"Jujur saja aku tidak bisa membuktikannya dengan cara ilmiah karena itu akan mempertaruhkan martabatku, tapi, aku berharap ia ingat.""Sesungguhnya kamu beruntung, dari sekian wanita di dunia ini, mungkin hanya beberapa orang yang bisa diajak bicara dengan baik-baik seperti ini. Setelah perlakuan yang terjadi padamu dan suamiku, sejujurnya aku benci untuk membahas apapun denganmu Tapi ya demi kemaslahatan semua orang Aku rela menanggalkan ego," jawabku perlahan."Aku juga harus mendapatkan hakku setelah apa yang didapatkan Mas Hamdan.""Jujur saja, aku ragu. Sudah dulu ya, aku harus melayani suami, dia terdengar sudah datang,"jawabku."Lihatlah, kau beruntung dengan keistimewaan itu, kau bisa melayaninya dengan leluasa padahal dulunya kau hanya pelayan rumah itu."Maksud dirinya jelas ingin menghinaku, tapi, aku tak akan menempatkan pemikiranku sejajar dengan pemikiran orang seperti dia. Benar kata pepatah bawa kedewasaan dan kebijaksanaan tidak selalu diukur dengan umur dan tingkat p
Sungguh pahit perasaan ini ketika menyadari bahwa ibu telah mengambil keputusan, aku tidak bisa menahan tangis dan kesedihan sehingga makan malam kali itu tidak bisa ku nikmati. Aku ke kamar dan menangis pilu sementara Mas Hamdan tidak sedang berada di rumah. Andai Dia ada di sini tentu aku akan memberitahunya dengan detail bahwa ibu akan menikahkan Dia segera dengan mantan kekasihnya yang dulu.Aku tidak bisa menyalahkan Ibu karena beliau juga sedang menjaga martabat keluarga dan harga diri dirinya dan mendiang suaminya. Dia tidak mau keluarga kami menanggung rasa malu dari cibirin sementara sebelumnya kami adalah orang-orang yang dihargai oleh masyarakat dan komunitas. Aku juga tidak berdaya kalau begini. Aku tak bisa melawan kehendak ibu mertua. Aku merasa berhutang Budi padanya karena dia sudah menerima kehadiranku menjadi anggota keluarga juga menyayangi anak-anakku dan memperlakukan mereka tidak berbeda dari Icha. Mereka juga menjamin pendidikan Erwin dan Vito, juga diriku yang
"Begini, sudah terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan hingga membuat wanita itu dan ayah tiri kalian harus menikah dalam waktu dekat.""Sesuatu yang tidak diinginkan itu maksudnya apa Bunda? Kenapa banyak sekali sesuatu yang terjadi di dalam keluarga ini Namun kita tidak pernah menyadarinya? Kenapa Bunda tidak pernah bercerita?""Aku tidak ingin kalian terbebani dan merasa sedih. Aku hanya ingin memberitahu bahwa mulai sekarang akan ada situasi baru di rumah ini.""Jadi Bapak Hamdan tetap akan menikahi wanita jalang itu,. Astaga, entah berapa kali aku melihat dia menggoda paham dan namun aku tidak menyampaikannya kepada Bunda. Di acara pesta kebun kemarin dia terus mepet dan mendekat pada pak Hamdan. Kayak minta perhatian.""Entahlah sayang, kenyataannya begitu.""Astaga, lalu bunda akan bagaimana? Cerai? Apakah bunda akan menyerah dengan keluarga bahagia kita.""Entahlah.""Bahagia itu kita yang buat dan pertahankan bukan orang lain! Kalau Bunda tidak bisa jadi petarung maka bunda
"Bunda, Apakah Bunda sudah gila mau menerima pernikahan yang sudah diatur dari awal, ini hanya rencana mereka agar Bunda tidak berdaya untuk menerima permintaan mereka?!" Erwin anakku langsung mendatangi diri ini ke kamar dan berkata seperti itu."Lalu, bunda bisa apa?" Aku yang sedang duduk dan memegangi pigura foto pernikahanku dengan mas Hamdan sempat menangis namun segera menyeka air mata ini dengan tangan."Lihatlah, bunda pasti habis nangis memikirkan ini!""Tidak juga....""Jangan pura-pura tegar padahal bunda sangat rapuh dan bersedih. Kalau begini ceritanya Apa bedanya dengan Bunda bertahan dengan ayah, Kenapa hidup Bunda selalu dipenuhi penderitaan?""Tidak masalah ini hanya rangkaian ujian Tuhan pada Bunda. Tuhan ingin menempa Bunda agar jadi lebih kuat dan tangguh menghadapi badai. Jangan khawatir bunda akan baik-baik saja target untuk bunda adalah menyekolahkan kalian sampai tinggi tidak apa Bunda bertahan dengan cara seperti ini.""Jangan jadikan uang dan kesejahteraan
