Tama dan juga Zahra sudah berada di tengah lantai dansa. Semua tamu undangan sengaja mundur untuk memberikan kedua pengantin ini ruang agar bisa berdansa berdua. Atas permintaan dari Ibu Naya yang menginginkan sang anak dan juga sang menantu menari romantis, akhirnya mereka berdua pun turun dari altar pelaminan.Mereka berdiri saling berhadapan dengan jarak yang begitu dekat. Kedua tangan Tama melingkar di pinggang Zahra sedangkan kedua tangan gadis itu melingkar di leher Tama. Mata mereka saling menatap satu sama lain. Zahra masih bisa melihat raut benci di kedua iris laki-laki itu.Irama musik romantis mulai mengalun. Perlahan sepasang pengantin ini mulai menggerakkan tubuh mereka ke kiri dan ke kanan. Tatapan mata di antara mereka tidak ada yang terlepas. Semua orang disana sampai berpikir jika Tama dan juga Zahra saling mencintai. Dan jangan lupakan juga Ibu Naya yang tampak sangat bahagia melihat pemandangan itu.Setelah dipersilahkan oleh Ibu Naya akhirnya beberapa pasangan yang
Tama berjalan mendekati Zahra. Tatapan matanya masih fokus menatap gadis itu. Membuat Zahra semakin salah tingkah."Mau apa Tuan Tama mendekatiku? Dia tidak akan memintaku yang aneh-aneh kan? Tidak akan mengambil hak nya sekarang kan? Bukankah dia bilang aku menikah dengannya hanya karena Ibu Naya?" batin Zahra bermonolog.Jantung Zahra semakin berdetak kencang saat tubuh laki-laki itu hampir saja menabraknya. Dengan cepat dia sedikit bergeser seolah memberikan ruang kepada Tama untuk berjalan. Walaupun tujuan gadis itu sebenarnya adalah untuk menghindari Tama.Melihat Zahra yang bertingkah sangat aneh, membuat Tama ngerutkan dahinya. Namun walaupun demikian, tak ada sedikitpun niat laki-laki itu untuk bertanya pada gadis yang sudah resmi menjadi istrinya tersebut. Dia terus berjalan melewati Zahra dan disitulah Zahra tahu jika Tama berjalan bukan untuk mendekatinya melainkan menuju lemari pakaian yang ada di belakangnya.Gadis itu menghela nafas panjang. Di dalam hatinya dia sedikit
Tama, Zahra, Ibu Naya, Nufa dan juga Rey kini dalam perjalanan kembali pulang ke mansion. Kali ini mereka hanya menggunakan satu buah mobil saja yang dikendarai oleh Rey. Tama duduk di kursi depan, Zahra dan juga Ibu Naya duduk di kursi tengah, sedangkan Nufa duduk di kursi belakang. Semenjak Zahra menikah dengan Tama, Nufa jadi lebih banyak diam. Dia tidak mau terlalu banyak berinteraksi dengan Zahra mengingat kali ini gadis itu bukan lagi bawahannya melainkan majikannya. Walaupun Zahra selalu menekankan jika hubungan kedekatan diantara mereka tidak akan pernah berubah akan tetapi wanita paruh baya itu sangat takut untuk berurusan lebih dalam dengan anggota resmi keluarga Kalingga.Sepanjang jalan, Zahra selalu membayangkan kira-kira hadiah apa yang akan diberikan oleh Ibu Naya kepadanya dan juga Tama sebagai hadiah pernikahan mereka. Tadi di kamar hotel, wanita tua itu tidak langsung memberikannya kepada mereka. Katanya dirinya akan memberikannya setelah mereka sampai di mansion.B
Zahra yang pagi itu sedang membereskan pakaiannya untuk dimasukkan ke dalam lemari Tama harus tersentak saat terdengar seseorang mengetuk pintu. Gadis ini sengaja tidak membiarkan para pelayan yang mengaturnya karena dia tidak terbiasa jika semua barangnya disentuh oleh orang lain. Apalagi pakaian dalam. Bagi Zahra itu sangat memalukan."Ibu," panggil Zahra lirih saat melihat sang Ibu yang sudah mengetuk pintu itu."Apa kamu sedang sibuk, Nak?" tanya Ibu Naya sambil tersenyum."Tidak Bu? Apa Ibu mau masuk?" tanya gadis itu. Dia baru saja hendak melangkah mendorong kursi roda saat satu tangan wanita tua itu terangkat ke atas, menolak."Tidak. Tadinya Ibu ingin ditemani keliling taman belakang. Tapi itu juga jika kamu sedang tidak sibuk," ujar Ibu Naya lembut. Sang menantu pun tersenyum."Ibu ini, seperti bicara sama siapa aja. Bukankah dari dulu aku selalu bilang jika akan selalu ada waktu untuk Ibu, sesibuk apapun aku."Ucapan dari Zahra membuat senyum di bibir Ibu Naya kembali berkem
