"Erile, bukankah anak ini terlihat seperti Zara?"
Aland buru-buru memperlihatkan selembar berkas bertuliskan informasi dari seorang murid baru taman kanak-kanak pada Erile. Terdapat sebuah foto berukuran kecil di formulir pendaftaran sekolah taman kanak-kanak, Sekolah yang ada di pinggiran kota Servo, di daerah pantai.Semalaman Aland terus membaca berkas-berkas itu, entah sudah berapa gelas kopi yang dia teguk. Erile juga masih ada di sana dan terjaga semalaman, hingga saat ini waktu sudah menunjukkan jam 5 pagi.Erile segera melihat kertas itu dan memperhatikan secara saksama. Jika diperhatikan lekat-lekat, bocah itu memang terlihat seperti Nyonya Zara. Lebih mencengangkan lagi saat informasi kedua orang tuanya hanya ada nama sang ibu, tapi nama yang tertulis di sana bukan Zara Audie, melainkan Zoya Beatrice."Tapi Tuan, ibunya bukan nyonya Zara, tapi Zoya Beatrice."Erile terpaksa memperjelas tentang hal ini, dia tak ingin sang Tuan berharap terlalu tinggi. Karena jika jatuh, rasanya akan sangat sakit.Aland membuang napasnya perlahan, hatinya sudah begitu berdebar saat melihat foto anak tersebut. Namun fakta bahwa Zoya bukan Zara membuatnya kembali sesak, hati yang diremat paksa oleh fakta."Tapi dia benar-benar terlihat seperti Zara, Ril.” Dia tarik kembali kertas itu dan menatap ulang wajah anak tersebut. ‘Austin Lewis,’ ucapnya di dalam hati. Tak ingin gegabah, Aland kemudian memilih untuk menyudahi pencarian mereka hari ini dan bergegas pulang. "Kita sudahi untuk hari ini."Sekitar jam 8 pagi akhirnya Aland tiba di rumah. Dia langsung disambut oleh Mama Emma. Wanita paruh baya itu bahkan langsung berlari menghampiri sang anak yang pulang dengan tampang yang begitu lelah."Aland, akhirnya kamu pulang sayang, ayo sarapan dulu, nanti baru istirahat."Mama Emma menyentuh lengan Aland untuk dipeluknya dan diajak ke meja makan. Namun, Aland justru menepis tangan itu, lalu pergi dari sana tanpa sepatah kata pun. Aland tak tahu, jika setelah itu Mama Emma kembali menangis.‘Maafkan Mama Al,’ batin Mama Emma.Selama ini memang dia lah yang paling menolak keras Zara ada di keluarga mereka. Mama Emma lah yang menghasut semua orang untuk membenci wanita itu. Padahal Zara adalah korban yang sesungguhnya karena Aland telah merenggut kesucian gadis itu. Kini, inilah karma yang harus dia dapatkan … perlakuan dingin dari sang anak yang entah kapan bisa mencair.Di dalam kamarnya, Aland langsung merebahkan tubuh di atas ranjang. Menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong.‘Austin Lewis, dia benar-benar mirip seperti Zara. Apa Zoya adalah Zara?’Aland masih terus memikirkan tentang anak itu. Tidak ada kebetulan di dunia ini, semuanya telah direncanakan oleh Tuhan.Menyadari itu, Aland segera bangkit dan membuka tas kerjanya. Dia keluarkan lagi kertas formulir pendaftaran sekolah milik Austin, dia baca teliti alamat sekolah tersebut."Aku harus melihatnya secara langsung!"Jika memang dia bukanlah anak yang dicarinya tak