Menjadi publik figure itu gak jauh dari yang namanya gosip. Begitu kata Azalea yang sudah kenyang dengan hal-hal semacam itu. Katanya, hadapi saja dengan senyuman. Kalau Shine sih berharap bisa kasih mereka bogeman mentah satu-satu, terlebih saat gosipnya gak bermutu, seperti gosipnya saat ini. Andai saja judul gosipnya lebih mendekati kenyataan ya gak apa-apa tapi yang ini malah menimbulkan fitnah."Seharusnya judul artikelnya gak seperti itu," ucapnya seraya menikmati es krim di gelas kelima yang dia habiskan. Tidak terima dengan pemberitaan miring yang ada di luaran sana. "Bikin kesal deh lihatnya.""Memang seharusnya kamu gak terlibat dengan playboy high class itu. Lihat sendiri gimana jadinya sekarang." Sasha yang duduk di sampingnya mendengus. "Mereka pikir kamu itu wanita simpanannya, wanita hiburannya yang sama seperti wanita-wanita yang lainnya. Kebetulan aja kamu model baru jadinya makin dibesar-besarkan."Shine mengaduk-aduk es krim digelasnya, duduk bersila di ruang tamu
"Apa berita itu benar?""Menurutmu?""Mungkin kau yang menjebak Shine. Pamornya jatuh gara-gara kau sekarang.""Hei, itu penghinaan."Williem menoleh ke Zaf yang berdiri di sampingnya, di dalam lift yang menbawa mereka turun setelah menyelesaikan meeting mereka seharian ini. Williem tetap tidak berubah, bawahannya yang lebih berani membalas semua ucapannya tapi juga lelaki yang bisa dipercaya."Aku masih ingat dengan jelas bagaimana garangnya Shine saat berhadapan denganmu. Jadi melihat situasi kalian saat ini,hmm—" Williem mengelus dagunya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. "Mungkin ada unsur ancaman dan juga pemaksaan di sini.""Hei, dia sudah jinak sekarang," Zaf tersenyum songong. "Apa tidak terbalik? Mungkin saja kau yang dijinakkan Shine."Zaf mendengus, memasukkan kedua tangan disaku celananya. "Jangan lupa berikan padaku semua berkas tentang tender besar Fretas Corp sebelum kita menemuinya nanti. Aku harus mempelajarinya lebih teliti."Williem menyimpitkan mata. "Apa kau mencoba
"Terima kasih jalan-jalannya." Shine berdiri di depan pintu apartemennya, melepas topi yang tadi dipakainya. Arsen mengangguk, mencubit pipinya dan saling melempar senyuman. "Dari tadi aku menahan diri untuk tidak menanyakan hubunganmu dengan Zafier." Nada suaranya berubah lebih posesif. "Aku harap semua pemberitaan di luar itu tidak benar. Aku percaya Shine Aurora tidak sebodoh itu untuk mempercayakan hidupnya di tangan lelaki seperti Zafier yang lebih banyak bertingkah brengsek." Shine terdiam, mengamati ekspresi Arsen yang tidak seperti biasanya. "Kalau itu benar, memangnya kenapa?" Gantian Arsen yang terdiam, maju selangkah mengikis jarak dan memegang lengannya dengan kedua tangan. "Jangan bodoh Shine." Shine menatap balik Arsen. "Aku tidak bodoh." Arsen tertawa sarkas, menggelengkan kepala dan kembali menatap Shine yang diam dengan kening berkerut. "Tidak bodoh? Orang-orang di luar sana menganggapmu wanita murahan karena bersama Zafier. Kamu menganggap semuanya ini bukan ma
Dulu, Shine pernah bermimpi bisa memiliki hubungan dengan Arsen lebih dari sahabat. Menjadi sepasang kekasih, menggandengnya kebanyak tempat, menyeretnya ke kondangan, mengajaknya berkencan, berciuman mesra dan melakukan banyak hal berdua. Namun, semua itu tidak pernah terjadi. Arsen memang ada saat dia membutuhkan dan ada sebagai sahabat yang baik tapi Shine menganggap kalau Arsen mencintai kakak kembarnya jadi saat Arsen mengatakan, kenapa dia tidak pernah melihatnya, itu salah besar.Pertanyaan yang perlu dilontarkan hanyalah, kenapa dia baru mengakui hal sepenting itu padanya sekarang?Demi Tuhan, kenapa saat ini, sekarang, disaat dia— "Ahh, bagaimana ini?" Shine mondar mandir di dalam apartemennya seraya menggigit ujung kukunya, nampak frustasi dan bingung. "Bagaimana reaksi Zaf kalau dia—"TIN..TIN..TIN..TINShine terdiam saat mendengar seseorang memasukkan kode pintu apartemennya, mendelik ketika pintu mengayun terbuka lalu muncul sosok lelaki berhoodie hitam di sana membuat
