“Kamu bercanda!” Calix berseru dalam keterkejutan luar biasa.Wilder, dan Heros masih terkesiap mendengar cerita Iveryne tentang tradisi pernikahan Elf. Raut wajah mereka mencerminkan kombinasi kekaguman, kejutan, dan ketegangan menyeluruh.Iveryne baru selesai menceritakan tentang tradisi pernikahan para Elf yang hanya terjadi satu kali seumur hidup. Para Elf hidup sampai seribu tahun lamanya, dan mereka tidak boleh berganti pasangan.Jika pihak pria melakukan kekerasan dalam hubungan pernikahan, atau berselingkuh, hukumannya adalah kematian dan kutukan Dewi Bulan, maka jiwa mereka akan mendekam di neraka selamanya.Hal yang sama jika yang melakukannya pihak wanita. Bedanya, para pria akan dihukum mati di depan seluruh bangsa Elf, namun para wanita akan hidup dalam pengasingan sampai hari kematiannya.Calix, Wilder, dan Heros terdiam sejenak, menerima informasi ini dengan wajah-wajah yang mencerminkan kekagetan dan keheranan. Atmosfer yang tadinya ceria berubah menjadi serius dan teg
Gua Luminaria dipenuhi keindahan yang tak terlukiskan. Mereka menjelajahi lebih dalam, mereka menemukan terowongan berkilauan, dipenuhi dengan Lumiflora yang mekar dengan warna-warna cerah. Bunga-bunga ini memberikan cahaya lembut dan memancarkan aroma yang menenangkan. Lumiflora yang mekar memberikan warna-warna yang semakin intens, menciptakan panorama alam yang magis. Terowongan di sekitarnya dipenuhi cahaya yang terpantul dari kristal-kristal biru kehijauan yang tersembunyi di dinding gua.Ethereion Elder menjelaskan, “Bunga-bunga ini tumbuh dari kekuatan kristal energi, dan batu Equilibria. Mereka adalah penjaga kehidupan dan keharmonisan di sini.”Iveryne, memandang bunga-bunga itu dengan penuh kekaguman, berkata, “Sungguh luar biasa! Aku belum pernah melihat keindahan alam semacam ini sebelumnya.” Wilder ternganga, ini adalah contoh langsung keindahan yang tidak pernah ditemukannya.Ethereion Elder menambahkan, “Luminaria tidak hanya tempat perlindungan bagi batu Equilibria,
“Aku harap aku tidak pernah pergi dari sini,” Calix bergumam, suaranya teredam karena wajahnya di telungkupkan di antara bantal yang terbuat dari serat alami yang lembut dan nyaman. Bantal-bantal itu disediakan di tempat tidur mereka untuk menambah kenyamanan saat mereka beristirahat di Gua Luminaria.Para Ethereion memberikan tempat peristirahatan di dalam Gua Luminaria, sebuah ruangan yang dihiasi dengan gemerlap kristal bercahaya. Di pojok ruangan terdapat empat tempat tidur yang terbuat dari bahan yang tampaknya mengalir dari dinding gua itu sendiri. Tempat tidur itu mengundang dengan penampilan yang mewah dan kenyamanan yang begitu nyata. Setiap tempat tidur dilengkapi dengan selimut halus yang terbuat dari serat alami, memberikan sensasi hangat dan nyaman bagi siapa pun yang berbaring di atasnya.“Bahkan lebih nyaman dari tempat tidurku di Ashtanshire!” Heros menambahkan sembari berguling-guling teramat riang. “Aku bersedia membayar untuk tinggal di sini!” tambah Wilder, mata
Di perbatasan Luminaria, mereka mencapai tempat berteduh, dikelilingi dinding batu yang menjulang tinggi di sekelilingnya. Di tengah-tengah, mereka menyalakan api kecil yang mengeluarkan percikan-percikan cahaya kehangatan. Duduk di sekeliling api, mereka merasa terlindungi dari guyuran hujan yang semakin deras. Iveryne duduk tertegun, matanya terpaku pada burung hantu putih di dekatnya, yakni Archer.Dengan wajah yang masih memancarkan keheranannya, duduk di antara teman-temannya. Tatapan matanya terus mengarah pada Archer yang duduk tenang di cabang pohon di dekatnya.“Wah, hujan ini benar-benar tak kenal lelah,” ujar Calix sambil menepuk-nepuk bahunya untuk menghangatkan diri.“Tapi, ya, setidaknya kita aman di sini,” sahut Wilder sambil menggenggam tangan Heros yang berada di sampingnya.Saat Wilder menggenggam tangannya, Heros merasa jijik dan terkejut. Ia menarik tangannya dengan cepat, merasa jijik setengah mati dengan sentuhan tersebut. Mata Heros memancarkan ketegangan dan k
