Santi terduduk lesu di atas kloset seraya memegangi benda pipih berwarna biru putih itu. Ia tidak percaya jika apa yang ia khawatirkan jadi kenyataan.Harusnya ia senang karena benda pipih itu menunjukkan dua garis merah yang artinya saat ini dirinya tengah hamil. Namun masalahnya sudah satu bulan terakhir ini ia sama sekali belum pernah disentuh oleh Fery. Itu artinya bayi yang ada dalam kandungannya bukanlah bayi Fery melainkan milik Morgan. Ia ingat betul karena secara sukarela sudah menyerahkan tubuhnya pada sang mantan kekasih. Lalu sekarang dia harus seperti apa? Ia berpikir keras.“Bodoh! Bodoh! Kalau sudah seperti ini gimana? Gak mungkin kan kalau bilang aku Hamil sama Mas Fery. Bisa-bisa aku langsung ditertawai atau yang lebih parah lagi aku bisa diusir. Pokoknya aku harus cari cara bagaimana agar mas Fery kembali menyentuhku. Biar saat aku bilang hamil dia percaya.”Di tengah-tengah angannya itu. Tiba-tiba Santi mendengar suara pintu kamarnya terbuka. Buru-buru Santi menyem
Nayla nelangsa karena ia tidak bisa tidur bersama Fery. Biasanya ia selalu tidur memeluk Fery. Sekarang? Ia hanya bisa memeluk guling dengan perasaan tak bisa diungkapkan. Kedua matanya memang terpejam namun sebenarnya ia belum tidur. Ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pikirannya terus saja tertuju pada Fery. Kenapa semakin ke sini, hubungan dengan Fery justru semakin jauh saja. Sudah tidak ada keharmonisan, tidak ada lagi ketenangan. Yang ada hanyalah pertengkaran dan demi pertengkaran yang terjadi.Nayla langsung terbangun saat perutnya kembali merasa sakit. Ia secepatnya mengambil obat yang ia simpan di bawah bantal. Setiap rasa sakit itu menyerang ia akan memakan tiga butir obat secara bersamaan.Biasanya setelah meminum obat, maka selang beberapa menit ia akan merasa lebih baikkan. Namun entah kenapa rasa sakitnya tidak mau mereda. “Astagfirulah, ya Allah sakit.” Nayla meringkuk menahan rasa sakit diperut. Ia menekannya berharap rasa sakitnya bisa mereda namun, dugaannya
Bi Sri dan Neti begitu panik saat melihat Nayla tak sadarkan diri di lantai. Dengan keadaan bibir membiru kedinginan. Bahkan seluruh tubuhnya pun terasa dingin. Tubuh Nayla di pangku oleh Bi Sri dan Neti dan membaringkan di atas kasur. Keduanya berusaha untuk memberikan rasa hangat di tubuh Nayla.“Bi , ini gimana? Apa kita telepon Tuan?” Neti panik ia takut Nayla kenapa-napa.“Iya, Net. Kita hubungi Tuan. Kita kasih tahu keadaan Nyonya.”“Ya udah, Neti telepon dulu Tuan.” “Iya, cepat Net. Lari, ya. Biar Nyonya segera ditangani.” “Iya, Bi.” Neti langsung berlari menuju bawah. Ia hendak menelpon Fery menggunakan telepon rumah.Melihat Neti berlari dengan wajah cemas membuat Siska yang melihatnya langsung saja menghentikan langkah Neti.“Hai, Ada apa? Kenapa berlari seperti itu?” tanya Siska pada Neti.Neti pun menepi dengan kepala yang ditundukan. Ia ragu untuk mengatakan ap yang sebenarnya terjadi.“Anu... Itu nyonya....”“Apa? Yang jelas dong kalau ngomong!” sentak Siska
Usai sarapan bubur yang dibuatkan oleh Bi Sri untuk Nayla habis, Ia pun hendak mengirim pesan kepada Raka, ia ingin menanyakan kenapa obatnya sama sekali tidak bereaksi apapun disaat rasa sakit perut bagian bawahnya kambuh.Setelah satu pesan tadi yang ia kirim ke nomor Raka terkirim, tiba-tiba datang Bi Sri dan Netty. mereka berdua masih saja mengkhawatirkan keadaan Nayla.Nayla tersenyum saat keduanya datang, Lalu melambaikan tangan meminta keduanya untuk mendekat dan duduk di sebelahnya. "Ada apa Bi, Bety? udah ya kalian jangan terlalu khawatir, saya udah baik-baik saja kok," ucap Nayla dia tahu bagaimana perasaan Bi Sri dan juga Neti. karena memang Hanya mereka berdua lah yang sekarang peka terhadap dirinya."Apa nyonya serius sudah mendingan? Entah kenapa bibi jadi khawatir dengan keadaan nyonya, apalagi tahu sekarang Tuan tidak lagi di kamar sini." ucap Bi Sri yang sangat mengkhawatirkannya.Nayla menepuk bahu Bi Sri dan juga Neti secara bersamaan, menggunakan tangan ka
