"Hmm, karena kamu, aku jadi tertarik dengan desain interior dan property?" seru Reyhan, yang memang selalu memuji lawan bicaranya apalagi rekan bisnisnya. Dia ini adalah orang yang sangat humble dan kadang orang tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran dan hatinya melihat bagaimana wajah dan ketulusannya saat bicara itu benar-benar seperti menyihir mereka untuk percaya begitu saja padanya."Oh, sebetulnya aku ada satu project baru yang aku tidak tahu apa kamu tertarik atau tidak. Tapi project ini memang sudah kami persiapkan sejak setahun yang lalu bahkan jauh sebelum kerjasama aku dengan Raditya Prayoga tapi kami memang masih memikirkan Bagaimana mencari dananya."Sebuah ucapan yang membuat Reyhan mengerutkan dahinya."Bisa kamu jelaskan maksudnya? Apa itu project yang menguntungkan?""Sangat." Reiko makin bersemangat."Tapi memang ini masih tender, Rey. Dan kami seharusnya berusaha untuk memenangkan tender ini.""Kalau begitu ajukanlah tendernya lebih dulu, Reiko."Namun saran Reyh
"Apa dia adalah orang yang memang sangat mudah bekerjasama dengan orang lain ya?'Saat mengendarai mobilnya Reiko sempat kepikiran soal sikap Reyhan"Tidak, aku rasa dia cukup pintar. Bagaimanapun, dia meminta hak paten dan legal untuk design-ku."Saat mobilnya masuk ke area kantor BIA, Reiko menyimpulkan begini. "Reyhan juga adalah menantu pak lek. Kakek sangat senang sekali aku dekat dengan Pak lek. Jadi aku yakin sekali aku harus memberikan alarm pada diriku dan tidak boleh terlena dengan kebaikan Reyhan Dharma Aji, meski aku tahu dia sangat jujur dalam berbisnis."Reiko berpikir begini saat dirinya turun dari mobil dan sudah memarkirkan kendaraannya. Dia melangkah menuju recepsionis. "Dan aku juga harus mengingatkan Bee soal ini, karena Reyhan juga sempat menguntitku meski tak lama." Reiko berbisik saat memasuki lift. Reiko tidak memarkir kendaraannya di basement. Dia sengaja, karena Reiko tahu masih ada orang suruhan papanya yang menguntit Brigita. Reiko memang sempat menolak
'Syukurlah sekarang Bee sudah tak lagi kesal denganku.'Pikiran Reiko yang sudah tidak lagi fokus ke mana dia harus mencari modal dan bagaimana menenangkan hati Brigita membuat dirinya merasa benar-benar lega.'Hahah, aku yakin, kemarahan istri bisa membuat suami gila. Jangan-jangan, orang korupsi itu juga karena tuntutan di rumahnya yang besar kan? Aku rasa ini bisa jadi,' bisik Reiko ketika dia melewati salah satu gedung pemerntahan sambil memikirkan tentang kemarahan Brigita tadi malam.'Tapi Bee bukan wanita seperti itu. Dia menuntut karena aku pula yang sudah berjanji, kan? Dia gadis yang manis dan pengertian. Buktinya dia mau membangun usaha kami merintis dari nol.'Bahkan dalam kondisi macet seperti ini yang tidak disukai oleh Reiko, dia masih bisa tersenyum.Kondisi moodnya memang sedang sangat baik. Apalagi tadi Brigita juga meminta maaf, kan padanya? dia mau mendengarkan dan tak banyak menuntut ketika Reiko memberitahukan aturan investasi yang akan di buat Reyhan.'Kakek saj
(Pagi hari sesaat sebelum kejadian)"Dengan cara seperti ini harusnya kalau memang benar dugaanku kau selalu mengecek CCTV, pasti kau akan terganggu. Hahaha."Gelak tawa wanita itu terlihat begitu bahagia."Reiko Byakta Adiwijaya, jangan kau pikir aku akan membuat semua ini mudah. Cih. Bayangkan jika pacarmu tahu, habis kau. Rasakan pembalasanku. Hahaha."Aida bicara ketika tangannya baru saja menempelkan kertas pada ujung sebuah lidi yang memiliki panjang kurang lebih 20 sentimeter."Baiklah ini yang terakhir aku akan naik dan kita akan menempelkannya."Entah apa yang dia inginkan. Tapi saat ini Aida memang sudah menaiki sebuah tangga yang biasa digunakan untuk mereparasi kalau ada sesuatu di rumah yang rusak."Nah tempel di sini. Aku yakin ini pasti kebaca. Jaraknya sih sudah pasti sesuai dengan jarak pandang kok," ujar Aida lagi, sangat yakin dengan perhitungannya."Yeaaay, selesai."Dan dia pun memekik senang selesai menuruni tangga. Merasa lega sekarang dengan apa yang sudah dila
