Dea mencoba meraih portal itu, dia mengulurkan tangan dan ingin menjangkaunya. Detik berikutnya, kaki Dea mengambang dan perlahan-lahan tubuhnya terangkat.
Dea tersenyum, perasaannya bahagia sekali. Aura teduh dan menenangkan yang datangnya dari portal itu membuat Dea ingin segera memasukinya. Namun mendadak, sebuah tangan terasa menggenggam pergelangan kaki Dea.Otomatis Dea melihat siapa yang mengusik dirinya. Ternyata seorang pemuda tampan berpakaian serba putih tengah tersenyum padanya.***Dea berjalan keluar dari gedung yang menurut Dea tampak seperti rumah sakit itu didampingi oleh pemuda yang tadi menahannya memasuki portal.Sejak tadi keduanya hanya diam. Dea tidak bertanya apa pun, pemuda itu juga tidak mengatakan sebarang kalimat. Dea pun berpikir kenapa pemuda itu menariknya? Apakah Dea mengenalinya? Orang-orang tidak melihat keberadaan Dea, tetapi kenapa pemuda itu bisa melihat dan menyentuhnya?"Bukan waktumu untukDea mendekat, diikuti sang pemuda. Banyak warga berkumpul di sana, tetapi tidak ada satu pun yang bergerak untuk memadamkan apinya.Dea panik melihat itu, dia begitu gusar sehingga menyuruh pemuda yang mengaku sebagai qorin kakek buyutnya itu untuk membantu."Siapa tahu ada warga di dalam," kata Dea.Pemuda itu tak menggubris Dea, dia memandangi wanita itu dengan tatapan yang tidak bisa Dea artikan. Wanita tersebut lantas tidak menyerah, dia memberitahu warga desa yang ada di sana untuk menolong. Namun, teriakannya bagaikan suara tak kasat mata Begi mereka. Tidak ada satu pun yang bergerak ketika Dea berteriak."Percuma, mereka tidak akan mendengar suaramu," kata pemuda itu.Dea diam, lantas menyadari kalau saat ini yang dia lihat adalah semu semata. Wanita itu akhirnya menyerah dan memilih menyaksikan kebakaran tersebut bersama yang lainnya.Saat itu Dea melihat seorang pemuda yang begitu mirip dengan orang yang mengaku qorin ka
Hari itu adalah hari yang sangat mengejutkan dan mengubah hidup banyak orang, termasuk Dea dan keluarganya.Setelah tidak sadarkan diri selama satu minggu di rumah sakit sejak operasi karena tusukan pisau itu, Dea akhirnya bisa kembali ke rumahnya.Tentu saja Zuhal dan para warga kampung tidak tinggal diam. Mereka sudah melaporkan Tarman jauh-jauh hari ke polisi, tetapi semuanya terlambat. Lelaki itu ditemukan gantung diri di kamarnya sehari setelah menusuk Dea.Polisi tentu saja menanyai keluarga tersangka, tetapi tidak mendapatkan apa pun. Tarman sendiri tidak meninggalkan surat, catatan, dan rekaman apa pun tentang kenapa dia menusuk Dea. Polisi tidak tau dan tidak bisa menyimpulkan apakah itu dilandasi oleh dendam kesumat atau sebagainya. Keluarga Tarman juga tidak memberikan penjelasan yang kongkrit. Jadi, kasus itu ditutup begitu saja karena tersangka bunuh diri.Sementara itu, setelah pulang, Dea dijaga betul oleh Zuhal dan keluarganya. Mer
Dea menarik pegangan kursi roda nenek Saidah dan mendorong perempuan tua itu menuju kamar Farizi. Rumah kuno ini sangat luas. Sebelum menuju kamar keponakannya, Dea melewati lorong dengan banyak kamar di dalamnya. Padahal mereka hanya beberapa orang, tetapi kenapa banyak sekali kamar?Wanita itu juga melewati dapur, ada Dewi dan Uni yang sedang bekerja di dapur. Saat Dea dan nenek Saidah melewati mereka, kedua perempuan itu hanya menatap dengan tatapan kosong."Mereka berdua tidak menikah, makanya masih tinggal dengan saya," kata Nek Saidah kepada Dea."Maaf, Mbah, Pak Sopian dan Pak Bejo juga?" tanya Dea ingin tahu."Iya," kata Saidah.Keduanya melewati dapur dan menuju kamar Farizi. Sesaat kemudian sampailah mereka di sana. Farizi sedang tertidur di kasur ketika Dea sampai. Anak itu tampak begitu pulas dan tenang.Dea duduk di kasur dekat Farizi dan memandangi bayi tersebut."Kasian dia, ibu bapaknya sudah berpulang."
