"Jangan lupa. Nanti jangan lembur. Oke?"Faryn yang tengah merunduk ke arah jendela penumpang di samping supir, menganggukan kepala pada Hakam. Pria itu baru saja mengantarnya ke kantor tepat di depan lobi.Setelah itu Hakam pergi berlalu ke kantornya yang hanya berjarak beberapa meter dari kantor pusat Jatayu. Faryn melihat sampai mobil Hakam terparkir dengan baik. Pria itu tampak tengah berbicara dengan salah satu karyawannya yang langsung menghampiri begitu dia turun.Faryn menatap setengah melamun. Prianya itu ... benar-benar bekerja dengan benar. Sesuai dengan jobdesk yang diberikan kepadanya. Berbeda dengan dirinya.Sesaat setelah Hakam masuk ke kantornya, mobil Bahari berhenti di depan lobi. Faryn membuka pintu penumpang belakang. Menyapa si bos dengan senyuman ramah."Tumben kamu menunggu saya di depan sini," ujar Bahari.Faryn masih tersenyum saat membalas ucapan itu. "Mulai sekarang saya akan sering menunggu Bapak di depan untuk menyambut." Gerakan tangannya mengisyaratkan p
Hakam tidak jadi mencium Faryn. Makanan yang sudah dipesan olehnya sudah terlanjut datang, disajikan dengan tatanan apik. Alhasil, dia menggerutu terus selama mereka di perjalanan dari restoran."Sudahlah, Hakam. Kamu kan bisa menciumku nanti di rumah. Biasanya juga begitu, kan?"Faryn masih merasa geli dengan gerutuan tidak jelas Hakam. Masalah tempat reservasinya lah, makanannya lah, bahkan cuaca pun juga dia keluhkan.Dia yang memilih dan dia pula yang mengeluhkan kekurangan dari kejutannya."Masalahnya tadi itu momen yang pas sekali, Faryn," sahutnya gemas bercampur kesal."Memang ada apa sih dengan momen tadi? Menurut aku sudah bagus dan memuaskan kok," sanggah Fatyn. Dia terus menatap bagian samping wajah Hakam yang tidak seramah biasanya. Sementara prianya terus menghadap ke depan. Fokus menyetir."Tadi itu ...," Hakam diam sebentar, lalu menhambung kalimatnya setelah berhasil menyalip salah satu kendaraan, "... tadi kamu sedang cantik-cantiknya."Faryn merona. Tapi hanya berla
"Selamat ulang tahun, Faryn!"Ucapan yang disampai ketiga orang di depannya ini menciptakan senyum canggung di wajah Faryn."Ibu kira kamu masih mengingat Ibu dan Bapak karena kamu ingat tanggal lahir kamu," kata Ibu yang mengaku bernama Kemala.Sama seperti nama terakhirnya.Jika orang-orang menggunakan nama sang ayah untuk nama terakhirnya, keluarga ini malah menggunakan nama sang ibu. Menurut Ibu Kemala, sang ayah yang ingin anaknya memiliki sifat yang sama dengan sang istri.Saat memasuki rumah, sebelum sampai ke tahap inti merayakan ulang tahunnya, Faryn diajak oleh 'ibunya' berkeliling sudut rumah. Pasangan suami istri ini sudah pindah dari rumah sebelumnya. Namun, semua foto tidak ada satu pun yang tertinggal.Foto-foto masa kecil Faryn.Meski Ibu Kemala sudah menceritakan secara detail setiap foto berseeta kenangan mereka, Faryn tetap tidak bisa mengingat satu pun dari momen-momen itu.Merasa dejavu pun tidak.Berdasarkan cerita, Faryn diculik saat berumur sembilan tahun. Kemu
Saat akan membuka kelopak matany yang terasa berat, kepalanya serasa ditindih batu yang cukup besar. Terasa pusing yang sangat hebat.Faryn mengerang tertahan.Sial. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa tubuhnya terasa lemas dan kepalanya terasa berat?"Kamu udah sadar? Kita dalam perjalanan ke rumah sakit."Suara itu. Suara yang familiar dan sering dia dengar. Rasanya dulu dia juga pernah mendengarnya. Di mana ya?"Kalau kamu mau muntah," seseorang itu menjeda sejenak ucapannya. Kemudian terdengar suara kantong plastik yang bergerisik ke hadapannya. "Kamu bisa muntahkan di sini. Atau kamu mau kita menepi sebentar supaya lebih nyaman?"Duh, berisik sekali sih. Apa dia tidak tahu kalau Faryn tengah berusaha mengambil alih kesadarannya kembali?Perlahan tapi pasti, kelopak mata Faryn terbuka. Yang pertama dia tangkap melalui matanya adalah ... gelap. Tubuhnya bergerak mengikuti laju kendaraan ini. Tapi sepanjang jalan hanya kegelapan yang ada.Rasa berat itu kini beralih menyerang pernap