"Kenapa kau gelisah?" Zaf menyimpitkan mata. Shine mencoba melepas cekalannya tapi laki-laki itu malah menarik pinggangnya merapat. "Katakan apa yang kau sembunyikan?" "Astaga, memangnya aku menyembunyikan apa?" Zaf diam, memperhatikan Shine yang balas menatapnya tapi tahu kalau wanita itu meresahkan sesuatu. "Arsen." Zaf hanya mengatakan nama itu tapi Shine langsung melotot maksimal. Zaf meremas pinggangnya membuat Shine menggigit bibir bawahnya. "Seharusnya kau memberitahuku bukan?" Tatapannya mengintimidasi. "Kalian berdua tadi—" "Oke-oke." Shine menyela. "Aku tidak bermaksud menyembunyikannya. Aku—" Shine diam sesaat, seperti sedang merangkai kata di kepalanya. "Aku hanya mencari waktu yang tepat untuk mengatakannya. Ini diluar kendali. Aku juga tidak menyangka. Aku tidak tahu kenapa itu bisa terjadi. Mungkin, Arsen hanya ingin aku tahu kalau ternyata selama ini dia mencintaiku karena aku pikir dia mencintai kakakku—" Zaf menaikkan alisnya. "Aku juga kaget saat dia menciumk
Zaf menurunkan Shine di atas ranjang begitu juga dirinya, memberikan ciuman dan lumatan panjang sampai mereka terengah, membiarkan saja Shine membelit kakinya, menjambak rambutnya membabi buta. "Katakan—" Zaf mengangkat kepala. "Apa ini karena dia dulu pernah menjadi cinta masa lalumu?" Shine nampak ngos-ngosan, menatap Zaf yang mengelus permukaan bibirnya dengan tangan. "Sampai kau membalasnya?" "Kau dengar sendiri kalau aku sudah mengatakan kata terlambat untuknya tadi. Ciuman itu anggap saja rasa penasaranku setelah bertahun-tahun yang lalu hanya memendam cinta. Aku sudah mengatakan padanya aku memilihmu." "Jangan pernah melakukannya lagi," desis Zaf. "Kau dengar?" "Okeeeee," teriak Shine. Zaf menghela napas, mencium lagi Shine dengan lembut dan berguling ke samping. Shine berbalik menghadap Zaf seraya menyusuri bulu-bulu halus di wajah Zaf dengan tangan. "Aku sudah mengatakan padanya kalau lusa kita mau ke Bandung menemui Mama untuk mengatakan kita menjalin hubungan serius."
"Deal. Good for us." Zaf meletakkan bulpoint, menutup berkas kerja sama Mega proyek yang baru saja dia tandatangani dan dia sendiri yang akan turun tangan. Zaf duduk menyandar di sofa dengan dagu terangkat, melihat tatapan bersemangat Gayindra Akmasara, CEO utama Waster Group, salah satu perusahaan konstruksi besar yang mendapatkan proyek pembangunan gedung utama anak perusahaan asal Dubai di Jakarta. Proyek yang tidak tanggung-tanggung anggarannya. "Kita sudah sepakat dan kalian setuju dengan ketentuannya. Aku yakin kalau kalian berdua tidak akan mengecewakan. Perpaduan yang pas dan menguntungkan. Ini akan menjadi mega proyek kita bersama." "Saya tentu akan memberikan yang terbaik untuk proyek ini bersama partner saya ini," ucap Arsen. Zaf tersenyum miring, merapikan jasnya dan membalas tatapan Arsen yang duduk bersebrangan dengannya, nampak santai melihatnya. "Kita berdua bahkan langsung turun tangan mengurusnya. Saya yakin, kita akan menjadi pertner yang hebat," balas Zaf.
"Zaf—"Shine mengeryit, sejak sapaan pertamanya tadi, Zafier tidak lagi membalas semua omelannya tentang Minnie. Dijauhkannya sedikit ponselnya dari telinga dan melihat kalau teleponnya masih tersambung."ZAFIER GASTER!!" teriak Shine. "Kau masih mendengarkanku atau tidak?""Ehmmm—" Seseorang di sebrang sana berdeham, di susul suara berat yang sangat dikenalnya. "Selamat siang Nona Shine.""Rey?""Iya Nona. Tuan Zafier sedang berkendara, jadi sejak tadi dia menyerahkan ponselnya padaku—" Shine ternganga. "Oh, tapi tenang saja Non. Saya hapal dengan semua kalimat yang Nona katakan tentang Minn—""Sejak kapan kau berubah jadi bos dan Si bos songong itu yang berubah jadi supir?""Sejak Nona menelepon."Shine ternganga lagi, terdengar suara gemerisik di sana lalu sapaan merdu Zafier terdengar, "Halo Sunshine—""Brengsek!!!" Umpat Shine, menutup teleponnya begitu saja dan melemparnya ke samping, memeluk Minnie seraya menyandar di sofa dengan wajah kesal. "Zafier memang lelaki paling menyeb