Satu pemandangan pun dilihatnya kembali. Leona membawa secangkir kopi untuk Lucas."Wanita hina!! Lihat saja, makin lama wanita itu makin ngelunjak. Diberi hati meminta ampela."Melihatnya sering menjumpai Lucas dan memberikan banyak perhatian pada putranya tersebut membuat Mira makin membencinya.Mira menunggu Leona keluar dari ruang kerja Lucas, ia sedikit gemas. Ingin rasanya memberi perhitungan kecil untuknya.Dari kejauhan Mira mengikuti langkah Leona sampai wanita itu masuk kamarnya.Brak!Leona terkejut melihat Mira tiba-tiba ada bersamanya di dalam kamar. Entah ia masih menerka, untuk apa wanita itu masuk saja ke kamar tanpa alasan."Nyonya?"."Sini kamu!" Mira menarik tangannya sampai masuk ke dalam kamar mandi. Leona merasakan ketakutan, dalam pikirannya sudah terpikirkan jika wanita itu pasti akan melakukan sesuatu terhadapnya. Nafasnya sengal, ia harus berbuat apa? Apa ia harus melawan wanita ini? Bukankah ia juga ibunya?"Nyonya, apa yang akan Anda perbuat? Tolong lepas
Keesokan harinya ...Saat mereka semua berkumpul di meja makan untuk melakukan rutinitas sarapan pagi.Lucas melihat kesana kemari. Membuat Mira gemas untuk bertanya, "Kau sedang mencari siapa? Assisten dapur, hah?" Meski Mira pun tahu, siapa yang sedang di carinya. Ia memperhatikan Lucas sebentar, lalu kembali melanjutkan makannya.'Syukurin kau Leona! Biar kau jera, aku yakin setelah ini kau tidak akan berani mendekati putraku lagi. Dasar wanita hina!' batin Mira. Beberapa kali ia tersedak dan gegas minum."Berhati-hatilah Ma," suruh Papa Lucas."Aku tidak melihat Leona pagi ini. Ada yang melihatnya?" Lucas melihat satu persatu wajah mereka sembari menunggu salah satunya membuka suara.Elisa menggeleng, "Tidak, Mas. Aku tidak melihatnya sejak tadi. Apa dia masih di dalam kamar belum bangun? Tumben juga." "Bibik!!!""Ya Tuan?" Dua asisten dapur yang belum selesai dengan pekerjaan dapurnya gegas lari dan bersiap berdiri di belakang Lucas untuk menghadap."Kalian tahu di mana Leona?!"
"Katakan siapa yang berbuat semua ini?!" Pandangan matanya tajam, seakan Lucas sedang mengintimidasi mereka berdua. Ia menyapu ke arah wajah mereka secara bergilir.Elisa sungguh merasa sakit hati dengan apa yang di lihatnya di dalam kamar Leona, batinnya teriris. Meski ia yang menyuruhnya menikahi Leona, tapi bukan seperti ini yang di kehendaknya. Elisa berdiri menghadapnya tanpa rasa takut. Murka Elisa melebihi kemurkaan yang di tunjukkan Lucas padanya.Dua manik mata Elisa melotot, hampir tidak berkedip. Gegas ia mengangkat satu tangan dan melayangkan sebuah tampa_ran keras ke wajah Lucas.PLAK!!Setelah itu di susul umpatan yang mungkin akan membuat hatinya lega. "Suami breng_sek!! Saat ini kau sangat menyakiti hatiku, Mas Lucas!! Apa yang kau perbuat di dalam kamar Leona? Hah!! Aku tidak bisa menerima begitu saja!!" bentak Elisa. Wajahnya merah padam. "Aku di sini adalah istrimu! Beraninya kamu menyakiti di depan mataku? Kau pikir aku tidak sakit. Perasaan ku tetap sama seperti w
"Selamat Pak Beni, hari ini Anda dinyatakan bebas." Pria berseragam coklat dengan atribut lengkap menjabat tangannya dengan senyum mengembang."Terimakasih Pak polisi." Ia menjawab dengan senyum lebar. Tidak ada yang ia bawa selain tangan kosongnya."Berterima kasihlah pada Tuan Lucas, berkat beliau Anda bebas!" sanggahnya.Beni mengernyitkan keningnya. 'Mungkin atas bantuan Nyonya Elisa, karena dialah yang mau membantu Leona melunasi hutang-hutangku dengan cara menerima tawaran menikah dengan suaminya. Ah konyol sekali wanita itu.'Tampak wajahnya penuh dengan rambut mengitari dagunya. Kusam tak terawat. Meski hanya beberapa bulan dalam penjara.Menatap langit yang cerah hari ini, ia menghirup nafas dalam-dalam, tak sabar melewati hari-hari yang tentunya akan menyenangkan nantinya.Tak ada uang di dalam saku celananya. Beberapa lembar yang pernah di berikan Leona padanya telah habis.Tidak mungkin ia bisa membayar angkot, apa yang akan di bayarkan olehnya. Satu sen pun ia tidak ada.