Linggar mengerucutkan mulutnya. Wajahnya terlihat masam. Permasalahan ini harus segera diselesaikan. Jika lebih lama lagi ditunda, Faryn tidak akan bisa dikendalikan.Perempuan itu mungkin tidak peduli dengan harga dirinya. Namun, Linggar tidak! Dia sangat amat peduli dengan citra dirinya.Susah payah dia membangun penilaian orang tentangnya yang bijak, berwibawa, dan cerdas. Semua orang tahu rumor tentang ayahnya, maka dari itu dia mengupayakan segala cara agar rumor itu tidak berbalik ke arahnya, meski dia adalah anak Bahari."Argh, sial!" umpat Linggar.Dia sudah kehabisan akal. Apapun rencana yang sudah dia pikirkan hanya akan berujung pada kehancurannya. Harus ada satu orang lagi yang dikorban. Tapi siapa?"Kamu baik-baik saja?"Tangan lembut dan halus membelai kepalanya dengan sayang. Linggar menghentikan kegiatan memijit pangkal hidungnya. Kepalanya menoleh ke kanan. Dia mendapati wajah yang lembut dan manis di sampingnya tengah tersenyum.Senyum yang selalu mampu membuat Lingg
Hakam mengangkat tubuh Faryn yang tertidur dengan pulasnya setelah menangis saat mobil mereka berhenti. Wanutanya tidak mengatakan apapun. Dia hanya menangis dan terus terisak di pelukannya.Hakam tahu, Faryn hanya ingin mengeluarkan beban di hatinya.Mereka tidak jadi melakukan apapun yang menyenangkan malam ini. Tidak makan malam, tidak bertemu dengan orang tua Faryn, tidak pula khayalan liarnya yang menjadi nyata.Semua gagal total.Pertama kalinya dalam hidup Hakam saat merencanakan sesuatu berakhir dengan hancur berantakan seperti malam ini.Selama di perjalanan pulang, Hakam terus msmikirkan kalimat Faryn sebelum menangis. Menemukan dirinya?Memangnya wanitanya ini hilang di mana?Hakam terus berpikir untuk mengetahui maksud Faryn.Ada beberapa kemungkinan yang mampir di otak cerdasnya. Pertama Faryn meminta untuk dibantu mengingat masa lalu yang sudah ia lupakan. Si istri berharap bisa mengingat kembali.Bukankah Faryn bilang ingatan buruk adalah bagian dari dirinya juga?Yang k
"Hari ini Bapak akan ada rapat bersama Dewan Komisaris jam 9. Lalu dilanjutkan dengan pertemuan kolega dari PT BAP di Restoran Alaska jam 11," lapor Faryn sambil membaca daftar rapat di tab yang dipegangnya.Bahari melihat jam di pergelangan tangannya. Masih cukup waktu untuk berduaan dengan Faryn. "Tambahkan jadwal sebelum jam 11 ke dalam daftar."Faryn mengangkat wajahnya. Menatap Bahari dengan tatapan bertanya. "Apa yang harus saya tambahkan, Pak?"Bahari tersenyum lebar lalu berucap, "Tambahkan jadwal setengah 10, rapat bersama Faryn Titis Kemala di ruangan Bahari Jatayu."Faryn memiliki firasat tidak enak hanya dengan mendengar jadwal yanh diminta oleh Bahari. "Maaf, Pak. Tapi jika saya menambahkan jam yang tidak ada sebelumnya, akan membuat jadwal di antara jam-jam itu mundur," tolak Faryn halus."Rapat dengan Dewan Komisaris hanya akan memakan waktu sebentar. Sebaliknya, rapat bersama kamulah yang membutuhkan waktu lebih lama."Faeyn tersenyum paksa. Dia pun mengangguk menyetuj
Dokumen yang diberikan Bahari ini bukan dokumen biasa.Ini dokumen surat berharga. Surat kepemilikan sebuah apartemen mewah. Atas nama dirinya!"P-Pak, ini ...," Faryn tergagap. Dibanding bahagia dia lebih merasa bingung.Bingung harus bagaimana, binggung harus mengatakan apa."Ini hadiah ulang tahun kamu. Kemarin saya belum sempat memberikannya," ujar Bahari. Matanya tidak lepas dari memperhatikan ekspresi Faryn. "Kamu ingin hidup kamu terjamin, kan? Saya bisa memberikannya."Faryn menutup kembali dokumen itu dan meletakannya di atas meja. Benar. Inilah yang dia inginkan. Upaya balas dendamnya. Salah satunya adalah mendapatkan sebagian harta Bahari.Seulas senyum manis menghias di bibirnya. "Terima kasih, Pak. Saya tidak menyangka Anda akan benar-benar menepatinya."Bahari mengecup pipi Faryn. Tangannya menggenggam punggung tangan sekertaris itu. "Jika saya sudah berjanji saya akan menepatinya."Faryn mengenal satu orang yang mengatakan hal yang hampir serupa. Kata-kata yang beberapa