Membahas tentang kematian Tasya membuat Zahra kembali teringat akan sang sahabat. Raut wajah gadis itu berubah menjadi sedikit murung."Bu, aku minta maaf," ucap gadis itu lirih. Ibu Naya menatap sang menantu dengan tatapan bingung."Ada apa Nak? Kenapa kamu tiba-tiba meminta maaf?" tanya sang mertua."Dulu aku tidak tahu jika Tasya adalah anggota keluarga Kalingga," kata Zahra lagi. Ibu Naya semakin mengerutkan dahinya."Sebentar. Kamu kenal dengan Tasya?" tanya Ibu Naya. Zahra mengangguk."Iya Bu. Tasya adalah sahabatku sewaktu kami sekolah dulu.""Memangnya kamu satu sekolah dengan Tasya?" tanya Ibu Naya lagi. Kini dia yang merasa penasaran tentang hubungan Tasya dan juga Zahra."Bukan Bu. Aku mana ada biaya untuk bisa belajar di sekolah elite seperti itu. Aku hanyalah gadis penjual aksesoris di halaman sekolahnya."Ibu Naya cukup kaget dengan hal itu. Zahra akhirnya menceritakan bagaimana pertemuan mereka hingga akhirnya kedua gadis itu menjadi sahabat. Zahra juga bercerita dulu T
Zahra membuka matanya perlahan saat dia merasa sudah tidak ada lagi guncangan. Saat kedua matanya terbuka sempurna, dia bisa melihat sebuah pemandangan yang sangat indah dari balik jendela yang ada di sampingnya. Sebuah langit yang dipenuhi dengan awan putih bak kapas yang lembut.Kedua mata Zahra membulat sempurna merasa takjub menatap kumpulan awan itu. Untuk pertama kalinya dia merasakan berada di atas awan. Gadis itu memiringkan tubuhnya ke arah jendela agar dia bisa menikmatinya dengan lebih jelas."Tuan. Ini benar-benar indah. Apa anda tahu? Saya baru pertama kali mengalami berada di atas awan seperti ini. Ternyata naik pesawat itu rasanya seperti ini ya Tuan?" tanya Zahra tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela tersebut."Sejak dari dulu saya selalu bermimpi bisa naik pesawat terbang," ucapnya lagi. Tiba-tiba gadis itu sedikit murung saat dirinya teringat akan sesuatu."Dulu, Kak Satria pernah berjanji jika kami menikah, dia akan mengajakku naik pesawat. Hmm…" Zahra menghe
Malam itu Zahra duduk di sofa sambil menonton televisi. Sesekali matanya melihat sang suami yang masih asik dengan layar laptopnya. Terkadang dia juga kesal, bukankah ini adalah momen liburan untuk mereka? Lalu kenapa juga laki-laki itu masih disibukkan dengan pekerjaannya?Beberapa kali Zahra memindahkan channel. Menurutnya tak ada satupun acara yang menarik. Gadis itu membuang nafas kasar saat perutnya mulai terasa lapar. Dia melihat ke arah jam di dalam kamarnya yang sudah menunjukkan waktunya makan malam."Apa dia tidak lapar? Biasanya kalau di mansion, jam segini udah siap aja di meja makan," gerutu Zahra dalam hati. Karena kesal, gadis itu pun akhirnya mematikan televisinya. "Kalau aku minta makan, dia marah gak ya?" pikir gadis itu lagi. Kali ini dengan menatap Tama intens."Ada apa?" ucap laki-laki itu tiba-tiba tanpa menoleh ke arah Zahra sedikitpun. Gadis itu kaget lalu tersenyum. Sesaat kemudian dia berdiri dan perlahan berjalan mendekati sang suami. Ada rasa ragu saat d
Selama perjalanan pulang dari restoran menuju hotel tempat mereka menginap, harus mereka lewati dalam diam. Beberapa kali Zahra melirik ke arah sang suami yang berada di balik kemudi mobil. Tatapan matanya memang fokus menatap ke arah depan akan tetapi Zahra tahu jika laki-laki itu sedang memikirkan sesuatu. Hal tersebut dapat terlihat dengan jelas dari kening sang suami yang sesekali mengkerut.Sebenarnya hati kecil gadis itu ingin sekali bertanya ada apa akan tetapi tingkat keberanian yang dimiliki oleh Zahra belum sampai pada level itu. Dia belum berani untuk ikut campur terlalu dalam, kecuali Tama sendiri yang berbicara kepadanya dan meminta pendapatnya.Selang beberapa menit kemudian, mobil mereka pun telah sampai di hotel. Tama dan juga Zahra berjalan berdua menyusuri lobi hotel menuju ke arah lift agar mereka bisa sampai di kamar. Keduanya masih tetap diam."Oh ya Tuhan, kenapa suamiku sangat dingin seperti es balok?" gerutu Zahra dalam hati.Sesampainya di kamar hotel, tanpa b