Ada salah, ga ada salah juga ya Yu :(
“Aku mau di sini saja!” Ayu memutuskan hanya setelah melihat dua tempat. Padahal mereka punya banyak daftar apartemen yang bisa dilihat. Kyoko meminta data dari salah satu temannya yang ada di bagian marketing Shingi Fusaya.“Kau yakin? Ini tinggi sekali.” Kyoko menatap tangga yang ada di depan bangunan apartemen itu dengan skeptis. Tangga itu dari besi, tapi tidak menjamin kekokohannya. Dan apartemen yang tersedia ada di lantai paling atas—lantai tiga. Ayu harus naik turun tangga itu setiap harinya. Akan fatal jika tangga itu tidak dalam keadaan prima.“Ya, dan tidak apa-apa tinggi. Aku masih kuat jika hanya naik turun tangga. Jangan meragukan kakiku.” Ayu berseru sambil menepuk kakinya. Tekadnya sudah bulat.Kyoko menyipit memandang Ayu. “Jangan katakan kau memilih tempat ini karena ingin menggangguku setiap hari.”Kyoko curiga karena Ayu memilih apartemen yang hanya berseberangan dari bangunan apartemen tempatnya tinggal, Dari tempat mereka berdiri sekarang—bagian depan apartemen p
“Cukup! Tak perlu minum lagi. Kalau kau ingin pulang, maka pulang saja!” Ryu merebut cawan dari tangan Hide, mencegahnya untuk minum lebih banyak. Sejak tadi, Hide meminum sake seperti air. Tidak peduli berapa banyak.Hide menepis tangan Ryu. “Pergi! Tidak perlu menggangguku.”Ryu mendesah lalu duduk disampingnya. Mereka ada di salah satu restoran milik Kuryugumi. Tidak akan ada yang mengganggu meski Hide berada di situ semalam suntuk.Ryu tadinya masih ingin bekerja, tapi mendapat panggilan dari Inoue yang memintanya datang ke restoran itu, karena bisa melihat jika keadaan Hide buruk—lebih dari hari-hari sebelumnya.Tentu Hide yang seperti ini bukan baru pertama terjadi. Semenjak tidak pernah pulang, hampir setiap hari Hide menghabiskan waktu di bar atau restoran seperti ini untuk mabuk. Setelah itu biasanya Ryu akan membawa Hide ke hotel dan meninggalkannya di sana.Bisa saja seandainya membawa paksa Hide pulang, tapi Ryu masih menyayangi nyawanya. Tidak ingin katana Hide berada di
Ayu yang jatuh terduduk, menutup mulut rapat-rapat. Ayu berharap Hide tidak sedang marah saat ini.Hide perlahan duduk, mengusap kepalanya yang tentu saja sakit, lalu memandang sekitar. Ayu sudah ingin lari, tapi Hide ada persis di pintu. Sedang dirinya sudah ada di dalam kamar Hide.“Yumi-chan? Kenapa kau disini? Kapan kau sampai?” tanya Hide, saat melihat Ayu.Mulut Ayu ternganga, karena dia baru saja melihat Hide tersenyum geli dengan sangat jelas. Senyum yang sudah lama tidak dilihat Ayu, sampai tidak ingat lagi kapan terakhir Ayu melihatnya.Ayu mengedipkan mata beberapa kali, untuk melihat apakah senyum itu akan menghilang seperti ilusi. Tapi ternyata tidak.Tingkat mabuk Hide rupanya sudah benar-benar amat parah. Hide yang marah dulu mabuk, tapi masih bisa bicara masuk akal. Hide yang sekarang sudah sama sekali tidak masuk akal. Tidak seharusnya Hide tersenyum setelah kepalanya terbentur seperti itu.“Jangan-jangan aku membuatnya gegar otak?” Ayu bergumam panik, dan ingin memer
“Kau akan terlambat kalau terus berdiri seperti itu!”Kyoko menarik tangan Ayu, yang sejak tadi berdiri diam, dengan tangan menengadah. Mencoba menangkap kelopak bunga sakura yang beterbangan di sekitar mereka.“Tapi ini indah. Aku masih ingin melihatnya.” Ayu memprotes, tapi tidak mungkin melawan tarikan tangan Kyoko.“Kita ke sini untuk melihat bunga! Kau akan melihatnya lagi nanti, saat sudah sampai. Kita akan terhitung terlambat jika kita tidak bergegas.” Kyoko memaksa Ayu untuk terus bergerak memasuki Taman Nishinomaru.“Memang kenapa kalau kita terlambat? Ini hanya acara hanami, bukan acara resmi. Tidak perlu sampai tepat waktu. Mereka tidak akan mengabsen.”Kyoko mendecak. “Ini acara hanami pertamamu dengan Shingi Fusaya, karena itu aku akan memaafkan, dan tidak menghina terlalu keras atas ketidaktahuanmu tadi. Tapi percayalah, kau ingin sampai tepat waktu—tidak bersamaan dengan orang-orang dari jajaran direksi. Kau akan menjadi tontonan nanti.”“Hoo… Mereka juga akan datang?”
