"Saya akan menunggu Anda di kantor, dan saya harap Anda tidak lagi.…" Adrian berdehem, sebelum melanjutkan ucapannya, "tidak lagi memakan bibir." Adrian tampak menahan tawa saat menyentuh bibirnya, ia bahkan tidak melanjutkan ucapannya dan hanya tertawa."Pergi kau, sia*an!" ketus Brian saat Adrian lagi-lagi menggodanya.Luna bahkan tidak ingin keluar saat mengetahui bahwa yang datang adalah Adrian. Luna merasa malu, belum lagi kemarin saat Bintang dengan terang-terangan mengadu pada Adrian tentang apa yang dilihatnya. Rasanya Luna ingin menghilang saat itu juga. Untung saja saat itu Adrian memiliki penjelasan untuk mengelabuhi Bintang, agar tidak mempermasalahkan hal tersebut. Tapi, setelah itu, Adrian tertawa begitu keras dan mendapat lemparan bantal sofa dari Brian.Lagi pula, itu memang kesalahan mereka. Seharusnya mereka lebih hati-hati dalam melakukan sesuatu."Baik, sampai ketemu di kantor." Adrian pergi dengan sisa tawanya yang masih mengudara.Hari ini, Adrian datang diwaktu
"Bella?" gumam Luna pelan, "siapa perempuan yang tadi dok?" tanya Luna setelah kepergian perempuan yang bernama Bella.Luna merasa tak asing dengan nama itu, mengingat kakak Brian yang juga memiliki nama yang sama, Bella. Tapi, mereka jelas berbeda. Berdasarkan foto yang pernah dilihat Luna tentang sosok Bella, dia memiliki mata seperti Brian, hidung dan juga alis yang benar-benar mirip dengan Brian. Bisa dikatakan, sosok Bella yang merupakan kakak kembar Brian adalah versi perempuan dari Brian.Meski, Bella yang bekerja menjadi perawat tadi, juga ada kemiripan jika dilihat dalam sekilas. Ia memiliki bentuk bibir dan juga lesung pipi yang sama dengan Bella, kakak Brian.'Tapi, tidak mungkin jika mereka adalah orang yang sama kan?' pikir Luna yang mulai membuat teori di kepalanya."Dia perawat senior di sini, meski usianya terbilang muda, dia cukup berpengalaman." ujar Dokter Rio, "dia juga yang menjabat sebagai kepala ruangan tempat kamu akan bekerja," lanjutnya."Benarkah?" Luna masih
Luna pulang dengan cepat, karena hari ini ia belum mulai bekerja. Luna sengaja tidak memberitahu Brian, juga meminta Dokter Rio untuk tidak mengatakannya pada Brian.Bahkan pada saat sampai di rumah dengan menggunakan taksi, Luna juga melarang para pengawal untuk melaporkan pada Brian kalau ia sudah berada di rumah."Tidak perlu beritahu Brian kalau saya sudah pulang ke rumah," ujar Luna pada para pengawal, "saya ingin memberinya kejutan, dia pasti akan senang saat sudah pulang dan aku sudah ada di rumah," lanjutnya bersandiwara, dengan senyuman palsu yang menghiasi wajahnya. Perasaan Luna sangat tidak tepat jika harus bertemu Brian sekarang, Luna butuh waktu untuk menenangkan diri. Meyakinkan pada dirinya sendiri, kalau ia bisa melalui semua ini hingga permainan selesai.Namun, tentang orang tua. Luna tidak dapat menerimanya jika itu berkaitan dengan orang tuanya."Baik. Tapi, Non.…" Pengawal itu tampak gelisah, sesekali melirik ke arah pintu rumah yang tertutup. Ia hendak menyampaik
"Pergilah tanpa sepengetahuan Brian dan Bintang. Dan, jangan pernah katakan pada mereka kalau aku yang memintamu untuk pergi!" ujar Bibi Megan dengan sebuah ancaman."Atau, kau bisa kehilangan rumah ini!" Bibi Megan menunjukkan sebuah gambar rumah panggung yang sangat dikenali oleh Luna, bahkan gambar itu diambil saat ia dan orang tuanya berada di teras rumah, sehingga ia juga ada dalam gambar tersebut."Dari mana Bibi mendapatkannya!" Luna berusaha merebut gambar yang dipegang Bibi Megan, namun dengan gesit Bibi Megan menarik tangannya."Ada banyak rahasia yang tidak kau tahu! Jika ingin mengetahuinya, dan juga rumah ini dan segala kenangannya, maka pergilah! Tinggalkan Brian dan juga Bintang, tanpa sepengetahuan mereka."Luna menelan salivanya dengan susah payah, mendengar penuturan Bibi Megan. Haruskah Luna melakukannya? Tapi, bagaimana dengan Bintang? Brian, Luna belum sanggup jika harus pergi sekarang, meski Luna tahu, kelak ia tetap akan pergi saat sang pemilik rumah yang sesungg
