Tama terus menguatkan cengkramannya di leher Zahra. Amarah sudah sangat menguasai hati dan juga pikirannya membuat dia tidak bisa mengontrol emosinya sama sekali. Mengetahui jika sang Ibu sudah celaka, membuat laki-laki itu bak orang yang kesurupan. Dia tidak memperdulikan hal di sekitar dan hanya fokus pada Zahra saja yang dia anggap sebagai penyebab dari sang Ibu masuk rumah sakit.Mata Zahra sudah mulai mendelik ke atas. Nafasnya hampir saja putus saat suara gedoran di pintu menyadarkannya. Tama melepaskan cengkramannya dan membuat tubuh gadis itu jatuh ke lantai dengan keras. Zahra batuk-batuk dengan nafas yang masih tersengal. Dia terus berusaha untuk menghirup oksigen sebanyak-banyaknya agar dirinya bisa bernafas seperti biasa lagi."MASUK!" teriak Tama. Masih dengan amarah yang belum habis.Selang beberapa saat, pintu kamar itu pun terbuka dan muncullah Rey. Laki-laki itu sedikit melirik ke arah Zahra yang masih terbatuk dengan tangan memegang lehernya yang terasa sakit. Rey me
Malam itu Zahra masih menangis. Dia terus ingat perkataan dokter yang menyatakan jika Ibu Naya masuk rumah sakit adalah karena dia makan seafood padahal dia memiliki riwayat alergi terhadap makanan itu. Bayangan begitu lahapnya wanita tua itu saat menyantap makanan laut tadi siang terus saja berputar di otaknya. Membuat rasa bersalah di dalam dirinya terus saja bertambah. Sungguh tidak ada niatan sedikitpun dirinya ingin menyakiti wanita itu hanya karena dia adalah ibu kandung dari Tama. Wanita itu sangat baik dan Zahra sangat menyayanginya walaupun mereka baru kemarin bertemu. Siapa sangka jika kehadiran Ibu Naya di rumah tersebut membuat gadis itu sedikit bisa bernapas. Kehidupan bak di dalam penjara, berubah menjadi seperti di rumah dimana ada seorang Ibu yang selalu menyayangi dan melindunginya.Beberapa kali dia menemui Nufa untuk bertanya kabar tentang Ibu Naya akan tetapi wanita itu selalu saja menjawab dengan kata tidak tahu. Memang, baik Tama maupun Rey tidak ada yang member
Pagi itu Zahra bangun dari tidurnya. Walaupun hampir semalaman pikiran tentang kondisi Ibu Naya dan juga rahasia kamar Tama terus mengganggu dirinya akan tetapi hal itu tidak menjadikan dirinya bangun terlambat. Sebaliknya hari ini gadis itu malah bangun lebih pagi dari biasanya.Sebelum memulai aktivitas, seperti biasa gadis itu membersihkan dirinya terlebih dahulu. Hari ini, kembali lagi dia dapat merasakan mandi dengan keadaan tenang dan tidak tergesa-gesa. Zahra tahu jika Tama menginap di rumah sakit dan belum pulang sampai sekarang.Sebuah kaos lengan pendek berwarna biru muda juga sebuah celana panjang berwarna senada menjadi pilihan gadis itu untuk menutupi tubuhnya hari ini. Bunyi perut yang sedikit nyaring membuat Zahra tersenyum dari balik cermin. Dengan segera dia berjalan keluar kamar menuju ke arah dapur dimana para pelayan mansion sedang melakukan sarapan pagi."Nona Zahra apa anda baik-baik saja?" ucap Nufa saat melihat gadis itu masuk dan ikut bergabung sarapan dengan
Saat makan malam tiba, seperti biasa Zahra berdiri dengan tegak di samping Tama setelah selesai menyediakan makanan untuk laki-laki itu. Di depannya Ibu Naya juga duduk dengan tenang menikmati masakan yang tersaji disana. Tak ada tatapan ataupun sapaan dari wanita tua itu untuk Zahra. Ibu Naya bersikap seolah Zahra tidak ada disana.Sesekali wanita tua itu merasa bersalah karena sudah memperlakukan gadis yang tidak berdosa tersebut dengan acuh seperti ini. Ibu Naya sadar jika Zahra pasti sangat kebingungan sekaligus sedih atas sikap yang dia berikan kepadanya. Akan tetapi mau bagaimana lagi. Sejak dulu Ibu Naya sangat tahu bagaimana sifat sang anak Tama. Apalagi setelah semua tanggung jawab keluarga dan juga perusahaan jatuh ke tangannya, membuat laki-laki itu menjadi lebih tegas dari sebelumnya. Ditambah lagi kisah cinta sejati yang tak kunjung datang ke dalam kehidupan sang anak. Membuat Tama menjadi lebih kejam dan bisa melakukan apa saja jika aturan yang dia buat tidak diikuti.S
Zahra sangat terkejut saat dia melihat sosok berjubah hitam yang tidak bisa dia lihat wajahnya itu, mendorong kursi roda Ibu Naya dengan keras."Ibu awas!" Gadis itu berteriak dan berhasil membuat sosok tersebut menoleh ke arahnya. Wajahnya tertutup topeng dan Zahra tidak bisa melihat ataupun menebak siapa dia. Mengetahui aksinya sudah ketahuan, sosok itu dengan cepat mendorong kursi roda Ibu Naya ke arah kolam renang. Wanita tua itu menoleh sambil sesekali berteriak."Siapa kamu? Apa yang sedang kamu lakukan? Berhenti! Lepaskan kursi roda saya!" teriak Ibu Naya. Sekuat tenaga dirinya berusaha menghentikan roda kursinya yang berputar akan tetapi tidak berhasil. Dorongan yang kuat dari sosok itu, membuat roda berputar sangat cepat dan tangan keriputnya tidak cukup kuat untuk menghentikan semua itu."Ya Tuhan," gumam Ibu Naya saat dia menyadari jika sosok tersebut akan menjatuhkannya ke dalam kolam renang.Zahra berlari dengan sekuat tenaga untuk menghentikan aksi jahat sosok tersebut.
