Zoya menghidupkan ponselnya setelah dia selesai memakaikan baju Austin, kini bocah tersebut sudah nampak rapi dan wangi."Ma, aku keluar dulu ya?" pamit Austin, tapi belum sempat Zoya menjawab ponselnya sudah lebih dulu berdering, hingga mengalihkan sedikit perhatian Zoya terhadap Austin."Iya sayang," jawab Zoya buru-buru lalu segera melihat siapa yang menelpon, ternyata Rama.Dan sekarang Zoya jadi terasa ragu untuk menjawab panggilan telepon dari pria tersebut, semalam banyak sekali hal yang Zoya pikirkan tentang kelanjutan hubungannya dengan Rama. Rencana yang selama ini terlihat begitu jelas, kini mendadak jadi terasa seperti abu-abu.Zoya lantas melihat Austin yang membuka pintu dan keluar dari dalam kamar ini, meninggalkan dia sendirian dalam keadaan yang masih gamang.'Zoy, angkat telepon ku.' Pesan masuk dari Rama. Setelahnya kembali terdengar suara ponsel yang berdering.Dan setelah memantapkan hatinya sendiri, akhirnya Zoya pun menjawab panggilan telepon tersebut. "Halo," k
Setelah perlahan mengingat wajah asli Zoya, dokter Kania justru termenung. Karena seketika ingat dia sepertinya pernah melihat Zoya yang asli, tapi dimana? Dokter Kania terus coba untuk mengingat-ingat tapi selalu saja jalan buntu yang dia temukan. Dokter Kania lupa bahwa dia pernah melihat wajah Zoya yang asli melalui foto yang dibawa oleh Prisila Floyd beberapa hari yang lalu."Dokter, kenapa melamun?" tanya Zoya dan sontak membuyarkan semua lamunan dokter Kania. Dokter cantik itu lantas tersenyum dengan kikuk. "Tidak apa-apa Zoy," jawabannya kemudian. "Dokter, bisakah aku meminta tolong sekali lagi?" tanya Zoya, merasa sekaranglah waktu yang tepat untuk menyampaikan maksud dan tujuannya dia mengajak dokter Kania untuk bertemu."Apa itu Zoy? katakanlah, jika aku bisa membantumu aku pasti akan bantu.""Tolong tetap rahasiakan tentang operasi plastik yang pernah aku lakukan, sekarang aku sudah mendapatkan kehidupan yang lebih baik, aku tidak ingin ada masa lalu yang kembali mengusi
Setelah Zoya membersihkan tubuh sang anak karena habis bermain di taman, dia pun menuju dapur untuk mengambil jus buah yang dia pesan pada Seli.Zoya memesan dua gelas, untuk dia satu dan untuk Austin 1 tapi ternyata Seli hanya menyiapkan satu gelas saja. Melihat itu Zoya hanya mampu tersenyum hambar, perlakuan seperti ini memang sudah sering dia dapatkan, tapi Zoya sekalipun tidak pernah mengadu kepada Rama.Tapi di dalam hatinya tak benar-benar sepasrah itu, ketika dia dan Rama sudah menikah nanti, Seli adalah pelayan pertama yang akan dia usir dari rumah ini."Terima kasih, Bi," jawab Zoya bicara dengan bibir yang tersenyum manis, senyum yang justru membuat Seli berdecih di dalam hati.Dengan segelas jus buah itu akhirnya Zoya pun kembali ke dalam kamar sang anak, lalu menyerahkan gelasnya kepada Austin. "Sayang, minumlah jus buah ini agar tubuhmu jadi lebih segar," kata Zoya. "Siap Ma!" jawab Austin antusias.Awalnya Zoya tersenyum lebar ketika melihat reaksi anaknya tersebut, tap
Zoya duduk sendirian di salah satu sofa, sementara di hadapannya Aland duduk bersama sang kakak saling berdampingan. Zoya terus saja memalingkan wajah, meski merasa bahwa dia selalu diperhatikan oleh kedua orang tersebut. Sungguh, Zoya sedikitpun tidak ingin mengalami kontak mata dengan keduanya.Ada luka di dalam hatinya yang masih belum sembuh, atas semua sikap yang pernah dilakukan oleh kedua orang tersebut.Dan keheningan yang sejenak tercipta akhirnya pecah ketika sang dokter datang menghampiri, lengkap dengan sebuah amplop berwarna coklat di tangan kanannya."Ini adalah hasil tes DNA antara Austin dan tuan Aland, kita akan membukanya bersama-sama," terang sang Dokter, pria paruh baya dengan kacamata yang dia kenakan.Beliau juga langsung membuka amplop yang masih bersegel tersebut, hasilnya langsung dia tunjukkan kepada Zoya dan Aland karena ada dua rangkap data di dalam sana.Membacanya Zoya cukup bingung, sampai akhirnya dia lihat sebuah tulisan dengan warna hitam yang lebih
Aland dan Prisila membawa Zara menuju apartemen Aland. Tiba di sana Zoya makin dibuat tak bisa berkata-kata karena ada pula dokter Kania.Dunia Zoya rasanya hancur seketika itu juga, dia nyaris terhuyung jatuh namun untunglah kedua kakinya mampu dengan cepat untuk bertahan."Zoya," ucap dokter Kania dengan tatapan yang entah, ada rasa bersalah, namun ada pula rasa bingung dan bahagia. Semua bercampur jadi satu, namun dia tak bisa menebak bagaimana perasaan Zoya saat ini, bisa saja Zoya justru marah kepadanya."Ayo duduk," ajak Aland dengan suara yang terdengar begitu lembut, dia bahkan menyentuh tangan Zara untuk dibimbingnya duduk di sofa, namun dengan cepat Zoya menepis tangan itu."Aku bukan Zara!""Berarti Austin bukan anak mu," balas Aland tak kalah cepat, lengkap dengan tatapan yang begitu sayu. Aland bahkan memberi isyarat pada Prisila dan dokter Kania untuk pergi lebih dulu, dia butuh waktu bicara berdua dengan sang istri.Setidaknya Aland harus mendengar Zara mengakui diri.
