"Erile?!""Sstt!!" kata Prisila, buru-buru dia membekap mulut Zoya agar tidak mengeluarkan suara yang lebih tinggi karena keterkejutannya. Sungguh, tentang hubungannya dengan Erile pun hingga kini masih belum dia percaya juga.Semuanya dimulai saat salju pertama turun di kota Servo. Malam itu dingin sekali, tiba-tiba Erile menggenggam tangannya hingga membuat Prisila marah.Dan yang paling membuatnya terkejut adalah Erile menyatakan cinta, lalu bicara takut kehilangan sebab mama Emma sudah berulang kali membicarakan tentang perjodohannya.Sejak saat itu selalu ada saja cara yang membuat mereka bertemu hingga akhirnya kini keduanya sepakat untuk bersama."Aku tidak akan menjelaskan apapun padamu tentang bagaimana aku dan Erile bisa bersama. Tapi sekarang kami memang sedang menjalin hubungan," jelas Prisila, saat mengatakan itu kedua pipinya sontak berubah jadi merah merona.Selama ini Pricilla adalah wanita yang mandiri dan ketika cinta menyentuh hatinya membuatnya jadi malu sendiri."
Erile benar-benar menepati ucapannya pada Prisila, pagi ini dia datang ke rumah utama keluarga Floyd dan langsung menghadap pada mama Emma, Aland dan juga Zoya. Sementara si kecil Austin sudah pergi ke sekolahnya."Ya Tuhan, jadi kalian memiliki hubungan. Astaga, Mama senang sekali," ucap mama Emma, kedua matanya sampai berkaca-kaca, ingin menangis saling bahagianya. Jika dulu mungkin mama Emma akan menentang hubungan tersebut, apalagi jika mengingat bagaimana latar belakang Erile yang hanya seorang asisten pribadi.Tapi sekarang semuanya telah benar-benar berubah mama Emma lagi melihat kedudukan seseorang untuk jadi pendamping anak-anaknya. Dia telah banyak belajar, bahwa harta bisa dicari, namun kebahagiaan tak bisa dibeli dengan uang. Jadi kini siapapun yang bisa membahagiakan anak-anaknya, maka akan dia dukung dengan sepenuh hati."Umur kalian sudah matang, lebih baik langsung menikah saja," putus wanita paruh baya tersebut.Zoya sudah terkekeh, lucu sendiri melihat sikap ibu mer
"Setelah Zara melahirkan, ambil anakmu dan ceraikan Dia. Zara tidak pantas jadi bagian keluarga kita."Kalimat itu terasa begitu menyakitkan bagi Zara, tetapi membuatnya sadar akan satu hal, setelah sekian lama mencoba lupa. Pernikahannya dengan Aland Floyd hanyalah sebuah keterpaksaan. Air mata seketika mengalir deras di kedua manik hitam milik Zara, Tubuhnya gemetar dan dia elus perutnya yang telah mengandung 9 bulan.Di malam ulang tahun perusahaan Floyd Corporation 9 bulan lalu, Aland mabuk dan menarik Zara untuk melewati malam yang kelam. Malam yang membuatnya hamil keturunan darah keluarga Floyd, salah satu keluarga paling terpandang di Kota Servo.Pernikahan tanpa cinta.Tapi ... Cinta jelas hadir dari Zara untuk sang anak.Wanita malang itu sontak berjalan mundur, dia urung menemui Aland di ruang kerjanya dan perlahan pergi dari sana."Tidak, aku tidak mau berpisah dengan anakku. Tidak," gumam Zara dengan suara yang sudah gemetar.Kedua matanya berkedip cepat menandakan kecemas
"Cari Zara! Di mana pun wanita itu berada, aku tidak mau tau, dia harus ditemukan!"Usai mendengar kabar menghilangnya sang istri dari sopir keluarga, Aland gegas mendatangi toko roti tersebut. Wajah pria itu berubah memerah karena kesal akan kecerobohan yang dilakukan sang sopir. Tak hanya itu, dia juga begitu kesal pada Zara yang telah berani bertindak kekanak-kanakkan.Malam dengan hujan gerimis itu jadi sangat panjang untuk Aland. Kabar tentang hilangnya Zara pun telah terdengar oleh keluarga besar Floyd.Bermacam spekulasi bermunculan, mulai menebak-nebak apa alasan wanita itu pergi. Mama Emma menduga Zara pergi setelah mendapatkan apa yang dia mau selama ini … apalagi jika bukan uang."Periksa kamarmu Al, dia pasti membawa semua harta yang tersimpan di dalam kamar itu!" Kalimat ini adalah yang pertama kali dia teriakkan saat mengetahui kabar tentang hilangnya Zara.Aland sudah tak bisa berpikir jernih, pikirannya kini seperti benang kusut. Dia begitu mengkhawatirkan sang jabang b