Raka langsung mengambil handphone-nya saat ia mendengar notif pesan masuk. Ia mengerutkan keningnya tatkala membaca isi pesan dari seseorang itu.Tanpa banyak berpikir lagi, Raka langsung saja membalas pesan tersebut yang ternyata pesan dari Nayla. Satu pesan yang membuat Raka bertanya-tanya kenapa bisa seperti itu. Setelah mengirim pesan balasan, jika 3 hari kedepan dirinya tidak berada di Indonesia namun, dia berjanji saat sudah kembali ke Indonesia ia akan memeriksa ulang keadaan Nayla, beserta ingin mendiagnosa kenapa obatnya tidak berpengaruh apa-apa. Raka termenung sejenak, di dalam pikirannya itu teringat kepada Nayla. Dia juga berpikir kenapa obat yang diresepkan oleh dokter William, justru tidak berpengaruh, saat rasa sakit yang menderita Nayla kambuh. Raka yakin dokter William tidak mungkin salah memberikan resep. karena dia adalah dokter profesional dalam bidang cancer. Selain memikirkan hal tersebut, Raka pun tiba-tiba merindukan tawa dan senyum Nayla. Sungguh dia yakin
Sudah dua hari ini, Fery menjauh darinya. Ia seolah-olah menjaga jarak dengan dirinya. Saat Nayla ada di meja makan, maka Fery akan langsung beranjak dan lebih memilih makan di tempat lain. Jika berjalan saling bersitatap, maka Fery akan langsung pergi begitu saja. Sungguh perlakuan tersebut membuat hati Nayla rasanya sakit.Ia begitu merindukan pelukan Fery. ia juga rindu dimanjakan Fery. Semua, semua yang dulu pernah mereka lakukan kini sangat ia rindukan. Nayla tidak tahu kapan semua itu akan kembali. Di tengah kesedihannya itu, tiba-tiba Santi datang. Dan entah kenapa di saat dirinya sedang tidak baik-baik saja, Santi ataupun Siska selalu saja hadir. Mereka seolah-olah sengaja ingin mengejek dirinya, ingin menghina dirinya dan ingin menunjukkan jika dirinya kalah dan merekalah yang menang.Nayla males untuk bersitatap dengan Santi, karena ia tahu ujung-ujungnya pasti masalah Ferry . Dan ujung-ujungnya pula pertengkaran yang akan terjadi. Dia capek Jika setiap hari selalu seperti
Siska pergi ke kamar Santi seraya membawa sesuatu yang ia sembunyikan di saku belakang celananya. Santi yang tengah bersiap-siap menyambut kedatangan Ferry begitu terkejut dengan kehadiran Siska yang tiba- tiba itu. Siska masuk tanpa mengucapkan salam maupun tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Tiba-tiba sudah berdiri di belakang tumbuhnya. Lalu memanggil namanya."Santi," Panggil Siska hingga Santi terperanjat kaget."Ya Tuhan! Ibu ngagetin, aja. Kenapa masuk nggak ketuk pintu dulu atau panggil Santi kek jadinya kan Santi nggak kaget seperti ini," keluh Santi pada sang mertua."Maaf, ibu soalnya buru-buru. Takut Fery ke buru pulang. Terus rencana kita malah gagal lagi. Emang kamu mau kalau rencana kita gagal?" tanya Siska pada Santi. "Ya gak maulah, Bu. Santi pengen cepat-cepat. karena Santi juga ingin memberi keturunan untuk keluarga ini, aku ingin memberi kebahagiaan untuk ibu dan mas Fery.""Dan asal kamu tahu, memiliki cucu adalah keinginan ibu sejak 3 tahun yang lalu." pikira
Fery terbangun di pagi hari dengan keadaan kepalanya yang pusing. Ia terus saja memegangi dan memijat pelan kepalanya. Saat ia hendak beranjak bangun, ia dikagetkan dengan kepadanya yang bangun tanpa menggunakan sehelai pakaian pun. Fery mengerutkan keningnya, sungguh ia tidak mengingat apa yang sebenarnya terjadi. Fery lalu menoleh ke arah Santi yang masih tertidur di sampingnya. Ia pun kaget saat melihat Santi tidur tidak berpakaian. Jika memang mereka telah melewati malam panas kenapa dia tidak mengingatnya?"Santi, Santi bangun!" Fery membangunkan Santi yang terlelap tidur itu. Santi menggeliat saat merasa ada goncangan pelan ditubuhnya. Matanya pun terbuka hal pertama yang Santi lihat ada Fery. Seketika ia teringat pada kejadian semalam saat dengan liarnya Fery menjamah dirinya. Dia menyukai hal tersebut."Eh, Mas. Kamu udah bangun?" Santi pun bergerak bangun dan duduk. "Maaf, ya, Mas. Aku bangun kesiangan. Habisnya tubuhku terasa pegal, sakit semua. Ini juga kan...." Santi Ma