apa. Namun Aland sungguh ingin menemui. Ada gejolak di dalam dirinya yang tak bisa dikendalikan. Aland tak bisa hanya diam, dia harus segera berlari ke sana."Aland! kamu mau ke mana Al?" Mama Emma langsung berlari mengejar Aland yang hendak keluar dari rumah. Belum ada 1 jam Aland tinggal, bahkan Aland belum juga makan meski hanya sesuap nasi. Tapi sang anak justru hendak pergi lagi. "Aland!!"Sayang, teriakan mamanya tak lagi mampu menghentikan keyakinannya. Dia kembali memasuki mobil dan meminta sopir mengantarnya menuju alamat sekolah Austin."Jalan Pak."Daerah pesisir di Kota Servo. Aland membutuhkan waktu 8 jam untuk tiba di tempat tujuan. Saat dia tiba di sana waktu sudah menunjukkan jam 5 sore. Sekolah Austin Lewis jelas sudah tutup. Tapi Aland justru berdiri tepat di depan gerbang sekolah tersebut. Dia memutuskan untuk bertanya pada seseorang.“Maaf Pak, apa anda tau di mana rumah anak berusia 6 tahun bernama Austin Lewis?"Pria paruh baya yang ditanya mengerutkan dahi. Aland, pria di hadapanya ini nampak begitu asing. Di matanya, jelas terlihat jika Aland bukan warga lokal, melainkan turis."Anda siapa?"Sadar pertanyaan pertamanya menimbulkan kecurigaan, Aland buru-buru mengubah pertanyaannya. "Maaf, maksud saya di mana rumah Zoya? Zoya Beatrice, saya adalah kenalannya."Memang harusnya alamat Zoya yang dia pertanyakan, bukan Austin."Oh, rumah Zoya. Tapi lebih baik aku beri tahu alamat restorannya saja, ya?” putus orang tersebut. “Kamu ambil jalan ini, lurus terus lalu di pertigaan ambil sebelah kanan. Nanti, sekitar 10 kilometer ada sebuah restoran besar di sana, itu adalah restoran milik Zoya. The Sunset Restoran."Aland mengangguk lemah sebelum akhirnya dia mengucapkan kata terima kasih. Tak mengulur waktu lagi dia segera pergi menuju restoran tersebut. Meski bukan alamat tujuannya langsung yang dia dapatkan, tapi setidaknya kedatangannya membawa secercah titik terang.‘Austine, Zoya … aku akan memastikan langsung siapa kalian.’Di sinilah kini Aland berada, di salah satu restoran yang ada di daerah pesisir tersebut. Masih berada di dalam mobilnya, Aland memperhatikan restoran itu dengan lekat. Cukup banyak pengunjung di jam sore seperti ini. Semua orang di sana bahkan bisa menyaksikan matahari tenggelam secara langsung. Mungkin karena itulah Zoya memberi nama restorannya dengan nama The Sunset Restoran.Aland kemudian memutuskan untuk keluar dari mobilnya dan masuk ke dalam restoran itu. Sejak semalam belum mengkonsumsi makanan apapun membuatnya hendak makan di sini saja, meski selera makannya tak ada. Tapi setidaknya Aland butuh itu untuk bertahan hidup.Seorang pelayan menyambutnya di pintu masuk, "Mari Tuan, saya akan mengajak Anda menuju kursi yang masih kosong."Aland hanya mengangguk, dia memang kesulitan untuk menemukan kursi. Setelah masuk ternyata lebih banyak pengunjung yang dia lihat."Maaf Tuan, Anda ingin duduk sendiri atau nanti ada teman yang datang?""Sendiri," jawab Aland cukup cepat.Setelah