“Sudah 6 tahun, Zara. Apa kamu berhasil melahirkan anak kita?”Aland berdiri di dekat jendela kaca yang ada di ruang kerjanya, menatap ke depan sana dengan tatapan yang nampak kosong. 6 tahun waktu telah berlalu dan dia belum bisa menemukan Zara beserta anaknya. Separuh hati pria itu kini telah hilang. Aland memang masih hidup, tapi dia seperti mati. Amarah yang dulu membara kini telah redup, ditenggelamkan oleh rasa penyesalan. Kecemasannya bukan hanya tentang buah hatinya, tapi juga Zara.“Apa kalian hidup berkecukupan?”Zara memang membawa uang 1 milyar ketika pergi. Namun, apakah uang tersebut mampu membuat hidup mereka jadi lebih baik? Atau … yang paling menyedihkan di antara itu semua adalah … apakah Zara dan juga anaknya masih hidup? Bagaimana kalau keduanya telah pergi?Aland merasa gamang, kakinya seperti kehilangan tempat berpijak, mengapung di lautan dan tak punya tujuan. Waktu nyaris menjelang malam, namun Aland tetap tak beranjak dari posisinya berdiri. Melihat matahari t
"Austin!" Enam tahun berlalu, kini Zara telah memiliki kehidupan baru. Zoya, begitulah nama barunya. Wanita itu memanggil anak semata wayangnya dari arah dapur. Sarapan telah siap tapi Austin–sang anak, belum juga keluar dari dalam kamarnya.Hari ini adalah hari pertama Austin akan memasuki sekolah taman kanak-kanak. Zoya sangat antusias. "Austin!" panggil Zoya sekali lagi dengan suara yang lebih tinggi, tapi nyatanya sama saja, tak nampak sang anak yang berlari menghampiri.Zoya lantas meninggalkan meja makan tersebut dan menghampiri sang anak. Rumah yang mereka tempati sekarang tidak terlalu luas, namun cukup nyaman untuk keduanya dan seorang asisten rumah tangga tempati.Uang 1 miliar milik Zoya dulu kini tak berbekas lagi, namun dia telah berhasil mendapatkan jati diri baru dan wajah yang baru, hidup menjadi Zoya membuat Zara merasa sangat aman. Meski sebenarnya keluarga Floyd masih menjadi momok tersendiri bagi wanita itu.Zoya masih tinggal di kota Servo, namun dia menepi dari
"Erile, bukankah anak ini terlihat seperti Zara?"Aland buru-buru memperlihatkan selembar berkas bertuliskan informasi dari seorang murid baru taman kanak-kanak pada Erile. Terdapat sebuah foto berukuran kecil di formulir pendaftaran sekolah taman kanak-kanak, Sekolah yang ada di pinggiran kota Servo, di daerah pantai.Semalaman Aland terus membaca berkas-berkas itu, entah sudah berapa gelas kopi yang dia teguk. Erile juga masih ada di sana dan terjaga semalaman, hingga saat ini waktu sudah menunjukkan jam 5 pagi.Erile segera melihat kertas itu dan memperhatikan secara saksama. Jika diperhatikan lekat-lekat, bocah itu memang terlihat seperti Nyonya Zara. Lebih mencengangkan lagi saat informasi kedua orang tuanya hanya ada nama sang ibu, tapi nama yang tertulis di sana bukan Zara Audie, melainkan Zoya Beatrice."Tapi Tuan, ibunya bukan nyonya Zara, tapi Zoya Beatrice."Erile terpaksa memperjelas tentang hal ini, dia tak ingin sang Tuan berharap terlalu tinggi. Karena jika jatuh, rasan
Di sinilah kini Aland berada, di salah satu restoran yang ada di daerah pesisir tersebut. Masih berada di dalam mobilnya, Aland memperhatikan restoran itu dengan lekat. Cukup banyak pengunjung di jam sore seperti ini. Semua orang di sana bahkan bisa menyaksikan matahari tenggelam secara langsung. Mungkin karena itulah Zoya memberi nama restorannya dengan nama The Sunset Restoran.Aland kemudian memutuskan untuk keluar dari mobilnya dan masuk ke dalam restoran itu. Sejak semalam belum mengkonsumsi makanan apapun membuatnya hendak makan di sini saja, meski selera makannya tak ada. Tapi setidaknya Aland butuh itu untuk bertahan hidup.Seorang pelayan menyambutnya di pintu masuk, "Mari Tuan, saya akan mengajak Anda menuju kursi yang masih kosong."Aland hanya mengangguk, dia memang kesulitan untuk menemukan kursi. Setelah masuk ternyata lebih banyak pengunjung yang dia lihat."Maaf Tuan, Anda ingin duduk sendiri atau nanti ada teman yang datang?""Sendiri," jawab Aland cukup cepat.Setelah