Share

Bab 4 - Austin Lewis

"Austin!"

Enam tahun berlalu, kini Zara telah memiliki kehidupan baru. Zoya, begitulah nama barunya. Wanita itu memanggil anak semata wayangnya dari arah dapur. Sarapan telah siap tapi Austin–sang anak, belum juga keluar dari dalam kamarnya.

Hari ini adalah hari pertama Austin akan memasuki sekolah taman kanak-kanak. Zoya sangat antusias.

"Austin!" panggil Zoya sekali lagi dengan suara yang lebih tinggi, tapi nyatanya sama saja, tak nampak sang anak yang berlari menghampiri.

Zoya lantas meninggalkan meja makan tersebut dan menghampiri sang anak. Rumah yang mereka tempati sekarang tidak terlalu luas, namun cukup nyaman untuk keduanya dan seorang asisten rumah tangga tempati.

Uang 1 miliar milik Zoya dulu kini tak berbekas lagi, namun dia telah berhasil mendapatkan jati diri baru dan wajah yang baru, hidup menjadi Zoya membuat Zara merasa sangat aman. Meski sebenarnya keluarga Floyd masih menjadi momok tersendiri bagi wanita itu.

Zoya masih tinggal di kota Servo, namun dia menepi dari hiruk pikuk. Tinggal di pinggiran kota dan membuka sebuah restoran. Satu-satunya keahlian yang dimilikinya hanyalah memasak, karena itulah dia membuka Restoran untuk menyambung hidup. Nasib baik sepertinya sedang berpihak pada Zoya, setelah 4 tahun dia merintis usaha itu kini telah memiliki 10 karyawan tetap. Mengurus bagian dapur, kasir dan pelayanan.

Tiba di kamar Austin Zoya melihat bocah tampan itu duduk di tepi ranjang dengan wajah lesu. "Hei, ada apa? Bukankah harusnya hari ini kita bersemangat? Hari ini adalah hari pertamamu sekolah."

Wanita itu berujar dengan suaranya yang lembut, dia berjongkok untuk mensejajarkan tubuhnya dengan sang anak.

Austin tidak langsung menjawab, bocah berusia 6 tahun itu lebih dulu menatap sang mama dengan lekat. "Teman-temanku pasti akan datang bersama kedua orang tuanya, sementara aku hanya akan datang bersama Mama. Apa aku benar-benar tidak punya Papa?”

Selalu saja pertanyaan yang sama tiap kali Austin melewati hari yang penting. Saat ini–ketika hari pertamanya sekolah, setiap tahun saat ulang tahunnya, atau tiap dia bisa melakukan sesuatu hal yang baru. Austin selalu ingin berbagi semua hal itu pada papanya juga, bukan hanya dengan sang mama.

"Maaf, Austin, tapi papamu sudah meninggal.” Zoya menatap mata sendu sang anak. “Dia memang tidak bisa hadir, tapi percayalah … di atas langit sana, dia sangat bangga padamu."

Itu adalah satu-satunya alasan yang bisa digunakan Zoya. Austin mengerucutkan bibirnya. Meski mamanya sudah berulang kali memberitahu sang ayah telah meninggal, tetap saja dia merasa sang mama sedang berbohong. Dia merasa ayahnya masih hidup, tapi entah di mana.

“Jika Papa masih hidup, apakah dia akan mengantarku ke sekolah?"

Zoya menganggukkan kepalanya cepat. Dia telah terbiasa berbohong pada sang anak, terlebih jika mengenai asal usul mereka. “Tentu saja, karena papa sangat menyayangimu."

Namun rupanya, Austine tak kehabisan pertanyaan. Bocah 6 tahun itu kembali mengutarakan pertanyaan yang tak disangka-sangka.

"Kenapa Mama tidak pernah menulis nama Papa di daftar kedua orang tuaku? Memangnya kalau sudah meninggal tidak dianggap lagi?"

“Aduh ….” Zoya menyentuh perutnya dan memasang wajah sakit perut, seolah kelaparan. "Mama sangat lapar, bisakah kita makan dulu baru bicara lagi?"

