Zahra masih diam mematung memperhatikan Leo yang sibuk dengan jajaran anak-anak panti. Sejak dari tadi, Leo juga tidak sadar jika sedang diperhatikan oleh seorang gadis padahal jarak diantara mereka tidak terlalu jauh. Di dalam hati, Zahra terus berbicara sendiri. Mencoba merangkai kata-kata yang cocok untuk dia ucapkan pada Leo agar laki-laki itu tidak salah paham. Beberapa kali dia menggelengkan kepalanya sendiri saat dirasa ada sebuah kalimat yang salah atau menurutnya tidak cocok. Dan hal aneh yang sedang dilakukan oleh gadis itu, terlihat jelas di mata Tama dan juga Ibu Naya."Apa yang sedang dia lakukan?" gumam Tama lirih. Akan tetapi masih bisa didengar dengan jelas oleh sang Ibu."Dia sedang menyiapkan mental untuk memutuskan hubungannya dengan laki-laki itu," jawab Ibu Naya. Tama melirik ke arah sang Ibu."Ibu tahu mereka sepasang kekasih? Sejak kapan?""Beberapa hari yang lalu. Dan Ibu meminta Zahra untuk memutuskan hubungannya dengan laki-laki itu dan mengatakan padanya ji
Tama tersenyum menyeringai melihat wajah Leo yang memucat menatap kepergian wanita yang selama ini sangat dia cintai itu. Rasa bingung, kecewa, marah, semua menjadi satu. Masih banyak pertanyaan yang berputar di kepalanya akan tetapi dia tidak bisa mengungkapkannya karena gadis itu telah pergi.Perlahan Tama berjalan mendekati Leo. Kali ini dia mendekati laki-laki itu seorang diri dan meninggalkan sang Ibu beberapa langkah di belakangnya. Ibu Naya tidak keberatan karena dia mengerti memang harus Tama sendiri yang menyelesaikan sisanya."Bagaimana? Bukankah sudah aku katakan kepadamu tempo hari jika Zahra adalah milikku. Sekuat apapun usahamu untuk melepaskan gadis itu dari jeratan ku, kamu pasti akan gagal. Zahra, seluruh hidupnya dan juga masa depannya hanya milikku seorang," ucap Tama sedikit berbisik. Ada nada sombong dari balik ucapannya itu.Leo menoleh ke arah laki-laki itu. Sebuah tatapan tajam dan penuh amarah dia lontarkan pada Tama. Akan tetapi CEO Kalingga itu tidak getar s
Zahra, Ibu Naya, Ibu Lita dan juga Ayah Daksa kini sedang duduk berkumpul di ruang tamu mansion. Empat buah gelas berisi air minum dan juga beberapa cemilan sudah siap di atas meja di depan mereka. Tampak Zahra yang menatap kedua orang tuanya dengan mimik yang penuh dengan tanda tanya. Sedangkan Ibu Naya menatap tajam kedua orang itu karena sesungguhnya dia tidak suka dengan kehadiran mereka."Calon menantuku belum pulang, Nyonya?" ucap Ibu Lita dengan senyum seorang penjilat."Hmm," gumam Ibu Naya. Dia benar-benar tidak bersemangat untuk berhadapan dengan orang tua dari calon menantunya itu. Akan tetapi dia juga tidak berani meninggalkan Zahra berdua bersama mereka karena dia takut Ibu Lita dan juga Ayah Daksa akan berhasil mempengaruhi sang calon menantu. Ibu Naya sangat tahu bagaimana polosnya Zahra."Ayah dan Ibu apa kabar?" tanya Zahra dengan senyum ramah. "Kami baik, Nak. Kamu juga sehat kan?" ucap Ayah Daksa."Iya Ayah. Aku sehat. Oh iya, ayah dan Ibu ada apa datang kemari?" t
Tiga hari telah berlalu. Hari dimana Zahra dan juga Tama mengikat janji bersama ke dalam sebuah hubungan rumah tangga telah tiba. Proses akad nikah pun telah selesai dan berlangsung dengan lancar. Tidak ada rasa gugup di hati Tama bahkan laki-laki itu malah terkesan cuek.Kini Tama sedang bersiap di dalam kamarnya karena sebentar lagi acara resepsi pernikahan mereka akan berlangsung. Di depan cermin besar laki-laki itu berdiri. Pakaian pengantin berupa celana panjang hitam, kemeja putih yang dibalut dengan jas berwarna hitam, sebuah dasi kupu-kupu dan sedikit bunga hiasan di saku jas, membuat laki-laki ini terlihat semakin gagah. Rambut hitam yang tertata sangat rapi, jambang tipis dan jangan lupakan juga wajah tampan Tama yang semakin membuat siapapun yang melihatnya bisa sangat terpesona.Laki-laki itu menatap dirinya dari balik cermin tersebut dengan tatapan yang sangat tajam. Sebuah senyum menyeringai saat dirinya mengingat proses akad yang baru saja dia lakukan. Dia ingat saat
