Zoya makin tergugu di tempatnya berdiri, dia tak sanggup melawan Aland yang kini begitu terang-terangan menyampaikan hasil pencariannya. "Silahkan tanda tangani Nyonya, setelahnya Tuan Aland akan mengantarkan Anda pulang," ucap Erile, pena sudah dia siapkan pula, Zoya hanya tinggal menorehkan tanda tangannya di atas kertas tersebut. Namun Zoya sungguh tak ingin menandatangani surat kuasa itu, dia justru coba untuk berjalan mundur dan berniat kabur, tapi belum apa-apa Aland sudah lebih dulu mencekal lengannya, "Jangan membuatku bertindak lebih kasar daripada ini Zoy, jika kamu menurut aku akan tetap jadi Aland yang kamu kenal di pesisir. Kita adalah teman," ucap Aland. Bukannya merasa tenang, Zoya justru semakin gemetar ketika mendengar kalimat itu. Apalagi saat ini dia rasakan dengan jelas bahwa Aland memegang lengannya dengan cukup kuat. Aland jadi seperti memiliki banyak kepribadian dan Zoya tidak pernah tau Aland yang sebenarnya seperti apa."Tanda tanganilah ... sekarang," ti
"Jika terasa sulit untuk diucapkan, tidak perlu ceritakan apapun padaku, Zoy. Aku akan percaya padamu apapun yang terjadi," kata Rama. Dia lebih dulu bicara sebelum Zoya menyelesaikan ucapannya. Rama memiliki ketakutannya tersendiri tentang fakta ini.Diam-diam Rama pun menyelidiki sesuai dengan kemampuannya, Rama telah berhasil mendapatkan beberapa informasi tentang Aland dan istrinya yang hilang 6 tahun silam. Foto Zara Audie hingga kini masih terpampang jelas di berita-berita 6 tahun lalu. Dan setelah Rama amati wajah Zara terlihat begitu mirip dengan Austin. Rama juga baru bertemu dengan Zoya 6 tahun lalu di persisir. Memang banyak sekali kebetulan yang terjadi dalam kasus ini dan Rama jadi begitu takut dia akan kehilangan Zoya. Sementara cintanya telah tak bisa ditawar, dia sangat mencintai Zoya."Tapi Ram ... Ini ada hubungannya dengan masa laluku, benar kamu tidak masalah?" tanya Zoya lirih, kedua matanya sudah nampak berkaca-kaca. Bukannya menjawab pertanyaan itu, Rama jus
"Maafkan mama Austin, maafkan Mama." Zoya hanya bisa mengucapkan dua kata itu saja. Sementara tangis masih begitu sulit untuk dia jeda."Austin jangan menangis ya? Mama mohon." pinta Zoya sekali lagi, tapi dia sendiri pun masih terus menangis.Rama yang melihat pemandangan itu begitu terenyuh hatinya, belum apa-apa dia sudah merasa kehilangan. Rama akhirnya bangkit dari duduknya dan menghampiri ibu anak tersebut. Dia peluk Austin meski Zoya menangis dengan pundak bergetar."Sudah, mama tidak apa-apa. Tadi kakinya terbentur meja," bohong Rama, dia menggendong Austin dan dibawa berkeliling rumah ini, sementara Zoya bergegas pergi ke kamar mandi dan mencuci wajah.Berulang kali menarik dan membuang nafasnya secara perlahan agar tenang. Mana boleh dia menunjukkan hatinya yang hancur di hadapan sang anak.Entah berapa lama Zoya berada di dalam kamar mandi untuk menenangkan dirinya sendiri, tapi saat dia keluar Zoya malah sudah melihat Austin yang kembali terlelap di gendongan Rama.Pr
"Tapi Austin harus memilih, mama atau papa?" tanya Zoya sekali lagi, bicara dengan nada bercanda. Seolah pertanyaan ini hanya main-main, tapi percayalah saat ini Zoya sangat serius. Sangat takut jika sang anak akhirnya pilih untuk bersama Papa, yang artinya akan meninggalkan dia."Memangnya papa akan datang ke sini? kenapa Mama sepertinya serius sekali dengan pertanyaan itu?" balas Austin, kedua matanya menyipit menatap curiga pada sang mama.Dan melihat reaksi anaknya tersebut, bibir Zoya sontak mengerucut kesal membuat Austin jadi terkekeh-kekeh. "Jika aku memang harus memilih antara mama dan papa, Aku tidak akan ragu untuk memilih mama," balas Austin kemudian, setelah tawanya mereda."Aku memang sangat ingin bertemu dengan papa, tapi juga tau nanti saat bertemu pasti rasanya akan seperti orang asing, karena selama ini aku hanya tinggal bersama mama," jelas bocah itu lagi, bicaranya banyak sekali padahal usianya masih 6 tahun tapi sudah seperti remaja yang bisa mengutarakan peras
