“Aku benci bekerja untuk orang lain.” Hide tiba-tiba bergumam sambil mengeratkan tangannya yang memeluk Ayu.
“Bagaimana?” Ayu yang masih sayu karena mengantuk, tidak mendengar dengan benar. Ia berbalik dan menghadap Hide. Tak lupa menarik selimut karena dingin. Punggungnya terbuka, tidak menampakkan pakaian.
“Aku benci bekerja untuk orang lain,” ulang Hide sambil membuka mata, dan mengelus pipi Ayu yang kini matanya juga sudah terbuka lebar.
“Ada apa dengan pernyataan tiba-tiba ini?” Ayu mengernyit.
“Karena aku sebenarnya ingin diam saja di rumah hari ini, tidak ingin melakukan apapun. Bersamamu.” Hide mengeluh.
“Maksudmu kau ingin membolos bekerja tapi tidak bisa?” Ayu tertawa pelan saat mengerti dengan apa yang dimaksud Hide.
&ldquo
Ayu terbangun karena kepalanya terbentur oleh sesuatu dan langsung membuka mata. Tapi matanya hanya menemukan tempat asing yang sempit. Deru suara mesin membuat Ayu sadar jika ia sedang berada di jok belakang mobil.Ayu langsung bangkit untuk duduk, tapi sedikit sulit karena ternyata tangannya terikat di depan tubuh. Ia masih sedikit leluasa karena kakinya bebas. Tapi keadaan yang ada itu saja sudah cukup untuk membuat Ayu panik.“Siapa kau? Kau akan membawaku kemana?!” Ayu bertanya saat pria yang mengemudi menoleh ke arahnya, menyadari Ayu terbangun.Pria itu memiliki rambut putih merata, mungkin berumur antara enam puluhan. Tapi matanya masih terlihat hidup, cara menyetirnya juga masih mantap. Tapi mulutnya seperti terkunci. Ia tidak menjawab, terus menjalankan mobilnya tanpa terganggu.“Kau ingin membawaku
“Ini kediaman Tanaka?” Kyoko ternganga saat melihat kemegahan bangunan yang muncul di depannya begitu keluar dari mobil. Bangunan itu terlihat tidak jauh berbeda dengan kastil Osaka, dari sisi kemegahan maupun tempat. Kastil itu juga terletak di tepi bukit, bahkan dikelilingi beberapa rumah kecil yang juga bergaya tradisional.Kesan kastil Osaka itu semakin kuat, karena saat Kyoko memasuki gerbang bagian dalam—sejauh mata memandang, Kyoko tidak melihat bangunan yang terbuat dari tembok biasa, seperti rumah pada umumnya. Bahkan taman di rumah itu juga bergaya Jepang dengan jembatan melengkung berwarna merah juga patung shisa*.Tapi keindahan lingkungan rumah dan taman itu jelas sangat rusak sekarang, karena Kyoko hanya melihat tubuh bergelimpangan. Tidak sampai menyerupai padang berdarah, tapi jelas telah terjadi keributan
“Apa sudah diurus semua?” tanya Ryu kepada orang yang datang untuk melapor kepadanya.“Sudah. Dokter sudah dipanggil, dan merawat semua yang terluka. Memindahkannya ke rumah bagian barat,” kata pria itu.Ryu mengangguk lalu melambaikan tangan, menyuruhnya pergi. Tapi Yui belum selesai. Ia mengambil katana yang tergeletak di meja, dan mengacungkan ujungnya yang sudah kembali bersarung pada pria itu.“Tentu aku tidak perlu mengulang, dan kau seharusnya juga sudah tahu apa yang akan aku minta. Tidak boleh ada kabar apapun yang keluar dari mulut semua korban, bahkan tidak kepada keluarga lain, apalagi sampai ichizoku lainnya,” kata Yui.Orang itu pria itu membungkuk pada Yui. Bungkukan sembilan puluh derajat.“Saya mengerti Sato-san, Saya sudah menyebarkan kabar jika ad
“Ayumi datang, dan aku tidak mengerti bagaimana caranya, yang jelas Hide mulai menjadi sangat sehat setelah Ayu muncul. Ia hampir terlihat normal seperti manusia pada umumnya. Tapi seperti yang Ryu katakan tadi, ia hanya normal karena Ayumi. Hide masih bisa dengan mudah menjadi brutal saat sedang marah.”Ryu mengangguk, menyetujui penjelasan kakaknya. “Ayumi membuat Hide normal, tapi sekaligus kelemahannya,” kata Ryu.“Saat ini kelemahan, karena ia mudah sekali menjadi membabi buta saat terjadi sesuatu pada Ayumi. Ini kurang lebih sama saat dia membakar rumahku dulu.” Yui kembali mendecak.“Dia membakar rumahmu karena tidak bisa…”“Itu terjadi saat Ayumi menikah dengan Nakamura itu. Aku tidak bisa memberikan apa yang diinginkannya.” Yui memotong pertanyaan Kyoko, malas menjelaskan panjang lebar.Sampai sekarang Yui memang masih mendendam tentang itu. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu, dan memang ia mendapat ganti rumah yang lebih bagus. Tapi rumah baru itu tidak bisa mengganti