Aland berulang kali melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, melihat waktu yang seolah berjalan begitu lama. Sementara Erile sudah keluar dari dalam mobil ini sejak tadi, Aland telah memerintahkannya untuk mengalihkan perhatian Zoya.Jangan sampai pertemuannya mendapatkan penolakan dari ibu anak tersebut. Sungguh Aland sudah sangat tidak sabar untuk melihat Austin dari dekat, rasanya dia akan segera menemui Zara dan sang anak sekaligus.Seolah 6 tahun waktu pencariannya berakhir hari ini.Ketika Bell tanda pulang di sekolah itu berbunyi, Aland makin melebarkan penglihatannya. Dia lihat jelas Austin yang sudah keluar dan menunggu kedatangan sang ibu, hingga satu persatu temannya meninggalkan sekolah tersebut.Saat Austin sendirian di depan gerbang tersebut, barulah Aland turun dari dalam mobilnya dan menghampiri. Jantungnya berdegup dengan cepat, kedua matanya terasa panas seolah ingin menangis. Sumpah, Austin begitu mirip dengan sang istri.'Zara.'"Ehem!" dehem Aland
Aland tidak sendiri, dia bersama dengan Erile menginap di Flower Homestay. Beberapa kesepakatan telah mereka buat untuk bisa nyaman tinggal di tempat sederhana itu.Erile dilarang memanggil Aland dengan sebutan Tuan, dilarang menyebut nama keluarga Floyd di tempat ini, Aland dan Erile adalah sahabat.Bukan hanya mereka berdua juga yang tinggal di homestay tersebut, tapi ada juga 7 turis yang lain. Rumah Elea mampu menampung hingga 10 turis baik pria ataupun wanita."Dia benar-benar bukan nyonya Zara, Tuan," ucap Erile dengan berbisik, dia juga ikut mengintip pertemuan antara Zoya dan pemilik Homestay tempat mereka menginap.Namun Aland tidak menjawabnya dengan kata-kata, dia justru menatap Erile dengan tatapan yang begitu dingin. Tatapan yang membuat Erile sadar telah melakukan kesalahan, dia menelan ludah kasar."Maafkan aku ... Al," ucap Erile kemudian, lalu menelan ludahnya sendiri dengan susah payah.Kaku sekali lidahnya ketika menyebut sang Tuan hanya dengan nama seperti i
Menjelang jam 4 sore, Zoya mulai bersiap-siap untuk pulang. Dia memang hanya akan berjaga di siang hari saja. Selebihnya Zoya percayakan pada kepala pelayan di sini-Greysa.Masih duduk di kursi kerjanya, Zoya menatap wajahnya di sebuah kaca bulat yang selalu dia bawa di dalam tas. Zoya perhatikan lekat-lekat riasan wajahnya yang masih nampak sempurna. "Tapi lipstik ku sedikit pudar," gumam Zoya, lalu menambahkannya lagi agar terlihat merah merona.Berulang kali dia mengulum bibirnya sendiri untuk menyempurnakan penampilannya tersebut.Zoya benar-benar berusaha untuk jadi orang lain, dia tak ingin bayang-bayang Zara masih melekat di dalam dirinya, gadis lugu yang tak tau apa-apa dan hanya bisa pasrah. Kini Zoya berbeda, dia harus kuat demi sang anak."Cantik," puji Zoya pada dirinya sendiri, begitu percaya diri.Keluar dari ruang kerja itu dia langsung disambut oleh seorang pelayan, "Nyonya, ada telepon, katanya Austin mau kesini.""Loh, kenapa dia kesini? ini aku mau pulang."