"Tidak mungkin Om Hamdan adalah pria religius yang sangat mempertahankan prinsip dan moralnya. Apa apaan ini? Tidak ada Kak ide yang lebih kreatif dari itu agar dia bisa terdengar masuk akal dan kami bisa menerima pernikahannya dengan ayah tiri kami?""Itu sudah terjadi?""Apakah ada bukti mereka tidur berdua dan bersetubuh?""Ada bukti foto ketika mereka berdua saling memeluk, namun ketika kutanya mas Hamdan tidak begitu ingat kejadiannya dengan detail. Dia hanya bilang dalam keadaan tidak sadar dan lupa segalanya.""Kalau begitu ..." Erwin nampak berbinar dan segera meraih kedua bahuku lalu menggenggamnya kuat."Om Hamdan tak salah, dia tidak bisa mengingat kejadiannya karena kejadian itu memang tidak terjadi. Mungkin wanita itu hanya menjebaknya dan mengambil sebuah foto.""Entahlah ... bunda tak mengerti," ucapku galau."Lihat, bunda sendiri galau, jika Bunda tidak yakin, jangan berikan izin, jangan konyol.""Baiklah, Bunda akan jelaskan, begini, kalau bunda tidak izinkan, maka ke
Sekarang di sinilah kami berdiri, berbaris di depan rumah Haifa sambil tetap memegang kotak seserahan yang ada di kedua tanganku. Erwin yang tetap merasa tidak senang dengan apa yang terjadi tetap gigih mendekat dan mempengaruhiku."Bunda, bunda yakin?""Ya.""Aku kita cegah ini terjadi.""Terlambat untuk mengharap keajaiban," jawabku sambil tersenyum tipis."Tapi kemungkinan tetap ada.""Semoga saja, tapi ... wanita itu sudah terlanjur mengaku ditiduri, terlambat untuk memperbaiki.""Apakah dia mengaku hamil pada nenek?""Kuyakin dia mengatakan bahwa ada kemungkinan dia mengandung anak Mas Hamdan pada Ibu Syaimah," jawabku."Halunya ketinggian," gumam Erwin, "aku masih gak yakin, Bapak Hamdan akan melakukan hal bodoh.""Siapa yang mengira bahwa kejadian semacam ini akan terjadi, sudahlah, kembalilah ke belakang ayahmu dan dukung dia. Kita harus bersikap baik," jawabku sambil mendorong anakku agar kembali ke barisan belakang."Astaga, aku tidak percaya dengan ini ...."*Duduklah kam
"Ada apa ya?" tanya seorang tamu kepada Mas Hamdan dan diriku."Tidak ada kami masuk ke dalam lalu bicara dan membuat kesepakatan?""Kesepakatan di hari pertunangan?" Tanya wanita itu sambil mengangkat alisnya sebelah"Heran sekali karena kalian semua mempercayai Haifa dan mau saja melakukan apa yang dia inginkan, tapi sudahlah, karena aku juga termasuk dalam golongan bodoh itu, karena mau saja dipelintir olehnya," jawab Mas Hamdan tersenyum miring."Aku tak paham," jawab Wanita itu sambil mengerikan alisnya dan terlihat tidak senang dengan ucapan Mas Hamdan barusan.'"Kami tetap akan bertunangan jadi jangan khawatir tante," ujar Mas Hamdan."Bukankah tidak ada seorangpun yang memaksa kalian.""Memangnya berbeda ya, antara dipaksa dan berada di bawah tekanan?" tanya Mas Hamdan sambil menyunggingkan senyum dan meninggalkan wanita itu, kembali ke bangku kami. Wanita cantik dengan gamis berwarna ungu itu masih terlihat bingung namun Ia hanya mengangkat kedua bahunya dan kembali duduk lag
Pagi pun datang dengan nafas baru yang lebih menyegarkan, sinar matahari mulai menunjukkan warna keemasan dari balik cakrawala, membiarkan aku menikmati mereka sambil berdiri di taman bunga seraya menyirami tanaman-tanaman itu agar tumbuh dengan subur.Usai dengan urusan tanaman, aku masuk ke dalam ruma untuk melihat apakah ibu saima sudah bangun dan duduk di meja makan. Ternyata seperti biasa, beliau sudah bangun dan duduk dengan kopi di hadapannya. Melihat kedatanganku yang menghampiri wanita itu memberi pandangan yang seolah-olah menyimpan kemarahan."Kau terlihat tenang.""Iya, Bu. Mengapa ibu berkata begitu?""Setelah kekacauan terselubung semalam kau nampak sangat bahagia.""Apakah Haifa memberitahu ibu yang sebenarnya?""Dia bilang bahwa Hamdan hanya memakaikan cincin untuk melindungi martabatnya.""Iya, dia sudah ketahuan menipu Mas Hamdan."Ibu mertua lantas tertegur mendengar jawabanku. Dia mengernyit seakan tidak mengerti apa yang sedang aku sampaikan."Mas hamdan tidak t