"Edo ... Bagaimana keadaan Pak Beni sekarang?!" Pertanyaan pertama yang di lontarkan setelah Edo menyelesaikan tugasnya membantu mengeluarkan ayah Leona dari dalam penjara. Pria mudah berjas itu berdiri tegap dan menganggukkan kepalanya. "Pak Beni sudah keluar tadi pagi, Tuan.""Lantas sekarang Pak Beni ke mana? Apa dia pulang ke rumahnya?! Apa kau mengantarkannya?" Edo mengernyitkan kening. Pekerjaannya ia lakukan setengah-setengah. Bahkan ia tidak memastikan Beni ke mana. Dengan perasaan sesal Edo menggeleng kepala. "Maaf, Tuan. Saya tidak mengikuti kemana perginya pria tersebut. Aku pikir ia akan pulang dengan selamat." "Dasar kau tidak bisa diandalkan, Edo!! Pekerjaan sepele saja, kau tidak becus!""Maafkan saya, Tuan. Saya akan segera mencari tahu keberadaan Pak Beni.""Baik. Berikan laporannya kepadaku tiap ada informasi sekecil apapun."Pria itu menundukkan kepala. Berjalan mundur seraya mengatakan, "Saya permisi."Lucas berdiri di depan pintu utamanya memperhatikan Edo sam
"Menurutmu??""Mas!! Maafkan kesalahanku, Mas!!" Elisa berteriak, ia menghalangi langkah Lucas pergi. Dengan melingkarkan tangannya di perut sang suami."Aku sangat membencimu, Sa! Dari dulu aku selalu mempercayaimu, bahkan aku sabar menghadapi sikapmu yang selama ini manja padaku, bertahun-tahun aku redam perasaan kesal ku terhadap mu, demi menjaga bahtera rumah tangga kita agar tetap utuh selama nya, meski Tuhan masih belum mempercayakan anak pada kita. Aku baru sadar, banyak sikapmu yang telah melampaui batas!! Dan lihatlah perutmu itu, kamu bahkan membohongi orang tua ku demi mendapatkan perhatian darinya!! Shitt!! Ingin sekali aku ucapkan, jika aku menyesal menikah' denganmu, Sa!!" umpatan demi umpatan di lontarkan dari mulut Lucas.Karena tak kuasa, Elisa sampai menutup telinganya rapat. "Cukup, Mas! Cukup! Aku tidak tahan mendengarnya!!"Lucas mendorong tubuh Elisa sampai terjatuh kembali. Ia sampai menguraikan air mata melihat kejamnya Lucas padanya. Beberapa tahun lamanya, pr
Elisa berdiri di depan pintu kamar Leona, menunggu pria atau wanita itu membuka pintu. Melihat jam di tangan telah menunjukkan pukul 05.00 pagi."Apa mereka tadi malam lembur? Hingga aku belum melihat Leona turun dari kamarnya?!"*****"Tuan, Bangun."Leona menepuk bahu Lucas perlahan, sembari memperhatikan wajahnya yang amat tampan. Beberapa saat ia tersihir karena karisma sang suami. Meski sedang tidur pun, ia terlihat begitu tampan.'Ah ... Leona, sadarlah! Dia bukan milikmu, dia milik orang lain.'Ia memukul keningnya, ketika pikirannya membayangkan kejadian semalam. Sangat indah dan ingin terulang sepanjang malam. "Tuan, bangun. Bukankah Anda harus segera menyiapkan diri?"Tak lama kemudian pria yang hanya mengenakan celana pendek itu menggeliat. Manik matanya perlahan terbuka. Ia melihat pemandangan lain. Biasanya setiap pagi, ia melihat Elisa yang berantakan. Jangan memakai hijab, mandi pun menunggu matahari menyengat kulit.Leona berdiri dengan balutan hijab instan, meski mem
Beberapa bulan telah berlalu, sifat dan sikap Lucas makin dingin padanya. Kebahagiaan yang sebentar dulu hanya akan menjadi angannya.Berharap Lucas sedikit memberinya perhatian, malah kali ini ia tak acuh padanya. Elisa pun tiap hari hanya mencari muka saat ada Lucas di sampingnya. Tepat sembilan bulan usia kandungan Leona. Terkadang beberapa kali ia merasa kram perut. Ia merasa jika mungkin hari kelahiran akan segera tiba.Berjalan berlahan sambil memegang perut dan punggungnya. Sudah sangat begah sekali jika ia berjalan terlalu lama. Seperti biasa pagi ini ia membersihkan lantai yang tampak berdebu. Asisten rumah tangga tertua telah melarangnya, karena Leona tipe wanita pekerja keras, ia tidak mau menurut."Maaf Bik. Saya hanya menyapu saja kok. Bukan pekerjaan yang berat bukan?! Lagipula saya bosan jika harus berdiam diri, orang hamil harus banyak bergerak Bik, biar persalinannya mudah," ungkapnya."Ya, tapi Bibi takut di marahi Nyonya Elisa, jika terjadi sesuatu pada Nyonya Leo