'Bagaimana bisa Aland ada di sini dan bersama Austin.' Zoya mendadak membatu di tempatnya berdiri. 'Setelah Zara melahirkan, ambil anakmu dan ceraikan dia. Zara tidak pantas jadi bagian keluarga kita!' kalimat itu kini kembali berdengung dengan jelas di telinga Zara.Gemetar ketakutan yang dulu pernah dia rasakan sekarang kembali mendera lebih dahsyat.Zoya nyaris saja berlari untuk menarik Austin dari pria itu, sebelum akhirnya dia sadar saat mendengar sang pelayan berucap. "Nyonya Zoya, kenapa malah melamun. Ayo kita ke depan," ajak pelayan itu, dia bahkan memeluk lengan Zoya dengan erat. Hubungan Zoya dengan para pelayan di sana memang begitu dekat. Mereka sudah seperti keluarga.Dan panggilan Zoya yang ditujukan untuknya membuat dia sadar, bahwa sekarang ini dia adalah Zoya bukan Zara.Anggaplah Zara sudah mati.Zoya justru tidak boleh gegabah dan berakhir menunjukkan jati diri yang sebenarnya.'Tenang Zoya, tenangkan dirimu, jangan tunjukkan ketakutan mu. Sekarang kamu dan Aland
"Lakukan segala cara agar aku bisa berinteraksi lebih banyak dengan Austin," titah Aland. Dia dan Erile telah keluar dari The Sunset Restoran. Tapi keduanya masih berada di tepi pantai, belum kembali ke Homestay.Melihat Austin yang dibawa pergi menjauh darinya tadi membuat hati Aland kalut. Tim pencari Zara dan sang anak memang masih terus berlanjut, namun hati Aland berat sekali untuk tetap berada di tempat ini."Bagaimana jika anda jadi tenaga pengajar gratis di sekolah Austin?" tawar Erile, hanya itulah satu-satunya ide yang terpikir olehnya. "Jika Anda bersedia, malam ini juga akan saya urus."Aland tidak menjawabnya dengan kata-kata, dia hanya mengangguk kecil. Nyatanya tetap menggunakan kekuatan uang untuk memudahkan semua hal yang dia lakukan di tempat ini.***Semalaman ini Zoya terus memantapkan hati. 6 tahun waktu sudah berlalu dan selama itu pula dia telah hidup sebagai orang lain. Harusnya kini Zoya tak perlu lagi terbayang-bayang tentang masa lalunya.Tidak perlu takut
Zoya menelan ludahnya dengan kasar ketika dia mendengar ucapan Aland tersebut, 'Astaga, bagaimana bisa dia mengatakannya dengan begitu gamblang!' gerutu Zoya di dalam hati. Karena bagaimanapun saat ini mereka adalah dua orang asing.Harusnya Aland tidak seterbuka itu tentang masalah yang sedang dia hadapi.Malah jadi semakin tidak terima jika Aland mendekati anaknya dengan alasan tersebut. "Istri anda yang kabur ... kenapa malah terus mengganggu anak saya?! Lebih baik anda cari istri anda itu," balas Zoya, untunglah lidahnya tidak terasa kelu ketika menjawab. Meski sebenarnya pembicaraan ini membahas tentang dia sendiri.Jika dulu Zoya pasti tidak akan seberani ini untuk membalas ucapan Aland. Jangankan bicara dengan menggebu-gebu, menatap kedua matanya saja Zoya tidak akan mampu. Dulu saat masih menjadi Zara, Zoya benar-benar gadis yang lemah."Aku masih terus mencari mereka, hanya saja Aku juga ingin terus melihat Austin," jujur Aland, sejak tadi dia selalu menjawab jujur seperti ap
"Seperti ini lebih baik," ucap Aland. Dia tersenyum saat melihat pesan yang dikirimkannya pada Zoya sudah terbaca oleh wanita itu, dua tanda centang telah berubah jadi warna biru. Aland kemudian mulai naik ke atas motor maticnya, kini dia sudah bisa mengemudi kendaraan roda dua tersebut. Hanya butuh waktu satu hari untuk mempelajarinya."Sudah kembali Pak Guru," sapa nyonya Ressa, saat salah satu penghuni Homestay miliknya pulang. Meski dia sudah memiliki suami tapi tak pernah bosan memandang pria tampan itu, bahkan sering menggoda dengan sebutan Pak Guru. Aland menjawabnya dengan senyuman, semenjak tinggal di sini dia jadi lebih banyak tersenyum. orang-orang menganggapnya sebagai guru, bukan pemilik perusahaan raksasa di kota Servo."Om Erile lama sekali perginya, apa dia tidak akan kembali ke sini lagi?" tanya nyonya Ressa lagi. "Mungkin lusa dia akan kembali," jelas Aland. Sejak dua hari yang lalu Erile memang kembali ke kota, ada beberapa hal yang harus diurus, tentang penyelid