Tama dan juga Zahra sudah berada di tengah lantai dansa. Semua tamu undangan sengaja mundur untuk memberikan kedua pengantin ini ruang agar bisa berdansa berdua. Atas permintaan dari Ibu Naya yang menginginkan sang anak dan juga sang menantu menari romantis, akhirnya mereka berdua pun turun dari altar pelaminan.Mereka berdiri saling berhadapan dengan jarak yang begitu dekat. Kedua tangan Tama melingkar di pinggang Zahra sedangkan kedua tangan gadis itu melingkar di leher Tama. Mata mereka saling menatap satu sama lain. Zahra masih bisa melihat raut benci di kedua iris laki-laki itu.Irama musik romantis mulai mengalun. Perlahan sepasang pengantin ini mulai menggerakkan tubuh mereka ke kiri dan ke kanan. Tatapan mata di antara mereka tidak ada yang terlepas. Semua orang disana sampai berpikir jika Tama dan juga Zahra saling mencintai. Dan jangan lupakan juga Ibu Naya yang tampak sangat bahagia melihat pemandangan itu.Setelah dipersilahkan oleh Ibu Naya akhirnya beberapa pasangan yang
Tama berjalan mendekati Zahra. Tatapan matanya masih fokus menatap gadis itu. Membuat Zahra semakin salah tingkah."Mau apa Tuan Tama mendekatiku? Dia tidak akan memintaku yang aneh-aneh kan? Tidak akan mengambil hak nya sekarang kan? Bukankah dia bilang aku menikah dengannya hanya karena Ibu Naya?" batin Zahra bermonolog.Jantung Zahra semakin berdetak kencang saat tubuh laki-laki itu hampir saja menabraknya. Dengan cepat dia sedikit bergeser seolah memberikan ruang kepada Tama untuk berjalan. Walaupun tujuan gadis itu sebenarnya adalah untuk menghindari Tama.Melihat Zahra yang bertingkah sangat aneh, membuat Tama ngerutkan dahinya. Namun walaupun demikian, tak ada sedikitpun niat laki-laki itu untuk bertanya pada gadis yang sudah resmi menjadi istrinya tersebut. Dia terus berjalan melewati Zahra dan disitulah Zahra tahu jika Tama berjalan bukan untuk mendekatinya melainkan menuju lemari pakaian yang ada di belakangnya.Gadis itu menghela nafas panjang. Di dalam hatinya dia sedikit
Tama, Zahra, Ibu Naya, Nufa dan juga Rey kini dalam perjalanan kembali pulang ke mansion. Kali ini mereka hanya menggunakan satu buah mobil saja yang dikendarai oleh Rey. Tama duduk di kursi depan, Zahra dan juga Ibu Naya duduk di kursi tengah, sedangkan Nufa duduk di kursi belakang. Semenjak Zahra menikah dengan Tama, Nufa jadi lebih banyak diam. Dia tidak mau terlalu banyak berinteraksi dengan Zahra mengingat kali ini gadis itu bukan lagi bawahannya melainkan majikannya. Walaupun Zahra selalu menekankan jika hubungan kedekatan diantara mereka tidak akan pernah berubah akan tetapi wanita paruh baya itu sangat takut untuk berurusan lebih dalam dengan anggota resmi keluarga Kalingga.Sepanjang jalan, Zahra selalu membayangkan kira-kira hadiah apa yang akan diberikan oleh Ibu Naya kepadanya dan juga Tama sebagai hadiah pernikahan mereka. Tadi di kamar hotel, wanita tua itu tidak langsung memberikannya kepada mereka. Katanya dirinya akan memberikannya setelah mereka sampai di mansion.B
Zahra yang pagi itu sedang membereskan pakaiannya untuk dimasukkan ke dalam lemari Tama harus tersentak saat terdengar seseorang mengetuk pintu. Gadis ini sengaja tidak membiarkan para pelayan yang mengaturnya karena dia tidak terbiasa jika semua barangnya disentuh oleh orang lain. Apalagi pakaian dalam. Bagi Zahra itu sangat memalukan."Ibu," panggil Zahra lirih saat melihat sang Ibu yang sudah mengetuk pintu itu."Apa kamu sedang sibuk, Nak?" tanya Ibu Naya sambil tersenyum."Tidak Bu? Apa Ibu mau masuk?" tanya gadis itu. Dia baru saja hendak melangkah mendorong kursi roda saat satu tangan wanita tua itu terangkat ke atas, menolak."Tidak. Tadinya Ibu ingin ditemani keliling taman belakang. Tapi itu juga jika kamu sedang tidak sibuk," ujar Ibu Naya lembut. Sang menantu pun tersenyum."Ibu ini, seperti bicara sama siapa aja. Bukankah dari dulu aku selalu bilang jika akan selalu ada waktu untuk Ibu, sesibuk apapun aku."Ucapan dari Zahra membuat senyum di bibir Ibu Naya kembali berkem