Sesaat Zoya hanya terdiam saat merasakan sentuhan tersebut, tapi di saat kesadarannya kembali pulih Zoya dengan cepat mendorong dada Aland agar menjauh. Tapi sayang dia kalah tenaga, justru Aland mendorongnya hingga tersudut di dinding ruang tengah tersebut.Sementara ciuman Aland semakin dalam menguasai Zoya, satu-satunya cara yang terpikir agar bisa terlepas hanyalah mengigit bibir pria ini dengan kuat.Akh! Rintih Aland, dia melepaskan ciuman mereka dan merasakan rasa darah di bibir bawahnya.Sementara Zoya menatap tajam dengan nafas yang sudah terengah-engah. "Bajingan," ucap Zoya lirih."Sayangnya bajingan ini adalah suami mu," balas Aland, dia justru tersenyum, karena selepas ciuman itu ada rindu yang sedikit terobati di hatinya. Dia bahkan membelai wajah Zoya dengan lembut, meski pada akhirnya tangan dia kembali di tepis. "Wajahmu memang sudah berubah, Zara. Tapi sorot mata mu tidak berubah sedikitpun, hanya saja kini lebih tajam menatap ke arahku," kata Aland lagi. Senyum itu
Zoya sontak tertawa mendengar jawaban Aland tersebut, entah kenapa apapun yang keluar dari mulut pria ini terdengar seperti bualan di telinganya."Ya ya ya, semua hartamu akan beralih atas nama Zara Audie," kata Zoya, justru meledek ucapan pria tersebut. Seolah pemindahan tentang harta itu hanyalah hal sepele bagi Aland, sementara pikiran yang ada di dalam kepala Zoya sangat kompleks, mama Emma dan kak Prisila tidak akan pernah menyetujui tentang hal itu."Kamu tidak percaya padaku?""Tidak," balas Zoya dengan cepat."Tapi aku akan benar-benar melakukannya, dan saat semuanya sudah beres kamu harus terima untuk jadi istriku lagi." Aland tersenyum dengan lebar, sampai membuat Zoya seketika terdiam, karena mendadak takut jika Aland benar-benar menuruti permintaannya tersebut.Masih duduk dengan jarak yang sangat dekat di sofa itu, Aland pun merogoh ponselnya di dalam saku celana. Dia coba untuk menghubungi sang kakak.Saat panggilan telepon itu terhubung, Aland tidak beranjak dari dudukny
"Aland, ponselmu berdering, mungkin itu panggilan telepon yang penting," ucap Zoya, dia coba mendorong Aland agar bangkit dari atas tubuhnya.Aland yang juga mendengar suara ponsel itu pun dengan segera menuruti ucapan sang istri, tapi meski begitu dia tidak benar-benar melepaskan Zara. Karena di saat mereka kembali duduk Aland tetap memeluk pinggang istrinya lalu mengambil ponsel yang ada di saku celananya.Ternyata panggilan telepon tersebut berasal dari Rama.Aland cukup memahami kenapa pria ini menghubunginya, pasti sebelumnya Rama telah berulang kali menghubungi nomor ponsel Zara tapi tidak mendapatkan jawaban, karena itulah Rama kini menghubungi dia."Ini adalah panggilan telepon dari Rama, aku akan menjawabnya," ucap Aland, meminta izin kepada sang istri untuk menjawab panggilan telepon tersebut.Sedangkan Zoya hanya diam, enggan menjawab. Dia merasa hubungan mereka belum sedekat Itu untuk saling meminta izin satu sama lain, apalagi hanya demi sebuah panggilan telepon."Halo,"