"Kamu berani meminta cerai setelah membohongiku? Enak saja. Makan itu kebohongan kamu! Sampai kapanpun aku nggak akan pernah menceraikan kamu," tandas Gani kejam. Dia tidak bisa melepaskan Celia meskipun dia sudah malas menghadapi wanita itu. Dia akan tetap mempertahankan pernikahannya dan membuat Celia menyesal.Celia mendelik, "Nggak, Mas! Aku nggak mau tinggal di tempat kumuh begini.""Terserah kamu! Yang jelas aku mau kamu tetap ada di sini. Bukannya kamu menginginkan perhatian sebagai seorang menantu? Kamu juga yang menjebakku agar aku menceraikan Frani."Celia tidak terima dengan ucapan Gani. Dia bukan salah satu faktor penyebab retaknya hubungan mereka. "Kamu sendiri yang tergoda denganku, Mas. Ingat? Siapa yang pertama kali mengajakku bercinta di toko? Siapa? Aku? Bukan. Tapi kamu! Kamu yang minta aku tetap tinggal. Kamu yang suka dengan tubuhku ini. Kalau kamu nggak main api, aku juga nggak akan tergoda.""Justru karena pakaian kamu yang mengundangku, aku jadi nggak bisa foku
Frani mengibaskan tangannya, "Nggak! Apalagi yang perlu kamu bicarakan? Bukannya urusan kita sudah selesai?"Gani menggeleng, "Aku hanya ingin minta maaf, Fran.""Kalau begitu minta maaf di sini. Aku nggak mau bertatapan dengan kamu lama-lama karena hatiku nggak bisa menerimanya."Tatapan Gani sayu, dia menunduk begitu mendapat penolakan. Dia bosan tinggal di rumah karena Celia sangat kurang ajar padanya. Setelah bertengkar dengan Celia, ucapan wanita itu selalu terngiang di kepalanya. 'Harusnya kamu bersyukur punya istri mbak Frani. Mbak Frani rela jadi boneka di rumah ini, bekerja mati-matian dan menopang hidup kalian. Ibu juga kurang bersyukur. Kalau bukan mbak Frani, nggak ada yang mau jadi tulang punggung keluarga. Harusnya lagi mbak Frani berterima kasih padaku, kalau bukan karena perselingkuhan kita, dia nggak mungkin punya suami kaya. Direktur lagi. Kalau aku sih mending milih suaminya yang sekarang dari pada kamu!'Lalu pagi ini, Gani tiba-tiba ingin melihat Frani. Dia menc
Rendi menghampiri Frani, "Kenapa?"Frani menunjuk kotak besar yang berisi dress miliknya untuk sesi foto hari ini. Kemarin ketika dia memilih pakaian itu di butik milik salah satu teman Rendi, kondisinya baik-baik saja, masih utuh dan cantik. Dia juga melihat asisten sang desainer mengepaknya ke dalam plastik bening lalu memasukkannya ke dalam kotak. Kotak itu baru dikirim keesokan harinya, namun Frani belum membukanya hingga hari ini dia melihat sendiri apa yang terjadi pada dressnya berwarna putih bersih itu.Dress semata kaki itu, tidak lagi berbentuk. Banyak lubang di sana-sini, lalu bercak merah tercetak di beberapa bagian. Cover dressnya juga tidak lebih baik. Padahal dress itu sengaja dipilih agar dia dan keluarga Rendi bisa memakai pakaian seragam. Rendi terkejut dengan temuan itu. Siapa yang iseng membuat permainan begini? Dia pikir hanya ada di film thriller atau horor insiden itu terjadi, kenyataannya dia mengalaminya sendiri. Dipeluknya Frani, "Nggak apa-apa. Aku akan car
"Selingkuhan? Duh, anda ini gimana? Menantu saya ini kalau pergi selalu bicara jujur sama saya. Lagi pula waktu itu yang bertemu dengan dia, saudara jauh kami yang baru datang ke Jakarta. Agak kampungan memang karena dia tidak berniat ke mall, tapi malah nyasar ke supermarket. Untung Frani lihat jadi bisa dibawa ke rumah dengan selamat," kelas Fitri menutupi kecurigaan dari teman-teman arisannya. Frani sendiri bungkam. Dia tidak menyangka jika ada orang yang mengenalinya. Lirikan matanya ke arah Fitri menandakan bahwa dia tidak memahami mertuanya. Kenapa Fitri tiba-tiba membelanya? Biasanya wanita itu akan mengamuk jika Frani tertangkap basah. Apa mungkin nanti setelah orang-orang pergi? Mendadak tubuh Frani mendingin. Apa sebaiknya dia pergi tanpa penjelasan? Kesempatan bagus untuk Frani pura-pura sakit kepala dan harus istirahat. Tapi memikirkan bahwa Fitri bisa saja kembali bersikap buruk, menciutkan nyali Frani. Biarlah nanti wanita itu mencari cara untuk menjelaskan.Setelah or
