Iring-iringan pengantin memasuki beranda kuil dengan diiringi musik yang berasal dari ryuteki, hocchiku dan nohkan. Meski namanya berbeda, tapi semua alat musik itu berbentuk seruling. Hanya bentuk dan bahan pembuatnya yang berbeda. Tentu nada dan suara yang dihasilkan akan berbeda juga.
Ayu mungkin akan menikmatinya jika saja tidak sedang bekerja keras berkonsentrasi agar tidak jatuh. Berat kimono yang dipakainya mulai membuat tubuhnya tidak nyaman, dan Ayu takut sekali ia akan membuat kekacauan dengan terjatuh.
Ketakutan itu bahkan mengalahkan ketegangan yang tadi dirasakannya. Tapi Hide masih merasakan ketegangan itu. Tangannya yang menahan tubuh Ayu masih sangat dingin oleh keringat. Hide merasa heran, karena jelas ia tidak merasakan hal yang sama saat menikah dengan Karin.
Saat itu mereka melakukan pernikahan ala barat&mdas
Ayu sudah nyaris tertidur saat Hide membawanya pulang. Tapi terbangun saat Hide menurunkannya di futon. Tidak ada ranjang di rumah itu, Hide terpaksa membaringkan Ayu pada futon dan itu membuatnya terbangun.“Aw!” Ayu mengeluh karena obi yang dipakainya menyakiti punggung. Obi itu berukuran cukup besar, tentu akan terasa mengganjal saat ia berbaring.Ayu langsung duduk sambil memandang sekitar. Ia melepaskan rambut palsu yang ada di kepalanya, lalu menatap satu-satunya benda hidup lain di kamarnya.“Kau baik-baik saja?” tanya Hide, sambil melambaikan tangan di depan wajah Ayu. Ia bangun tapi kesadarannya tidak sempurna.Ayu tersenyum dan menangkap tangan itu. “Tentu saja aku baik-baik saja… Danna—sama.” Ayu kembali mengulang panggilan itu sambil merangkup pipi Hide.&
“Lavender!” Ayu berseru dengan sekuat tenaga, dan berlari menghampiri bentangan luas taman lavender yang muncul di hadapan mereka. Hide untung saja gesit dalam mengejar, jadi tidak ada drama Ayu berguling-guling di tanah.“Jangan berlari tiba-tiba seperti itu.” Hide menegur.“Tapi itu indah!” Ayu menunjuk warna ungu terhampar di depannya. Ayu lalu menghirup aroma segar di udara yang tentu juga berasal dari kumpulan bunga itu.“Bagaimana kau bisa menemukan tempat ini?” Ayu berseru sambil mengangkat tangan di udara.“Bekerja keras. Aku harus menemukan tempat yang membuatmu terkesan.” Hide berdiri di samping Ayu, tapi lebih tertarik untuk memandang wajah Ayu ketimbang padang lavender.Dan soal kerja keras itu adalah bohong. Ayu pada dasarnya akan mudah terkesan dengan pemandangan indah apapun, dan karena ingatannya bersih, maka semua pemandangan adalah baru untuknya.Hide hanya perlu m
“Ini sangat Wow.” Ayu membuat gerakan membuka jari di samping kepalanya, untuk mengungkapkan jika otaknya kembali penuh oleh keindahan. Kali ini ia terpesona oleh pemandangan yang ada di luar kamar hotelnya.Ayu menoleh untuk mencari Hide, karena tidak mendengar tanggapan apapun atas ucapannya itu. Tapi rupanya Hide belum mengikutinya masuk ke kamar.Hide masih tertahan di pintu, bicara pada bellboy yang ikut membawa barang mereka ke kamar. Entah tentang apa, dan Ayu tidak ingin tahu.Ia kembali memalingkan wajah untuk melihat ke luar jendela. Kamar hotel itu bisa dikatakan unik. Bentuk hotel itu secara keseluruhan mengikuti gaya barat—bahkan namanya saja Furano La Terre.Tapi kamarnya merupakan campuran klasik Jepang. Ada ruangan ber-tatami dengan meja rendah tapi ada ranjang juga. Tapi Ayu jelas ti
Sapuan bibir Hide, menghilangkan daya dalam tubuh Ayu. Tubuhnya pasrah dan menggelayut sepenuhnya dalam pelukan Hide, semakin terasa hangat saat lidah Hide mendesak bibirnya untuk membuka.Ayu hanya bisa menurut saat Hide mendorong perlahan ke dinding, merangksek, meminta apa yang selama ini dinantikannya dengan sangat sabar. Hide melepaskan bibirnya, menyusuri pipi dan rahang Ayu, lalu mendesakkan gigitan gemas pada lehernya.“Ini bukan mimpi… kau milikku… kau benar-benar menjadi milikku…” Hide bergumam, sedikit kebingungan karena nafsunya bercampur dengan haru dan kebahagiaan.Sangat tidak mudah mempercayai bagaimana Ayu saat ini bisa menjadi miliknya. Setelah sekian lama—bertahun-tahun hanya percaya jika Ayu adalah sesuatu yang mustahil untuk diraih. Benda terlarang yang seharusnya tidak untuk disentuh olehnya.“Ya… Aku di sini.” Ayu membalas dalam bisikan, lalu melakukannya dengan lebih rapi.
