kau ingin jalan-jalan, kau bisa meminta pengawal untuk menemanimu," ucap Brian, ia mengecup puncak kepala Luna sebelum pergi. Hal yang sama juga ia lakukan pada Bintang yang tengah tertidur."Baiklah, hati-hati," ujar Luna pelan, ia masih juga merasa canggung jika harus berinteraksi lebih dekat dengan Brian."Hm, aku pergi dulu," pamit Brian, segera pergi.Setelah kepergian Brian, Luna berjalan ke arah jendela. Melihat keindahan alam yang masih sangat segar, dimana udara bisa dihirup bebas tanpa adanya polusi.Sekarang ini, Luna sudah berada di kota yang menjadi tempat tujuan mereka berpergian. Sebuah pusat kota yang masih sangat asri karena alam yang masih dijaga dengan begitu baik."Apa aku berjalan-jalan di sekitar sini dulu, sebelum Bintang bangun," gumam Luna, melirik Bintang yang tertidur nyenyak.Setelah mempertimbangkan dengan baik, Luna memutuskan untuk pergi dan melihat-lihat pema
"Terima kasih, sudah datang menyelamatkan aku," ujar Luna pelan.Brian tidak menjawab, ia hanya memeluk Luna dan menyandarkan di dadanya. Saat ini, mereka sedang dalam perjalanan untuk kembali ke hotel.Brian ingin membawa Luna ke rumah sakit, melihat keadaan Luna yang pucat dan lemah. Luna bahkan sempat pingsan selama beberapa menit, membuat Brian kalang kabut meminta bantuan. Untung saja, tidak berselang lama Luna kembali sadar, meski keadaannya tetap saja sangat lemas.Akan tetapi, Luna menolak untuk dibawa ke rumah sakit dan mengatakan kalau dia baik-baik saja. Selain itu, Luna juga mengingat Bintang yang mereka tinggalkan sendirian di hotel."Bintang pasti mencariku," ujar Luna. Bintang adalah orang pertama yang diingatnya, mengingat ia meninggalkan Bintang sendirian di hotel."Tenang saja, ada pengawal yang menemaninya." Meski Brian juga khawatir karena sempat melupakan Bintang, tapi ia berusaha tetap tenang agar Luna juga bisa tenang.Brian bahkan baru mengingat Bintang saat Lun
"Brian, hentikan!" Luna berusaha menjauhkan wajah Brian, namun Brian begitu kuat merengkuh Luna."Brian! Bagaimana jika Bintang tiba-tiba pulang dan melihat kita," keluh Luna, masih juga berusaha menghentikan aksi Brian."Aku sudah mengirim pesan pada Adrian, agar ia tidak cepat pulang," jawab Brian disela-sela kegiatannya. Pada akhirnya, Luna hanya bisa pasrah di bawah Kungkungan Brian. Dan tentu saja Brian merasa senang jika Luna jadi penurut seperti sekarang, tidak lagi memberontak dan mencoba mencari alasan.Namun, ada saja gangguan yang datang. Brian terpaksa menghentikan kegiatannya dan mendengus, mengucapkan sumpah serapah pada orang yang terus membuat ponselnya berdering."Sely?" Brian mengernyitkan keningnya, melihat nama Sely terpampang di layar ponselnya.Melirik ke arah Luna yang menatapnya, Brian memilih menjauh untuk berbicara dengan Sely. Ia merasa kalau hal ini adalah penting, tidak biasanya Sely menelpon berulang kali.Berbeda dengan Luna, ia hanya menatap Brian yang
"Anda sudah datang?" tegur Adrian saat ia melihat Brian yang baru saja masuk ke ruang rawat inap yang ditempati Sely saat ini.Kecelakaan yang menimpah Sely tidak begitu parah, hanya ada beberapa luka kecil di bagian tangan juga kakinya. Sehingga Sely hanya mendapat perawatan untuk luka ringan. Selebihnya, Sely baik-baik saja.Hanya saja, Brian yang berlebihan karena merasa khawatir. Panggilan telpon dari orang tua Sely membuat Brian tidak bisa tenang jika keadaan Sely belum benar-benar membaik."Bintang sudah tidur?" tanya Brian, mengusap rambut Bintang yang berbaring di sofa, tempat Adrian ikut duduk."Dia tidur setelah menangis, Bintang terus mencari Luna," ujar Adrian."Bagaimana dengan Luna, mengapa Anda tidak membawanya kemari," ujar Adrian lagi, melihat Brian yang hanya datang sendiri, bukankah lebih baik jika Brian membawa serta Luna bersamanya. Dari pada Brian meninggalkan Luna sendirian di rumah.Brian hanya menghela napas, ia memilih duduk terlebih dahulu. Sangat jelas bahwa