Melihat muka Frani yang berubah, Rendi meraih benda di tangan istrinya, membaca nama yang tertera di sana. Pria itu menghela napas kasar, dia pikir Frani sedang diteror oleh Fitri. "Mama mau ngapain lagi? Mengusik Frani? Ini masih pagi loh, Ma. Tolong jangan membuat Frani tertekan. Sepagian ini perutnya terasa nggak enak, jangan ditambah..,""Mas, kok marah-marah? Mama hanya bertanya kabarku," sela Frani agak kesal. Dia menarik benda itu lagi dari tangan Rendi. "Maaf, Ma. Mas Rendi tiba-tiba muncul. Kalau masalah itu, aku nggak berjanji apa-apa sama dia. Bicara juga nggak. Jadi mama tenang saja.""Benar begitu?""Benar, Ma.""Baiklah. Tolong kamu marahi Rendi sebagai gantinya. Mama tanya baik-baik tapi malah dia ngamuk begitu. Benar-benar isi kepalanya nggak terlalu beres. Nanti siang mama datang, Fran. Mama buatkan makanan spesial.""Terimakasih, Ma."Frani menutup panggilannya dan menatap tajam pada suaminya. "Yang bicara tadi mama loh, Mas. Mama kamu sendiri. Bisa-bisanya kamu mara
Biasanya para pria akan segera menyerahkan diri jika sang wanita sudah melepaskan harkat dan martabatnya. Nilai jual wanita akan semakin murah dan tentu saja banyak yang tergiur, tapi bukan Rendi orangnya. Pria itu menyeringai penuh ejekan. "Kalau dulu sebelum menikah Frani bicara begitu, saya nggak akan mempertimbangkannya. Saya akan dengan senang hati membawa Frani ke tempat tidur. Asal kamu tahu, saya mengejar Frani beratus-ratus kali tapi nggak semudah itu mendapatkan miliknya. Sedangkan kamu? Bertemu sekali, belum digoda, belum mengejar, tapi kamu sudah merendahkan diri. Memangnya kamu secantik itu?""Sialan. Mulut anda pedas juga ternyata," umpat Celia. "Sayangi yang ada di dalam perut kamu itu. Kasihan dia kalau dari masih berbentuk janin, dia sudah mendengar ocehan ibunya yang hina. Kenapa saya jadi bicara begini? Saya yakin kamu juga nggak akan mendengar. Terimakasih untuk tawarannya hari ini. Semoga beruntung dengan pria lain," tukas Rendi kemudian pergi.Celia berulangkal
Frani tidak bisa tidur. Memikirkan pesan itu membuat tubuhnya memanas dan pikirannya dipenuhi kecemasan. Dia tidak mempertanyakan pada Rendi karena alasan kesopanan. Pesan itu tertuju pada Rendi dan dia tidak ingin Rendi merasa terancam privasinya. Memang benar bahwa dalam pernikahan tidak ada yang namanya privasi, yang diketahui suaminya pasti dia juga pasti tahu. Tapi sekali lagi Frani menekankan bahwa dia menghormati suaminya.Rendi sepertinya sadar keengganan Frani untuk tidur. Tubuh istrinya kelimpungan kesana-kemari, mencari posisi nyaman yang tidak kunjung dia dapatkan. Dengan sentuhan pelan pada wajah istrinya, Rendi berkata, "Kamu baca pesanku?"Seketika kelopak mata istrinya terbuka lebar. "Kamu tahu, Mas?"Rendi mengangguk sambil tersenyum. Tidak ada guratan kemarahan ataupun kekecewaan pada raut wajahnya. "Insting seorang suami.""Maaf, Mas," ucap Frani malu. Dia menunduk sedih. Satu menit kemudian, kecupan singkat justru dia dapatkan. Kepalanya kembali mendongak. "Maafkan
Gani harus berterimakasih pada Sarah. Kalau bukan karena ibunya dia tidak akan menerima pekerjaan sebagai kurir makanan di sebuah restoran dan tidak akan pernah bertemu Frani lagi. Melihat nama kantor yang tidak lagi asing, pria itu bergerak cepat. Yang dia tahu, jika keberuntungan sedang berpihak padanya, dia bisa bertemu Frani. Melihat manik mata yang pernah keterkejutan itu, Gani semakin ingin memeluknya. Dua tangannya penuh dengan paper bag berisi pesanan atas nama Rendi sudah siap dia lempar seandainya Frani menyapanya seperti dulu."Sedang apa kamu di sini?" tanya Frani acuh."Fran, meskipun kita bukan lagi suami istri tapi aku tetap mantan suami kamu, pria yang pernah mencintaimu dengan sepenuh hati."Ingin sekali Frani tertawa mendengarnya. Cinta? "Mencintai sepenuh hati tapi masih bisa selingkuh? Kalau nggak cinta, mungkin dari awal menikah kamu memaksaku untuk jadi istri pertama kan? Sudahlah, masa lalu kita nggak akan pernah indah jika dikenang sekarang.""Aku rindu panggi