Share

Bab 5 - Tak Mengulur Waktu Lagi

"Erile, bukankah anak ini terlihat seperti Zara?"

Aland buru-buru memperlihatkan selembar berkas bertuliskan informasi dari seorang murid baru taman kanak-kanak pada Erile. Terdapat sebuah foto berukuran kecil di formulir pendaftaran sekolah taman kanak-kanak, Sekolah yang ada di pinggiran kota Servo, di daerah pantai.

Semalaman Aland terus membaca berkas-berkas itu, entah sudah berapa gelas kopi yang dia teguk. Erile juga masih ada di sana dan terjaga semalaman, hingga saat ini waktu sudah menunjukkan jam 5 pagi.

Erile segera melihat kertas itu dan memperhatikan secara saksama. Jika diperhatikan lekat-lekat, bocah itu memang terlihat seperti Nyonya Zara. Lebih mencengangkan lagi saat informasi kedua orang tuanya hanya ada nama sang ibu, tapi nama yang tertulis di sana bukan Zara Audie, melainkan Zoya Beatrice.

"Tapi Tuan, ibunya bukan nyonya Zara, tapi Zoya Beatrice."

Erile terpaksa memperjelas tentang hal ini, dia tak ingin sang Tuan berharap terlalu tinggi. Karena jika jatuh, rasanya akan sangat sakit.

Aland membuang napasnya perlahan, hatinya sudah begitu berdebar saat melihat foto anak tersebut. Namun fakta bahwa Zoya bukan Zara membuatnya kembali sesak, hati yang diremat paksa oleh fakta.

"Tapi dia benar-benar terlihat seperti Zara, Ril.” Dia tarik kembali kertas itu dan menatap ulang wajah anak tersebut. ‘Austin Lewis,’ ucapnya di dalam hati. Tak ingin gegabah, Aland kemudian memilih untuk menyudahi pencarian mereka hari ini dan bergegas pulang. "Kita sudahi untuk hari ini."

Sekitar jam 8 pagi akhirnya Aland tiba di rumah. Dia langsung disambut oleh Mama Emma. Wanita paruh baya itu bahkan langsung berlari menghampiri sang anak yang pulang dengan tampang yang begitu lelah.

"Aland, akhirnya kamu pulang sayang, ayo sarapan dulu, nanti baru istirahat."

Mama Emma menyentuh lengan Aland untuk dipeluknya dan diajak ke meja makan. Namun, Aland justru menepis tangan itu, lalu pergi dari sana tanpa sepatah kata pun. Aland tak tahu, jika setelah itu Mama Emma kembali menangis.

‘Maafkan Mama Al,’ batin Mama Emma.

Selama ini memang dia lah yang paling menolak keras Zara ada di keluarga mereka. Mama Emma lah yang menghasut semua orang untuk membenci wanita itu. Padahal Zara adalah korban yang sesungguhnya karena Aland telah merenggut kesucian gadis itu. Kini, inilah karma yang harus dia dapatkan … perlakuan dingin dari sang anak yang entah kapan bisa mencair.

Di dalam kamarnya, Aland langsung merebahkan tubuh di atas ranjang. Menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong.

‘Austin Lewis, dia benar-benar mirip seperti Zara. Apa Zoya adalah Zara?’

Aland masih terus memikirkan tentang anak itu. Tidak ada kebetulan di dunia ini, semuanya telah direncanakan oleh Tuhan.

Menyadari itu, Aland segera bangkit dan membuka tas kerjanya. Dia keluarkan lagi kertas formulir pendaftaran sekolah milik Austin, dia baca teliti alamat sekolah tersebut.

"Aku harus melihatnya secara langsung!"

Jika memang dia bukanlah anak yang dicarinya tak apa. Namun Aland sungguh ingin menemui. Ada gejolak di dalam dirinya yang tak bisa dikendalikan. Aland tak bisa hanya diam, dia harus segera berlari ke sana.

"Aland! kamu mau ke mana Al?" Mama Emma langsung berlari mengejar Aland yang hendak keluar dari rumah. Belum ada 1 jam Aland tinggal, bahkan Aland belum juga makan meski hanya sesuap nasi. Tapi sang anak justru hendak pergi lagi. "Aland!!"

Sayang, teriakan mamanya tak lagi mampu menghentikan keyakinannya. Dia kembali memasuki mobil dan meminta sopir mengantarnya menuju alamat sekolah Austin.

"Jalan Pak."

Daerah pesisir di Kota Servo. Aland membutuhkan waktu 8 jam untuk tiba di tempat tujuan. Saat dia tiba di sana waktu sudah menunjukkan jam 5 sore. Sekolah Austin Lewis jelas sudah tutup. Tapi Aland justru berdiri tepat di depan gerbang sekolah tersebut. Dia memutuskan untuk bertanya pada seseorang.

“Maaf Pak, apa anda tau di mana rumah anak berusia 6 tahun bernama Austin Lewis?"

Pria paruh baya yang ditanya mengerutkan dahi. Aland, pria di hadapanya ini nampak begitu asing. Di matanya, jelas terlihat jika Aland bukan warga lokal, melainkan turis.

"Anda siapa?"

Sadar pertanyaan pertamanya menimbulkan kecurigaan, Aland buru-buru mengubah pertanyaannya. "Maaf, maksud saya di mana rumah Zoya? Zoya Beatrice, saya adalah kenalannya."

Memang harusnya alamat Zoya yang dia pertanyakan, bukan Austin.

"Oh, rumah Zoya. Tapi lebih baik aku beri tahu alamat restorannya saja, ya?” putus orang tersebut. “Kamu ambil jalan ini, lurus terus lalu di pertigaan ambil sebelah kanan. Nanti, sekitar 10 kilometer ada sebuah restoran besar di sana, itu adalah restoran milik Zoya. The Sunset Restoran."

Aland mengangguk lemah sebelum akhirnya dia mengucapkan kata terima kasih. Tak mengulur waktu lagi dia segera pergi menuju restoran tersebut. Meski bukan alamat tujuannya langsung yang dia dapatkan, tapi setidaknya kedatangannya membawa secercah titik terang.

‘Austine, Zoya … aku akan memastikan langsung siapa kalian.’

Comments (6)
goodnovel comment avatar
Nadia Gina Fitria
neng sedih aku udah bli koin tp engga masuk .........
goodnovel comment avatar
Nadia Gina Fitria
makin penasaran nh......
goodnovel comment avatar
Sudan Melawi
sangat menarik karena isi novel bisa menambah wawasan kita
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status