"Ampun Tuan. Saya mohon tolong ampuni saya," teriak seorang laki-laki yang terkenal sebagai penjaga taman samping tersebut.Dengan kasar Tama menyeret tubuh laki-laki itu. Semua pelayan yang ada di sana hanya bisa menunduk. Tidak ada satupun yang berani melihat apa yang akan dilakukan oleh bos besarnya itu. Semua pelayan tahu bagaimana tegas dan juga kejamnya Tama. Sebagian besar dari mereka lebih memilih mencari aman dengan tidak ikut campur urusan majikannya. Akan tetapi entah apa yang ada di pikiran penjaga taman itu sehingga dia berani mencari masalah kepada Tama."Berani sekali kamu memiliki niat untuk menyakiti Ibuku!" teriak Tama. Satu pukulan dan satu tendangan, dia layangkan ke wajah penjaga taman tersebut. Laki-laki itu terjengkang dan menabrak dinding di belakangnya dengan sangat keras. Mulutnya memuntahkan darah segar. Pelipis matanya juga tampak sobek."Ampun Tuan. Maafkan saya!" ucap laki-laki itu lagi. Sekuat tenaga laki-laki itu merangkak mendekati kaki Tama lalu men
"Tuan, laki-laki itu tewas," ucap Rey."APA? Bagaimana bisa?" Tama berdiri dari duduknya. Tampak jelas raut marah di wajah laki-laki itu. Dan itu sungguh membuat Zahra bergidik ngeri karena takut. Dia bahkan tidak berani berdiri dan terus berjongkok di samping kursi roda ibu dari Tama itu. Berbeda dengan Zahra, Ibu Naya sudah biasa melihat sang anak seperti itu. Dia hanya melirik sekilas melihat wajah Tama dan juga Rey secara bergantian."Ehm, Tuan…" Rey ragu untuk menjelaskan semuanya karena dia sadar di sana mereka tidak hanya sedang berdua saja. Ada dua wanita memperhatikan apa yang sedang mereka bicarakan.Mengerti dengan apa yang menjadi pikiran sang asisten, Tama pun langsung melangkah pergi diikuti oleh Rey menuju ke ruang kerjanya."Ada apa, Bu?" tanya Zahra dengan nada yang sedikit bergetar dan tubuh yang gemetar."Tidak ada apa-apa. Kamu tenang saja. Semuanya ada di dalam kendali Tama. Jadi kamu tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa," jawab Ibu Naya dengan tenang."Maksud Ibu
Tiga tahun yang lalu.Sebuah pagi yang sangat cerah dengan udara yang begitu sejuk. Hembusan angin sepoy-sepoy masuk menerobos sebuah jendela kamar yang sudah terbuka dari subuh hari. Seorang laki-laki dengan pakaian santainya duduk di sebuah sofa yang ada di ruangan tersebut. Matanya terus fokus menatap layar laptop yang terbuka di atas meja. Beberapa kali keningnya mengernyit menandakan jika dirinya menemukan sebuah kejanggalan disana. Lalu tangan kanannya menggerakan mouse dan terdengar bunyi klik beberapa kali. Sesekali laki-laki itu juga melihat ke arah ponselnya yang tergeletak di samping laptop tersebut. Pandangannya terus bolak-balik seolah dirinya sedang memeriksa kedua data dari kedua alat yang berbeda itu.“Banyak sekali masalah yang harus diselesaikan disini. Kenapa semua ini bisa lepas dari pandangan Rey?” gumam Tama. Laki-laki itu terus menatap kedua layar berbeda ukuran tersebut dengan teliti. Saat dirinya sedang mengetik sesuatu, sebuah panggilan di ponselnya terdeng