“Aku dengar kau sangat sibuk.” Masaki mengangkat kelopak bunga sakura yang terjatuh ke dalam cangkir tehnya dengan sendok.“Memang seharusnya seperti itu. Saya harus menyelesaikan banyak pekerjaan.” Hide membalas sopan, dan meminum tehnya. Matanya menatap ke arah rimbun bunga yang ada di belakang ayahnya.Tentu saja acara hanami setiap tahun ini adalah tradisi yang dilestarikan ayahnya, Hide tidak terlalu menyukai ide muncul di hadapan orang banyak. Tapi ia tidak mungkin menghilangkan tradisi itu. Maka pada hari seperti ini, mereka akan duduk berdua di taman itu selama beberapa jam. Menikmati bunga dan suara tawa dari arah lain.Mereka tidak duduk bersama dengan karyawan yang lain. Mereka bahkan tidak duduk di tanah. Mereka duduk pada meja dan kursi yang memang telah disiapkan di bagian taman yang lebih jauh. Berbagai camilan juga tersedia di sana, tapi Hide hanya menyentuh teh sejak tadi.Hide tidak bisa menghilangkan rasa tegang setiap kali bertemu ayahnya. Karena terlalu banyak hal
“Kenapa aku tidak pernah melihatmu sebelum ini?” Ayu tersenyum mendengar pertanyaan itu, tidak tahu harus menjawab apa. Tangannya menerima minuman dari Endo, meski enggan. Endo salah satu manager di Shingi Fusaya, dan Ayu memang belum pernah bertemu dengannya sebelum hari ini, karena dia berada di divisi marketing. Ayu biasanya berhubungan dengan orang lain saat memerlukan bantuan dari sana. Endo memiliki jabatan setara dengan Mori, karena itu juga sejak tadi Ayu menahan diri dan mencoba bersopan santun. Jika tidak mengingat itu, Ayu mungkin sudah berpindah tempat. Tidak ingin berada di dekat Endo. Pria itu sedikit terlalu bersemangat, dan terus memberi Ayu sake. Hal itu sudah terjadi sejak siang tadi—saat mereka melakukan hanami, sampai acara makan malam di hotel. Siang tadi Ayu tidak sengaja duduk di sampingnya setelah berpindah, tapi sekarang Endo dengan sengaja mencari Ayu dan duduk di sampingnya. Saat ini, seluruh peserta hanami berpencar di beberapa ruangan terpisah untuk ma
PLAK! Hide yang datang ke kamar ayahnya dengan damai, jelas tidak menyangka akan ada tamparan yang mendarat di pipinya. Ryu yang tadi mengikuti Hide—karena juga dipanggil, bergegas mundur dan berlutut. Panggilan itu tidak akan berakhir indah. “Apa…” Hide menatap ayahnya, sambil memegang pipinya yang terasa panas. “Kau membohongiku! Kau masih menyimpannya bukan? Kau menyimpannya di dekatmu! Aku sudah mengatakan agar kau menjauhinya, tapi kau menyimpannya!” Tidak perlu dengan jelas mengatakannya. Hide tahu apa yang membuatnya murka. Kehadiran Ryu cukup menjelaskan. Ayu dan Shingi Fusaya. “Dan kau membantunya! Kau membantu menyembunyikannya dariku!” Masaki menunjuk Ryu yang kini bersujud dengan kening menyentuh lantai. “Apa kau gila? Kau masih menginginkannya?! Kau ingin mati?!” Masaki berteriak sambil menunjuk Hide. Tapi kali ini Hide tidak membungkuk, dia tidak ingin meminta maaf karena tidak merasa apa yang dilakukannya untuk Ayu adalah salah. Dalam hati, tentu saja Hide mengutu
“Kau mau kemana?” Kyoko bertanya pada Ayu yang bangun, dan terlihat akan meninggalkan kamar. Kyoko tertidur sejak sore akibat mabuk, karenanya menjelang tengah malam justru sedikit sadar.“Ke onsen. Apa kau mau ikut ?” tanya Ayu.“Oh, tidak. Kepalaku masih sakit.” Kyoko menggerutu, lalu berguling kembali di atas futon.“Hati-hati saat membaca tanda,” kata Kyoko.“Tanda apa?” Ayu yang sudah menggeser pintu kamar sampai terbuka, berbalik.Tapi Kyoko sudah kembali tertidur. Deru nafasnya terdengar tenang sama seperti dua yang lain. Mereka menempati kamar itu berempat—bersama Misa dan salah satu temannya dari design. Mereka tertidur nyenyak, tentu saja dengan aroma sake yang menyengat.Hampir semua orang yang mengikuti acara hanami dan makan malam, tidak akan lepas dari sake. Ayu juga sama, tapi ia tidak minum terlalu banyak. Kepalanya saat ini terasa cukup ringan, tapi tidak sampai mabuk yang sangat parah.Ayu memandang mereka bertiga yang tertidur tanpa bentuk dan tersenyum. Ia bisa mem