Ayu mendesis saat melihat tangan merintangi jalannya. Ia sedang mencoba untuk pergi ke dapur, hanya mengambil minuman. Tapi penjaga yang ada di depan kamarnya tidak mengijinkan.“Kenapa begini lagi? Aku katanya boleh bebas pergi kemanapun dibagian rumah ini!” protes Ayu.“Maaf, tapi saat ini tidak bisa. Anda baru boleh keluar setelah diizinkan.” Penjaga itu menjelaskan dengan sopan tapi tidak memuaskan.“Apa maksudmu setelah diizinkan? Aku hanya akan pergi ke dapur mengambil minum!” Ayu tidak mungkin mau menerima, terutama jika ke dapur saja harus meminta izin.“Teman saya akan mengambilkan untuk Anda.” Penjaga itu menoleh kepada temannya yang segera mengangguk dan berlalu. Tentu untuk mengambil minuman di dapur.Ayu menghela nafas panjang lalu menarik pintu itu sampai menutup dengan kasar. Hanya bisa menyalurkan ketidakpuasan dengan cara itu.Tadi malam Ayu masih bisa lebih bebas, tapi sejak pagi tadi, tiba-tiba mereka memintanya terus berada di kamar sampai siang hari ini. Ayu sama
Ayu membiarkan mangkuk yang ada di tangannya terlepas dan jatuh ke atas meja. Menghamburkan nasi ke beberapa makanan lain. Masaki tersenyum puas saat melihat itu, sementara Ayu menggeleng.“Tidak! Itu tidak benar! Hide mengatakan ia berteman dengan ayahku!” seru Ayu, menolak kata-kata itu dengan sekuat tenaga.“Oh, ya itu juga benar. Kau boleh menyebutnya begitu. Hide berteman dengan Hayato.”Masaki kembali tersenyum. Ia tidak bodoh, dan menahan diri. Ia akan memilah mana kenyataan yang sekiranya saat ini ini menguntungkan untuk dirinya, dan menyimpan yang lain. Mengatakan Hide membuat Hayato meninggal adalah apa yang diperlukannya saat ini. Ia tidak akan mengkontradiksi pernyataan yang dikatakan Hide pada bagian teman itu.“Dan bukankah itu menjadi lebih kejam lagi? Ayahmu meninggal karena apa ya
“Ini.” Ryu menyerahkan setumpuk kertas pada Hide.“Tidak ada yang tertinggal?” tanya Hide, sambil meraih selembar kertas yang paling atas. Berisi data rumah beralamat di Kyoto, lengkap dengan alamat juga spesifikasinya.Hide membalik kertas berikutnya yang ada di tumpukan. Kurang lebih berisi hal yang sama, hanya tentu menyebutkan alamat dan rumah atau bangunan apartemen yang berbeda. Bangunan apartemen dan rumah yang saat ini dimiliki oleh Kuryugumi.“Sudah semua. Aku sudah memisahkan data bangunan yang sedang dihuni.” Ryu meyakinkan.“Kirim orang yang kau percaya saja, dan periksa semuanya. Satu persatu.” Hide tidak akan mengirim anak buah ayahnya untuk mencari. Hide tidak tahu mereka akan berpihak pada siapa.“Aku sudah meminta pada Kojima untuk mengaturnya. I
“Sandaime, saya gembira melihat Anda sudah sehat.”Kepala keluarga Takeuchi—Yuta Takeuchi tersenyum gembira saat melihat Hide. Ia pria berumur empat puluh satu tahun. Sudah tiga generasi berada di Kuryugumi, dan dekat dengan Tanaka sejak dulu. Ia datang dengan ramah.Tapi senyum keramahan itu langsung musnah karena tanggapan Hide sama sekali tidak terlihat ramah. Tidak ada senyum maupun kata-kata hangat menyambutnya.Takeuchi menatap katana yang diletakkan Hide dengan mencolok di atas meja, sementara ia duduk. Ryu ikut duduk juga, nyaris menempel di belakang Hide. Agar bisa mencegah jika ada kemungkinan terburuk katana Hide keluar dari sarungnya.“Saya dengar Anda kemarin sakit.” Meski disambut dengan tidak ramah, Takeuchi masih berusaha untuk berbasa-basi sopan.“Aku sud