"Dari mana kau tahu?" tanya Brian, terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Adrian."Para pengawal sempat memeriksa rekaman kamera pengintai. Melihat Luna yang menangis dan nyaris melompat ke bawah, apakah kalian benar-benar bertengkar?" tanya Adrian yang semakin penasaran."Tidak," jawab Brian, singkat. Ia memang tidak sedang bertengkar dengan Luna, karena itulah Brian kebingungan. Atas alasan apa, mengapa Luna mencoba untuk melompat dari balkon kamar.Brian yang masih belum tahu-menahu, memilih berpindah ke sofa untuk duduk sembari memberikan pijatan lembut di kepalanya. Ia merasa apa yang baru saja terjadi, seolah hanya sekilas dan tidak ia pahami dengan baik.Dan yang masih menjadi pertanyaan besar di kepalanya adalah, mengapa Luna mencoba untuk mengakhiri hidupnya? Apakah ada sesuatu yang mengganggunya!'Tentu saja, ada sesuatu yang tidak aku ketahui,' pikir Brian."Pukul berapa istriku pulang ke rumah?" tanya Brian pada para pengawalnya."Pukul Sepuluh pagi, Tuan," jawab sang p
Terhitung sejak semalam hingga sekarang sudah kembali menjelang malam, Brian masih juga mendiamkan Luna. Dia tidak ke kantor, juga tidak mengizinkan Luna bekerja karena belum ada laporan yang pasti dari Adrian. Lebih tepatnya, Dokter Rio sengaja menutup akses untuk Adrian mendapatkan informasi. Dan itu membuat Brian semakin kesal, dan jadi sangat yakin kalau memang Dokter Rio lah penyebabnya."Dasar bujang lapuk, apa dia sudah tidak laku hingga ingin membuat aku jadi duda!" geram Brian, setelah panggilan telpon dari Adrian ia tutup."Papa, mengapa papa terus marah-marah," ujar Bintang yang tengah berbaring di atas tubuh Luna yang tengah menonton televisi.Brian tidak menanggapi pertanyaan Bintang, namun ia mengangkat Bintang agar tidak lagi menindih tubuh Luna. Brian lalu memangku Bintang dan ikut menonton film yang ditayangkan di layar televisi."Papa, apakah papa dan mama sedang bermusuhan?" tanya Bintang, sejak pagi tadi ia menanyakan hal itu, saat melihat tidak ada interaksi antara
Karena kejadian di dapur yang mengakibatkan Luna tidak dapat menyelesaikan masakannya, mereka harus menikmati makan malam dengan makanan yang mereka pesan dari restauran."Aku baik-baik saja Brian, sungguh. Aku bisa memegang sendok dengan tangan kananku." Luna berusaha menolak, namun Brian tetap kekeuh pada pendiriannya untuk menyuapi Luna.Padahal yang terluka adalah tangan sebelah kiri Luna, dan itu tidak begitu berpengaruh untuk Luna makan sendiri. Tapi, Brian yang tidak ingin dibantah, terus memaksa Luna untuk menyuapinya meski dalam diam.Tanpa mereka sadari, bahwa masih ada dua orang lainnya yang juga berada di meja makan. Mereka bahkan belum menyentuh makanannya sedikit pun, hanya menyaksikan apa yang tengah dilakukan Brian dan Luna."Mama dan papa sangat romantis," ujar Bintang yang menyaksikan aksi Brian dan Luna."Saya dan Bintang akan makan di taman belakang, sepertinya menyenangkan saat makan sembari melihat bintang-bintang bersama Bintang, iyakan Bintang?" Adrian yang juga
Sedikit cerita tentang orang tua Luna, membuat Brian luluh dan memahami apa yang dirasakan oleh Luna. Brian juga merasakan, bagaimana luka yang tidak terobati karena kehilangan orang yang sangat berharga dalam hidup kita.Meski begitu, Brian tidak membenarkan pembelaan Luna atas tindakannya, karena itu adalah keputusan yang saat dan Brian tidak ingin jika Luna kembali berbuat seperti itu. Sebagai gantinya, Brian ingin Luna menganggapnya sebagai tempat untuk singgah dan menuangkan keluh kesahnya. Sekali lagi, Brian meminta Luna untuk menganggap Brian sebagai tempat untuk singgah! Singgah, bukan menetap!"Sayang, mengapa tidak besok saja? Hari ini kita menghabiskan waktu di rumah, Bintang juga tidak ke sekolah 'kan," bujuk Brian, berusaha menghalangi Luna agar tidak pergi bekerja dan tetap berasamanya di rumah."Sayang, aku sudah terlalu banyak bolos bekerja, bagaimana jika rekan-rekan kerjaku akan menggunjing karena aku yang suka seenaknya," bantah Luna. Ia cukup merasa ngeri jika haru