Bahagia dan bersemangat saja, tidak bisa menggambarkan emosi Ayu saat ini.Deretan stal yang ada di kedua sisi jalan, memperlihatkan aneka barang dagangan, serta bermacam permainan membuat Ayu nyaris tidak berkedip. Mata Ayu yang melebar sempurna, memantulkan cahaya—dari lampion beraneka ukuran yang ada sekitarnya, saat ia memutar tubuhnya ke segala arah. Seakan tidak ingin melewatkan satupun detail semua benda yang ada di sekeliling.Ayu tidak mengingat dirinya menyukai festival musim panas, tapi ia langsung tahu jika hal itu benar, satu detik setelah ia melihat keramaian. Tidak ada satu kata pun yang bisa menggambarkan perasaannya dengan benar. Semua terasa indah, bahagia, menyenangkan, tapi sekaligus lebih dari itu. Kesempurnaan level tertinggi.“Bagaimana kalau kita membeli itu?” usul Hide, setelah berapa saat menem
“Kau cantik,” kata Ryu.“Apa… Kau waras atau tidak? Aku baru saja menyebut banyak hal, dan hanya itu yang bisa kau katakan?” Kyoko mendesis—terpaksa mendesis karena tidak bisa berteriakMereka sedang ada di tengah pesta yang kemarin disebut Kyoko. Pesta dimana Ryu seharusnya tidak ada, karena pesta itu hanya untuk para pemegang saham di MOL, dan juga beberapa pegawai pada tingkat manajemen yang cukup tinggi.Kyoko tadi mendapat kejutan saat melihat Ryu dengan santai melenggang masuk. Tentu saja Ryu memakai dalih menjadi wakil dari Hide untuk datang. Tidak ada yang berani melarangnya jika sudah seperti itu.“Kau sudah bersusah payah untuk masuk ke pesta ini, dan hanya itu yang ingin kau bahas?!” Kyoko kembali mendesis jengkel.Sebelum Ryu memujinya tadi, Kyoko sudah me
“Kau mengenal Sato–san dengan akrab?” tanya Murakami saat meninggalkan ruangan tempat pesta terlaksana. Ia tentu sedikit heran melihat Kyoko bisa mengobrol akrab dengan Ryu.Mereka menyusuri lorong menuju pintu, melewati lobi cantik dan mewah yang bernuansa temaram. Pesta itu mengambil tempat di aula salah satu hotel besar di Tokyo, dan Kyoko tidak akan heran jika hotel itu milik Kuryugumi.“Tidak terlalu. Kami bertemu beberapa kali karena Hi… Sandaime.” Kyoko nyaris saja hanya menyebut nama Hide. Ryu tidak akan mempermasalahkan, tapi untuk Murakami tentu akan sangat aneh.“Oo, Ya, mereka biasanya sering bersama.” Murakami mengangguk.“Apa kau sudah lama bekerja untuk Sandaime?” tanya Kyoko.“Belum lama. Baru sekitar tiga tahun ini,” j
“Aku hanya ingin kau membantuku memeriksa apartemen apakah sudah aman atau tidak.”Kyoko memprotes selama perjalanan dan mengulangnya selama perjalanan menuju rumah Ryu. Bahkan saat mobilnya telah berhenti.“Tidak. Jika aku membantu memeriksa apartemenmu, maka akan ada kemungkinan siapapun yang masuk ke sana akan melihat kita bersama. Apa gunanya kau kita saling menghindar selama ini jika akhirnya ada orang yang melihat kebersamaan kita? Semua kerja keras yang kau lakukan akan percuma.” Ryu menjelaskan dengan lebih panjang, karena seluruh penjelasan versi pendek yang sebelumnya telah di dibantah oleh Kyoko.“Kalau begitu antar aku ke tempat lain! Aku tidak mau berada di rumahmu!” Kyoko masih bersikukuh, meski saat ini mobil Ryu sudah masuk ke dalam garasi rumahnya.“Tidak mau. Bukan si