"Apa yang kau katakan!" hardik Brian, ia tidak ingin percaya dengan hal tak masuk akal yang baru saja dikatakan Adrian. Lebih tepatnya, Brian berusaha menyangkal berita itu.Luna baik-baik saja, Brian percaya itu. Adrian hanya membohonginya. Brian bahkan masih melihat Luna saat kembali ke rumah, tadi."Luna ditikam oleh seseorang yang menyusup masuk ke rumah. Sekarang Luna sedang ditangani di IGD, luka tusuk di bagian perutnya tidak begitu dalam, namun Luna kehilangan banyak darah," jelas Adrian, dan akibatnya, ia mendapatkan satu hantaman kuat di pipinya. Brian memukulnya sebagai bentuk pelampiasan emosi, karena Brian tidak ingin mendengar kabar seperti itu."Apa yang kau bicarakan!" bentak Brian, "Luna baik-baik saja, jangan membohongiku," teriak Brian, murka.Sekuat apa pun Brian berusaha menyangkal, namun apa yang dikatakan Adrian membuatnya nyaris kehilangan kesadaran. Brian bahkan terlihat lunglai, seolah kakinya tidak mampu menahan berat tubuhnya sendiri. Brian tidak bisa berdir
"Bagiamana dengan operasinya?" Adrian langsung berdiri tatkala Dokter Rio keluar dari ruang operasi. "Semuanya baik-baik saja, meski sempat terjadi pendarahan. Pasien sudah dibawa ke ruang perawatan, kau bisa menemuinya di sana," ujar Dokter Rio menjelaskan."Baik, terima kasih atas kerja keras Anda," ucap Adrian.Saat dalam situasi darurat tadi, dimana Luna kembali mengalami pendarahan dan membutuhkan lebih banyak transfusi darah. Adrian menyempatkan diri untuk membawa Bintang ke ruang rawat inap Sely, agar Adrian tidak kewalahan."Adrian, apa aku bisa bertanya sesuatu?" tegur Dokter Rio saat melihat Adrian yang sudah akan pergi."Iya dok? Ada apa?" tanya Adrian.Dokter Rio merupakan salah satu orang yang sempat dekat dengan keluarga Brian, dan juga menjadi salah satu sahabat dekat Brian. Meski akhirnya mereka kembali asing, saat Dokter Rio memutuskan untuk melanjutkan studinya ke luar negeri. Dan baru kembali beberapa bulan ini."Mengapa kau bicara begitu kaku padaku, Adrian." Dokte
"Jaga bicara Anda dokter! Anda tidak mengetahui apa pun, jadi lebih baik Anda diam!" tekan Adrian, ada kemarahan yang ia tunjukkan dalam setiap kata yang keluar dari mulutnya. Adrian marah atas apa yang dituduhkan Dokter Rio. Sedangkan Dokter Rio, ia hanya tertawa melihat reaksi Adrian yang marah. Dokter Rio begitu menyukai reaksi itu. Karena, itu membuatnya semakin yakin atas apa yang ada di kepalanya.Berbeda dengan Brian, ia lebih memilih untuk pergi dari sana. Meninggalkan Adrian dan Dokter Rio yang tampak bersitegang. Brian bahkan melupakan tujuan utamanya yang ingin mengobati luka di wajahnya.Brian lebih memilih menemui Luna yang masih asik memejamkan mata. Wajah pucat Luna yang tengah berbaring, membuat Brian mengusap wajahnya dengan sedikit kasar, ada penyesalan yang mendekam dalam dadanya.Brian lalu menarik sebuah kursi untuk ia duduki. "Maaf." Brian menggenggam tangan Luna yang terpasang selang infus."Seharusnya aku tidak meninggalkanmu sendirian, seharusnya aku menemanim
"Ayo bercerai, Brian!"Andai saja Luna mampu melontarkan kalimat itu dihadapan Brian. Nyatanya tidak, kalimat itu hanya terus terbayang-bayang di kepala Luna, namun tidak berani ia ungkapan. Karena pada kenyataannya, hanya dengan menatap netra coklat Brian yang menatapnya sendu, sudah mampu melemahkan akal sehat Luna. Dan baru Luna sadari, bahwa netra coklat itulah yang membuatnya telah jatuh pada lubuk paling dalam yang namanya perasaan."Ada apa, hm? Kau membutuhkan sesuatu?" Brian menjentikkan jarinya di depan wajah Luna, membantu Luna keluar dari lamunannya."Tidak." Luna spontan menjawab, sebelum ia kembali menutup mulut dan menatap Brian.Luna menghirup udara yang banyak, lalu ia hembusan dengan pelan. "Kapan aku diperbolehkan keluar?" tanya Luna. Sudah ada satu minggu berlalu sejak kejadian Luna ditikam oleh seorang perempuan yang pernah menjadi teman dekatnya. Dimana motif penikaman itu dia lakukan karena dendam pribadi, dan hal itu didukung oleh seorang oknum yang menjadi te