Selain berbohong, kini Zoya pun jadi ahli dalam bersandiwara.

"Apa benar nama papaku Lewis?" tanya Austin lagi, dia belum puas.

"Benar, itulah kenapa di akhir namamu ada nama Lewis. Austin Lewis."

"Jadi, itu nama belakang? Lalu, siapa nama depan papaku?"

"Em ... Roland Lewis," celetuk Zoya asal.

Austine menyipitkan matanya ke arah Zoya. Dia menjadi semakin curiga melihat gelagat mamanya. "Kenapa menjawab seperti itu saja Mama harus berpikir? Mama pasti bohong!"

Bukannya menjelaskan, Zoya justru kembali merespons pertanyaan Austin dengan menggebu-gebu. "Ahh bukan seperti itu, Mama berpikir karena Mama sedang lapar. Kamu yang jahat, membiarkan Mama kelaparan."

Sikapnya justru terlihat seperti anak kecil, sementara Austin adalah ayahnya yang berwibawa.

Dan mendengar jawaban sang mama tersebut, Austin makin mengerucutkan bibirnya. Dia mana tega membuat mamanya sakit. Selama ini hanya mama Zoya lah yang selalu ada untuknya, menjadi mama dan papa sekaligus. Austin sangat menyayangi mama.

"Baiklah, ayo kita sarapan.” Meskipun mama berbohong tentang sang papa, dia akan tetap menyayangi ibunya tersebut.

Zoya sontak tersenyum lebar. Dia bangkit dan bergidik sendiri, semoga tidak ada pria bernama Roland Lewis di dunia ini.

Jam 7 pagi Austin akhirnya telah tiba di sekolah. Dan ternyata benar, semua teman-temannya diantar oleh kedua orang tua mereka masing-masing. Menggandeng ibu dan ayah di sisi kiri dan kanan. Sementara Austin hanya menggandeng mama saja.

Zoya kemudian berjongkok untuk memastikan keadaan sang anak. “Hey, ingat apa yang Mama bilang tadi?”

Austin mengangguk lemah. Zoya bisa melihat dengan jelas luka yang terbesit di kedua mata sang anak. Tapi Zoya bisa apa? dia juga terpaksa untuk berbohong. Semakin lama Zoya semakin merasa takut jika suatu saat nanti Austin akan pergi meninggalkan dia.

Bagaimana jika setelah mengetahui bahwa ayahnya adalah seorang Aland Floyd, Austin jadi enggan untuk hidup dengannya. Karena faktanya dia masih seperti ini saja, tak bisa sehebat keluarga Floyd. Zoya takut, sangat takut.

Tiap malam dia selalu diselimuti ketakutan. Selalu memeriksa keluar untuk melihat, jangan sampai Aland ataupun orang suruhannya berhasil menemukan mereka.

"Masuklah, nikmati hari pertamamu sekolah, ya?"

Dia tersenyum lebar, berharap sang anak akan mengukirkan senyum yang sama. Namun yang dia lihat hanyalah senyum kecil dari Austin.

"Mama membawakanmu banyak ayam goreng untuk bekal. Nanti bagilah dengan temanmu yang lain, ya?" ucap Zoya lagi dan kali ini Austin mengangguk.

Bocah berusia 6 tahun itu kemudian memeluk sang ibu sebelum akhirnya dia berjalan untuk memasuki sekolah. Dan setelah melihat Austin masuk, barulah Zoya bisa menghembuskan napasnya lega. Dia harus tetap menyembunyikan kebenaran ini rapat-rapat.

‘Maafkan Mama, Austin.’

Comments (6)
goodnovel comment avatar
Sylvia Imelda Junus
kasihan maju mundur semua serba salah dalam menghadapi si anak, yang kuat sara
goodnovel comment avatar
iOS Tutor
......mantap
goodnovel comment avatar
Vira Yulinda
biar bgaimna pun austin membutuhkan ayah nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status