"Baiklah, tapi aku mohon tetap sembunyikan ini semua dari mama," balas Aland. "Ya, aku akan melakukannya."Panggilan telepon diantara kakak beradik itu pun akhirnya putus. Aland tidak ingin mama Emma mengetahui sedikitpun tentang pergerakan mereka. Jika mama Emma sampai ikut campur tangan, pasti semuanya akan runyam.Wanita paruh baya itu tidak bisa mengendalikan emosinya sendiri. Bisa jadi akan membawa Austin dengan paksa.Dan setelah panggilan telepon terputus, Prisila pun segera keluar dari ruang kerjanya. Dia juga ikut turun ke tangan sendiri untuk menyelidiki ini semua. Rumah sakit terakhir yang akan dia datangi adalah rumah sakit yang letaknya cukup dekat dari Bandara. Dia mengemudikan mobilnya seorang diri menuju rumah sakit tersebut.Di sana Prisila bertemu dengan dokter Kania, satu-satunya dokter bedah plastik yang ada di rumah sakit tersebut."6 tahun lalu? itu sangat lama, akan butuh waktu untuk memeriksa semua berkas," ucap dokter Kania setelah dia mendengar semua cerita d
"Bagaimana jika Daddy memang benar papamu, apa kamu akan merasa senang?" balas Aland, pembicaraan mereka memang terkesan main-main tapi Aland sungguh menikmatinya.Lain halnya dengan Zoya, wanita itu sontak mendelik dan coba memutuskan pembicaraan dua pria tersebut. "Minuman mu sudah datang Al, silahkan diminum," ucap Zoya sebelum sang anak sempat menjawab."Turunlah Austin, biar pak Aland meminum tehnya dulu," titah Zoya pula."Tidak perlu Austin, duduk di sini juga tidak masalah," tolak Aland, dia bahkan memeluk Austin dengan gemas, membuat bocah itu semakin tertawa berada duduk di atas pangkuannya.Saat Aland sedang menikmati minuman, Zoya berulang kali melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kiri, Sekarang sudah hampir jam 7 malam dan dia mulai khawatir jika Rama sebentar lagi akan pulang.Zoya ingin sekali segera mengusir Aland pergi, tapi Austin masih begitu antusias berbicara dengan pria tersebut. Austin sedang menceritakan tentang sekolahnya yang akan pindah di kot
Dokter Kania juga sangat terkejut ketika melihat salah satu pasiennya ada di sini, bahkan sang pasien adalah pemilik acara di sini.Dulu saat mereka pertama kali bertemu wanita ini merahasiakan semua identitasnya, beralasan trauma dengan nama dan identitasnya karena pelecehan yang dia alami, jadi dia tak ingin menyebutkan data dirinya pada siapapun.Saat itu wanita ini membayar dengan harga yang sangat mahal untuk semua prosedur yang mereka berdua curangi. Dokter Kania seperti mempertaruhkan gelar dokternya karena mengoperasi tanpa mengenal identitas. Tapi tangis wanita ini malam itu begitu pilu membuatnya tak bisa berdiam diri, justru takut bahwa wanita ini akan bunuh diri.Ternyata dia hidup sebagai Zoya Beatrice. Batin dokter Kania. Wajah wanita ini yang asli tidak begitu dia ingat, yang melekat hanyalah wajahnya yang baru."Kita bertemu lagi, ternyata kamu adalah calon menantu di keluarga Elmer," ucap Dokter Kania, coba memecah kecanduan yang ada di antara mereka berdua. Dia ju
Zoya menitipkan Austin pada Aksara sekitar 20 menit, itu saja rasanya sudah lama sekali baginya. "Ram, aku lihat Austin dulu ya?" bisik Zoya pada sang kekasih, pria yang kini telah resmi jadi tunangannya. "Ayo kita lihat sama-sama," ajak Rama pula, dia kemudian pamit pada koleganya yang lain. Bersama-sama Mereka pun mencari sang adik, hingga akhirnya Rama yang lebih dulu melihat Aksara di ujung sana. Dahinya berkerut ketika melihat tak ada Austin di sekitar Aksara.Zoya yang melihatnya pun jadi cemas juga. "Aksara, dimana Austin?" tanya Zoya langsung. Kini dia dan Rama telah berada tepat di hadapan Aksara. "Austin bersama mama Kak, di sebelah sana," balas Aksara, "Ayo ku antarkan," timpal Aksara lagi, dia pun tidak ingin dikatakan lepas tangan. Mereka bertiga lantas menghampiri mama Sofia, tapi nyatanya Austin pun tidak bersama wanita paruh baya tersebut. "Austin dimana, Ma?" kini Rama yang bertanya."Austin? mana mama tau. Katanya dia ingin mencari Zoya, jadi mama biarkan pergi,"