Terhitung sejak semalam hingga sekarang sudah kembali menjelang malam, Brian masih juga mendiamkan Luna. Dia tidak ke kantor, juga tidak mengizinkan Luna bekerja karena belum ada laporan yang pasti dari Adrian. Lebih tepatnya, Dokter Rio sengaja menutup akses untuk Adrian mendapatkan informasi. Dan itu membuat Brian semakin kesal, dan jadi sangat yakin kalau memang Dokter Rio lah penyebabnya."Dasar bujang lapuk, apa dia sudah tidak laku hingga ingin membuat aku jadi duda!" geram Brian, setelah panggilan telpon dari Adrian ia tutup."Papa, mengapa papa terus marah-marah," ujar Bintang yang tengah berbaring di atas tubuh Luna yang tengah menonton televisi.Brian tidak menanggapi pertanyaan Bintang, namun ia mengangkat Bintang agar tidak lagi menindih tubuh Luna. Brian lalu memangku Bintang dan ikut menonton film yang ditayangkan di layar televisi."Papa, apakah papa dan mama sedang bermusuhan?" tanya Bintang, sejak pagi tadi ia menanyakan hal itu, saat melihat tidak ada interaksi antara
Karena kejadian di dapur yang mengakibatkan Luna tidak dapat menyelesaikan masakannya, mereka harus menikmati makan malam dengan makanan yang mereka pesan dari restauran."Aku baik-baik saja Brian, sungguh. Aku bisa memegang sendok dengan tangan kananku." Luna berusaha menolak, namun Brian tetap kekeuh pada pendiriannya untuk menyuapi Luna.Padahal yang terluka adalah tangan sebelah kiri Luna, dan itu tidak begitu berpengaruh untuk Luna makan sendiri. Tapi, Brian yang tidak ingin dibantah, terus memaksa Luna untuk menyuapinya meski dalam diam.Tanpa mereka sadari, bahwa masih ada dua orang lainnya yang juga berada di meja makan. Mereka bahkan belum menyentuh makanannya sedikit pun, hanya menyaksikan apa yang tengah dilakukan Brian dan Luna."Mama dan papa sangat romantis," ujar Bintang yang menyaksikan aksi Brian dan Luna."Saya dan Bintang akan makan di taman belakang, sepertinya menyenangkan saat makan sembari melihat bintang-bintang bersama Bintang, iyakan Bintang?" Adrian yang juga
Sedikit cerita tentang orang tua Luna, membuat Brian luluh dan memahami apa yang dirasakan oleh Luna. Brian juga merasakan, bagaimana luka yang tidak terobati karena kehilangan orang yang sangat berharga dalam hidup kita.Meski begitu, Brian tidak membenarkan pembelaan Luna atas tindakannya, karena itu adalah keputusan yang saat dan Brian tidak ingin jika Luna kembali berbuat seperti itu. Sebagai gantinya, Brian ingin Luna menganggapnya sebagai tempat untuk singgah dan menuangkan keluh kesahnya. Sekali lagi, Brian meminta Luna untuk menganggap Brian sebagai tempat untuk singgah! Singgah, bukan menetap!"Sayang, mengapa tidak besok saja? Hari ini kita menghabiskan waktu di rumah, Bintang juga tidak ke sekolah 'kan," bujuk Brian, berusaha menghalangi Luna agar tidak pergi bekerja dan tetap berasamanya di rumah."Sayang, aku sudah terlalu banyak bolos bekerja, bagaimana jika rekan-rekan kerjaku akan menggunjing karena aku yang suka seenaknya," bantah Luna. Ia cukup merasa ngeri jika haru
"Untuk apa kau datang ke sini? Kau tidak tahu malu, datang untuk menjemput istri orang," cibir Brian pada Dokter Rio yang berdiri di hadapannya. Setelah aksi pengusiran yang dilakukan beberapa pengawal atas perintah Brian, tidak membuat dokter Rio meninggalkan tempatnya. Karena itu, Brian terpaksa keluar dan menemuinya secara langsung, setelah meminta Luna untuk tatap berada di dalam rumah."Aku bisa sendiri mengantar istriku untuk bekerja, jadi kau tidak perlu repot-repot menjemputnya," lanjutnya saat Dokter Rio tidak juga menanggapi ocehan Brian.Dan yang membuat Brian semakin kesal adalah, Dokter Rio yang hanya tertawa seolah Brian baru saja membuat lolucon. Membuat Brian rasanya ingin menghajar Dokter Rio."Aku tidak benar-benar datang untuk menjemput istrimu, tapi siapa tahu dia mau ikut 'kan," ujar Dokter Rio, menggoda Brian setelah ia selesai tertawa."Ikut kepalamu! Pergi sana, aku tidak menerima tamu sepertimu," usir Brian, masih juga merasa kesal. Brian tidak bisa bersikap s