“Aku sudah pasti kamu, tapi kamu belum tentu aku.” Kata-kata itu menyayat hati Iveryne, menciptakan gelombang kecemasan yang merambat dalam dirinya. Ketika dia menoleh, sekilas, ada sosok gadis lain di belakangnya, tapi kakinya tergelincir hingga jatuh.Terbangun dengan nafas kacau, ia merasakan beban menggantung di bahunya, menggoyahkan keyakinannya, serta membingungkan pikirannya tentang makna dari mimpinya yang misterius itu.“Aku mungkin terlalu lelah.” Dia bergumam pada dirinya sendiri sembari meremas rambutnya. Dia membuka mata, menoleh tiba-tiba, menemukan gulungan perkamen takdir tergeletak di sebelahnya.Warna coklat gelap dari gulungan itu memancarkan aura misterius yang membuatnya merinding. Dengan gemetar, dia menggenggam gulungan itu dan membuka lembaran-lembarannya dengan hati-hati. Namun, saat ia melihat ke dalam, kekosongan masih menghantui halaman-halaman. Tak ada tanda-tanda pesan atau petunjuk apapun. “Apa yang aku lewatkan?” Dia memutar, membolak-balikkannya seca
Setiap nada yang tercipta terasa begitu mendalam, membelai telinga dengan kelembutan yang memikat hati siapa pun yang mendengarnya. Wilder merasa seakan-akan diselimuti oleh keajaiban yang mengalir dalam setiap nuansa melodi yang mengalun, merasakan getaran emosi yang tidak pernah dirasakannya sebelumnya. Sementara itu, keajaiban tak luput memengaruhi Heros dan Calix, yang ikut terpesona. Mereka terdiam, terbuai keindahan suara yang mengalun lembut di tengah hari yang sunyi. Tidak ada yang bisa memalingkan diri dari pesona alam yang menakjubkan ini, seakan-akan mereka sedang terjebak dalam dunia yang penuh keajaiban dan misteri.Reiger, tiba-tiba merasakan sesuatu yang ganjil. Matanya melotot saat melihat bayangan perempuan cantik di permukaan air. Wajahnya memancarkan pesona menakjubkan, tapi matanya, yang memancarkan cahaya biru samudera yang dalam, memberi tahu Reiger bahwa sesuatu yang jauh lebih ganas menyelinap di balik penampilan itu.“Tidak mungkin ... ini bukan rumah mereka
Dalam kegelapan laut yang membingungkan, Reiger berusaha keras untuk mempertahankan keseimbangan mereka. Ia meraih tali perahu dengan erat, mencoba menahan serangan liar dari siren yang menggoyahkan perahu mereka dengan keras.Sementara itu, Calix dan Heros bergumul dengan ombak ganas yang menerjang. Mereka bekerja keras untuk menjaga stabilitas, tetapi kekuatan siren begitu kuat sehingga mereka kesulitan.Iveryne, yang masih terkejut oleh kehadiran siren, berusaha keras untuk tetap tenang. Dengan gemetar, dia mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi, tetapi kegelapan malam dan gemuruh air membuatnya kesulitan untuk memahami situasi dengan jelas.Perahu mereka terombang-ambing di atas amukan gelombang, dan suara jeritan angin laut bercampur dengan raungan ombak yang menakutkan. Mereka berjuang untuk bertahan, bertekad untuk tidak terperosok ke dalam kegelapan laut yang gelap dan menyeramkan.Sementara Reiger berusaha mempertahankan kendali perahu, tiba-tiba ia merasa tarikan kuat
Dalam ketegangan yang menusuk, mereka akhirnya menemukan diri mereka terdampar di sebuah pulau kecil yang tidak mereka kenal. Terlelap oleh kelelahan, mereka terbaring di pantai yang berpasir putih, menyadari bahwa mereka harus segera mencari perlindungan dari bahaya yang mungkin mengancam. Ini sudah subuh. Matahari samar-samar menunjukkan cahayanya, menyinari pulau itu dengan cahaya keemasan yang lembut. Wilder, Heros, Calix, Iveryne, dan Reiger bangun dengan perasaan lega, mereka selamat dari badai yang mengerikan. “Dimana kita?” Wilder bertanya, setengah linglung.“Entahlah. Pulau ini tidak ada di peta.” Reiger menyahut sambil menepuk-nepuk pakaiannya, seperti yang lain. Tapi pasir-pasir pantai masih menempel karena pakaian mereka yang basah.“Dia benar-benar menelan peta itu.” Wilder melotot, berikutnya, sebuah tepukan keras menghantam kepalanya. Calix, di belakang, ikut melotot. “Kan sudah aku ceritakan kalau kami berasal dari sini.” Dia segera berjalan di sebelah Iveryne, ma