"Hey, jawab." Reiko tak sabar"CCTV ku itu, kenapa kamu tempelkan itu di semua CCTV ku?"Reiko menunjuk pada CCTV sambil geleng-geleng kepala di saat Aida masih senyum-senyum.'Dia sengaja bukan? Dia senang bukan membuat aku sulit begini? Heish, lihat balasanku. Aku akan mempersulit hidupnya.'"Bagaimana bisa kamu menempelkan itu semua di depan CCTV, hmm?" membuat hati Reiko berbisik emosi saat dia melontarkan ucapannya. Ini juga yang membuatnya melangkah, memutar masuk ke dalam dapur dan berdiri di samping Aida."Pakai tangga, pak." jawab Aida, tepat ketika Reiko hanya berjarak dua jengkal dari posisinya duduk."Iya aku tahu kamu naik ke sana pakai tangga, memangnya kamu supergirl sepupunya superman yang bisa terbang, heh?""Kalau udah tahu kenapa nanya Pak?"Lagi-lagi jawaban yang membuat Reiko mengepalkan tangannya, gemas bercampur emosi."Kamu tuh ya --" Reiko tak tahu lagi ingin mengeluarkan apa dari bibirnya makanya dia memijat kepalanya karena memang benar-benar gemas dengan Ai
"Tadi kan bapak yang minta liat."Apa salah jika Aida bicara begini?Bukankah tadi Reiko sendiri yang meminta dan bahkan sempat menuduhnya dengan sesuatu yang negatif jika tidak bisa menunjukkan itu?"Saya nggak bisa buka tadi di depan bapak. Makanya buat buktiin saya buka dulu tadi."Reiko membuang wajahnya ketika Aida malah menjawab tanpa rasa bersalah begitu.Reiko mengumpat kesal di dalam hatinya."Kamu gak liat aku lagi makan?" Reiko meninggikan suaranya."Jauhkan. Itu bau ya." Reiko menutup hidungnya, hilang sudah nafsu makannya, membuat dirinya sebelum Aida datang sudah menggigit sebagian bakwan kelima, jadi menaruhnya di piring begitu saja."Ya kan kalo--""Ssh, diam!" Riko tidak mau mendengar kalau, jika, maka, yang keluar dari bibir Aida"Itu menjijikkan. Bau amis lagi. Jauhkan. Ke mana sih manner-mu sampai membawa itu ke hadapan orang yang lagi makan?" protes Reiko, masih menggerutu."Saya juga nggak gila, Pak. Kalau bapak tadi nggak minta juga saya nggak akan bawa ke depan
"Ini beneran nilai rapot kamu bukan hasil nyontek?"Reiko tadi tidak kuat dia melihat darah itu. Bau darah sebenarnya tak tercium, tapi sugesti dalam otaknya membuat dirinya mual ingin muntah. Makanya Reiko mengumpat sendiri dan tadinya ingin keluar dari kamar Aida.Tak ada alasan lagi dia masih menunggu di dalam sana.Toh Aida juga tidak berbohong kan? Dia melakukan semua yang dia ucapkan itu.Lalu kenapa Reiko harus tetap curiga?Tapi dia tidak jadi keluar dari kamar Aida ketika matanya menatap ke arah barang-barang pribadi wanita yang dinikahinya sebulan lebih yang lalu.Sebenarnya Reiko tidak ada niat sih untuk menggeratak.Tapi karena penasaran, langkahnya pun menuju ke arah meja yang seperti meja kerja atau meja belajar itu.Di sana ada tumpukan surat-surat penting yang ditaruh di dalam folder begitu rapi.Rasa penasaran Reiko membuat dirinya pun membuka folder berwarna merah itu, saat Aida masih di kamar mandi."Jadi dari kamu SD sampai SMA rangking satu terus?"Yah, jelas saja
"Eeeh--""Hahaha."Malah gantian puas Reiko ketika melihat Aida menutup mulutnya kehilangan kata-kata karena dia juga tidak kepikiran akan dijawab seperti tadi lagi oleh pria di hadapannya."Lucu Pak?" sindir Aida, ketika Reiko mulai stabil dari tawanya."Kenapa? Kesel? Itu namanya senjata makan Tuan," ucap Reiko sambil satu langkah mendekat, sehingga membuat Aida memundurkan tubuhnya sedikit ke belakang."Udah, jangan berlama-lama lagi." Pria itu pun mengetuk-ngetuk jam tangannya."Aku Sudah terlambat untuk kembali ke kantor. Cepat buka semua pancingan itu dari CCTV-ku. Awas rusak. Jangan sampai selotip atau lem yang kamu gunakan di atas sana merusak CCTV ku.""Aish, tapi ini semua kan saya lakukan karena Anda, Pak. Kalau Anda nggak iseng ngintipin saya di CCTV--""Ssst." Reiko mendesis sambil jaRi telunjuk tangan kanannya goyang-goyang menandakan bahwa Aida tidak boleh bicara lagi."Naik."Terpaksa karena Reiko sudah tak lagi bisa diajak bernegosiasi dan dia juga tidak mau berlama-l