Setelah menghabiskan waktu seharian penuh di rumah, kemarin. Akhirnya hari ini Luna sudah mulai masuk bekerja. Bertemu dengan para rekan kerjanya yang mana mereka sudah saling mengenal, dan Luna masih selamat karena belum bertemu dengan kepala ruangannya, Bella. Sehingga Luna tidak perlu merusak paginya yang cerah dengan sindiran-sindiran yang diutarakan Bella."Kak Luna, aku dengar kak Luna sebelumnya sudah pernah bekerja di sini, lalu mengapa kak Luna berhenti?" tanya seorang rekan kerja Luna yang usianya lebih muda dari Luna."Ada sedikit masalah," jawab Luna lugas, wajar saja jika ada yang mempertanyakan hal itu. Karena di rumah sakit ini, tidak sedikit yang mengenal Luna sebagai perawat yang sering mendapatkan pujian dari beberapa dokter yang pernah ditemaninya bekerja."Ah, jadi rumor yang mengatakan kalau Kak Luna terlibat dengan beberapa rentenir, itu benar?" tanya rekan kerja Luna, lagi.Luna tidak menanggapi dan memperpanjang mengenai hal itu, Luna hanya membalasnya dengan se
"Karena itu ternyata, alasan mengapa dia kembali diterima bekerja di rumah sakit ini.""Apa dia seorang penggoda? Ah, tentu saja. Hanya itu yang bisa dia lakukan untuk mendapatkan uang, menggoda orang-orang yang lebih kaya.""Lebih murah dari harga ikan di pasar! Sepertinya dia tidak mendapatkan didikan yang baik dari orang tuanya! Aku lupa, dia 'kan sudah tidak punya orang tua."Luna berjalan sembari menunduk, rasanya ia tidak mampu untuk menunjukkan wajahnya. Semua orang yang dilaluinya berbisik-bisik saat melihat Luna, menggunjing dan mencaci tanpa tahu kebenarannya.Rasanya Luna ingin menangis, tapi ia tidak ingin menunjukkan kesedihannya dihadapan semua orang. Luna juga tidak bisa melawan, Luna bahkan tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan."Kalian tidak punya kerjaan selain berkumpul di sini!" "Bubar! Bukankah kalian seharusnya melihat pasien yang membutuhkan bantuan? Lalu, mengapa kalian malah berdiri di sini!""Kalian dibayar untuk bekerja! Bukan untuk menggunjing, cih!"Se
"Brian, kamu masih marah?" tanya Luna, mengikuti langkah kaki Brian yang baru saja keluar dari kamar Bintang. Brian baru selesai menidurkan Bintang."Aku sudah mengatakannya berulang kali, panggil aku sayang, bukan Brian. Kamu pikir aku temanmu yang bisa kau panggil dengan namanya saja," jawab Brian tanpa menoleh untuk melihat Luna.Brian menyukainya, saat Luna merasa bersalah dan terus membuntutinya seperti sekarang."Sayang, kamu marah? Aku 'kan sudah bilang, aku dan Dokter Rio tidak ada hubungan apa pun, itu hanya sebuah kebetulan," ucap Luna mengulangi ucapannya. Ia tidak ingin masalah ini terus berlarut-larut, masih banyak hal lain yang harus dipikirkan Luna."Tidak perlu menyebut namanya, membuat aku kesal saja," dengus Brian.Luna yang sedari tadi membujuk Brian, berusaha tetap tenang. Meski sikap Brian benar-benar menguji kesabarannya. 'Dibujuk malah seenaknya, tidak dibujuk semakin marah. Mau kamu apa sih, Brian!' geram Luna, membatin.Luna berusaha menghirup banyak oksigen s
Seharusnya Luna sudah tahu, kalau Brian itu licik. Bukan lagi sekedar licik, tapi sangat-sangat licik. "Luna, sungguh! Aku tidak tahu kalau suamimu adalah Brian Alferdo, orang yang memiliki pengaruh sangat besar dalam segala hal." Bella masih tidak menyangka, bahwa hari itu ia bisa melihat secara langsung sosok Brian Alferdo yang biasanya hanya bisa ia lihat di layar kaca."Bella, bisa tidak jangan menyebut namanya. Aku sedang kesal jika harus mengingat dia," gerutu Luna.Luna pikir, Brian tidak begitu berpengaruh dalam ranah rumah sakit yang merupakan milik Dokter Rio. Ternyata, Luna salah besar! Karena pada kenyataannya, Brian lah yang menjadi pengendali kemudi yang membuat keputusan besar di rumah sakit.Karena itulah, Brian menonaktifkan Dokter Rio dari jabatannya untuk sementara waktu. Dan, memecat Luna sebagai perawat yang bekerja di rumah sakit. Bukankah Brian sangat jahat? Dia bahkan tidak mengatakan apapun pada Luna."Tetap saja Luna, kau tidak boleh marah padanya. Andai saja