Share

Janda Lugu tapi Palsu
Janda Lugu tapi Palsu
Penulis: Henya Firmansyah

Mirip Suamiku

Janda Lugu Tetanggaku 1

Bab 1

Mirip Suamiku

“Mas!” Aku melambai pada suamiku yang baru turun dari mobil di halaman depan rumah. Suamiku menoleh dan melihat padaku yang berjalan pulang dari rumah tetangga depan rumah.

“Ngapain?” Tanya Mas Azka sambil berjalan ke teras. Aku mengejar cepat dan berhasil mengalit lengannya.

“Main,” jawabku tersenyum lebar. Mas Azka tak berkomentar, dia mengambil kunci rumah di bawah vas bunga lalu membuka pintu.

Aku dan suamiku baru beberapa bulan menikah dan tinggal di perumahan berdua saja. Kebetulan, aku dan Mas Azka dua duanya bekerja, pergi pagi dan pulang sore, kadang suamiku pulang malam.

Depan rumah ada tetangga, namanya Mbak Dian. Janda anak satu. Penampilannya sederhana bahkan lugu menurutku. Bajunya nggak modis, wajahnya pun sering polosan dari pada ber-make up. Aku sering main ke situ sepulang kerja sambil nunggu suamiku pulang. Ya, kan dari pada bengong sendirian di rumah. Mbak Dian baik, anaknya juga lucu dan nggemesin.

“Tahu, nggak, Mas, Mbak Dian tuh kasihan, lho,” kataku saat duduk berdua di ruang makan.

“Kenapa?” Mas Azka menjawab tanpa menoleh, asyik dengan ponselnya.

“Dia itu dicerai sama suaminya nggak dikasih apa-apa, lho.” Mataku melihat Mas Azka.

“Maksudnya gimana?” Mas Azka bertanya basa-basi karena menurutku dia sudah tahu maksudku.

“Nggak dikasih gono-gini, gitu.” Bibirku manyun, ada ya, lelaki raja tega begitu

“Dia nggak minta ‘kali,” jawab Mas Azka sambil melihatku sekilas.

“Lho, nggak bisa begitu, dong. Gono-gini itu haknya Mantan Istri, harus dibagi dua!” Bibirku mencebik. Kesenangan laki kalau nggak mau berbagi gono-gini. Serakah.

“Mungkin dia yang salah?”

“Salah gimana, orang Mbak Dian itu baik, pendiam, lugu, nggak neko-neko. Lakinya aja yang banyak maunya.” aku jadi sewot. Apa-apa kok yang disalahkan seringnya pihak perempuan.

“Ya paling nggak dapat nafkah, dong, kan ada anak?” Mas Azka menaruh ponsel di meja, dia menuang air putih dari teko plastik ke gelas.

“Enggak, Mas. Uang nafkah juga nggak dikasih katanya. Kasihan Mbak Dian itu!”

Mas Azka menatapku dengan kening sedikit mengerut,”emang kenapa bisa bercerai?”

Bibirku mendekat ke telinga Mas Azka,”dituduh selingkuh,” kataku.

Hahaha, terdengar tawa Mas Azka. Gantian keningku yang mengerut,”kok tertawa?”

“Pantesan nggak dapat gono-gini, nggak dapat nafkah, orang selingkuh. Jangan-jangan itu juga bukan anak Mantan suaminya?” Mata Mas Azka melebar.

“Kok tahu?” Sorot mataku penuh selidik.

“Nebak aja.” Mas Aka kembali meraih ponsel dan tangannya mulai sibuk lagi.

“Emang sih, suaminya nggak mau ngaku in itu anaknya ….” Suaraku pelan, kasihan Mbak Dian.

“Tes DNA aja,” celetuk Mas Azka. Aku menoleh.

“Lakinya udah minta tapi, Mbak Dian menolak.”

“Nah, kan, pasti dia takut.”

“Bukan, bukan!” Aku langsung membantah. “Mbak Dian pilih terima nasib, dia tak mau memperpanjang masalah karena aslinya si lakinya itu hanya ingin menikah lagi. Mbak Dian yang baik hati memilih pergi,” ujarku menjelaskan.

“Ya kalau udah terima nasib ya jalani saja,” sahut Mas Azka sambil berdiri. Suamiku lalu masuk ke kamar. Aku masih termenung, kasihan Mbak Dian, harus cari nafkah sendiri. Dia nggak kerja, sementara punya anak bayi.

**

Ting Tong

Suara bel rumah. Aku yang sedang bersantai dengan Suami saling berpandangan. Siapa yang datang? Jujur kami jarang menerima tamu kecuali Ibu Mertua yang terkadang dayang tanpa diundang.

“Biar aku yang buka.” Mas Arka bangkit dan berjalan ke depan.

“Laras ada, Mas?”

Suara perempuan? Gegas aku berjalan ke depan. Ternyata Mbak Dian dan Lova, anaknya.

“Ada apa, Mbak?” Aku menyapa ramah.

“Ini, Ras, mau ngerepotin,” katanya. Aku melihat penampilan Mbak Dian yang berbeda, dia berdandan, pakai lipstik dan mengenakan pakaian kek mau berangkat kerja. Hm, cantik juga.

“Apa, Mbak?” Tanyaku. Mas Azka berdiri tak bersuara.

“Mau nitip Lova, soalnya aku ada undangan wawancara kerja,” katanya. Mataku seketika berbinar melihat baby Lova yang ada di gendongan Mbak Dian. Baby itu tertawa padaku.

“Eh, mau dong. Sini, sini, Lova sama Tante.” aku mendekat dan mengambil baby Lova dari gendongan mamanya. Sempat kulihat bola mata Mbak Dian melirik suamiku.

“Uluh … uluh … anak cantik!” Aku berseru senang.

“Ini tas Lova, susu, dot, Pampers semua ada di dalam.” Mbak Dian menyodorkan tas bayi ke suamiku. Mas Azka menerima tetapi mulutnya tetap membisu.

“Ih, lucunya, mmuaah.” aku mencium berkali-kali pipi Lova yang chabi dan putih bersih. Lova tertawa-tawa senang.

“Ke kamar, yuk, sama Om Azka.” menggendong Lova, dan membawanya masuk ke kamar. Ada Mas Azka yang lagi rebahan.

“Mas, foto dulu, dong,” kataku sambil memangku baby Lova. Mas Azka beringsut dan duduk di sampingku. Menyalakan kamera, aku mengambil gambar selfie bertiga beberapa kali.

“Sekarang kamu sama Lova, Mas.” Kuberikan Lova pada Mas Azka. “Pangku, Mas,” kataku sambil menata gaya.

“Sekarang cium pipinya.” kembali aku mengarahkan gaya suamiku dan baby Lova. Aku menjepret berkali-kali. Senang hatiku rasanya. Mas Azka juga senang sepertinya dia tertawa-tawa dan menciumi pipi baby Lova terus. Ah, jadi pingin punya anak sendiri.

Siang saat baby Lova tertidur, aku membuka galeri foto di ponselku. Bibirku tertawa sendiri melihat foto-foto lucu dan penuh keakraban itu. Eh, ada foto lucu Mas azka yang pipinya nempel sama Lova. Senyumku mengembang dan melihatnya agak lama.

“Mas, lihat nih.” aku bergeser mendekat suamiku. Menunjuk foto, aku berkata pada suamiku,

“Ini, lihat, Lova kalau dilihat-lihat, mirip ya, sama kamu.”

Waaa?

Bersambung

KBM app

Joylada

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status