"Bunuh anak ini, Nak. Dia akan mengacaukan segalanya di masa depan. Seperti saya, mungkin Farizi pun akan kembali ke desa ini suatu saat dan membangkitkan iblis itu. Bunuh dia, Nak." Nek Saidah memohon sembari menggenggam tangan Dea. "Jangan lakukan kesalahan seperti kakek buyutmu. Dia menolak membunuh saya padahal dia tahu saya akan jadi malapetaka," katanya kemudian.Dea terdiam dan menatap wanita tua itu. Dari raut wajahnya, dia begitu memerlukan pertolongan. Wajah pucat dan keriput itu begitu memprihatinkan. Dea kasihan padanya. Namun sesaat dia tersadar kalau semua ini tidak benar."Bayi yang suci dan tidak berdosa ini bukanlah penyebab kutukan itu kembali." Suara seseorang berbisik di telinga Dea. "Jangan tertipu bujuk rayu setan!"Dea mengambil Farizi dan menggendongnya. "Mungkin saya harus kembali ke ruang tamu, Mbah. Saya sudah selesai," kata Dea.Wanita itu ingin berlalu, tetapi Nek Saidah menggenggam pergelangan tangan Dea. Wajahnya ber
Malam itu, langit gelap melingkupi Desa Kunti. Hujan tampaknya akan turun tak lama lagi. Seorang wanita terseok-seok menyusuri jalanan setapak. Napasnya terengah-engah, keringat bercucuran di kening wanita itu."Duhai, janganlah hujan. Biar saya cepat sampai," gumamnya.Wanita bernama Nyai Sri itu bergegas, mencoba sampai sebelum hujan turun. Kali Brani akan meluap jika hujan, dan dia harus menyeberang sebentar lagi.Nyai Sri telah sampai di Kali Brani, dengan hati-hati dia menyusuri jembatan dengan lebar setengah meter itu. Jembatan rapuh yang sudah tua itu masih digunakan warga untuk menyeberang dari pemukiman satu ke lainnya. Hanya itu jalan tersingkat yang ada, jika dibandingkan dengan jembatan beton yang jauhnya lima kilometer dari situ.Nyai Sri, bidan kampung itu harus lekas-lekas, sebab seorang perempuan memerlukan bantuannya.Saat Sri ingin menyeberang, tiba-tiba saja air bah datang dari kanan sungai. Perempuan itu berteriak kemudian terlempar. Jembatan kayu itu mendadak putu
Zuhal ingin masuk ke dalam dan melihat apa yang terjadi tetapi Mak Sari melarangnya."Kenapa, Mak?" tanya Zuhal dari luar."Jangan masuk kau, Zuhal. Jangan ada laki-laki yang masuk ke kamar ini. Tolong hormati jenazah, jangan sampai menimbulkan fitnah.""Tapi saya mau tahu apa yang terjadi sama adik saya, Mak Sari!"Karena tidak tahan dan merasa tidak pernah didengarkan, Zuhal merangsek masuk. Saat itu dia melihat Dea berdiri di samping jenazah Maya dengan wajah sendu. Dia juga melihat janin sang adik yang tersangkut di jalan lahir."Ya Allah, ndak bisa dikeluarkan itu?" tanya Zuhal."Wanita yang meninggal bersama janinnya harus dikubur jadi satu dan tidak bisa dikeluarkan.""Tapi ... tapi bayinya gerak dan dia belum tentu meninggal juga. Lebih baik kita cek, siapa tahu bayinya masih hidup, Mak. Kita coba keluarkan," kata Dea."Jangan mengada-ngada deh, ya. Sejak dulu jika ada yang meninggal melahirkan baik janinnya keluar setengah atau keluar dengan keadaan meninggal tetap dikuburkan
Bayi itu menangis dengan keras. Tubuhnya yang semula membiru kini telah memerah, menandakan sang bayi sehat dan selamat. Semua orang yang ada di sana takjub melihat kejadian ini, bagaikan keajaiban dari Allah SWT. Dea memberikan bayi merah itu kepada suaminya dan mencuci tangan. Setelah mencuci tangan, dia mengambil kembali sang bayi dan membungkusnya dengan kain. Dia memeluk bayi tersebut dan mendekatkannya ke dada."Kita harus bawa bayi ini ke bidan atau puskemas untuk pemeriksaan, Bang. Sementara ini kita urus dulu Maya," kata Dea kepada suaminya.Tak lama kemudian, Dea menyerahkan bayi tersebut kepada mertuanya."Ibuk tolong urus bayinya, ya. Kita urus Maya dulu."Ibu mertuanya yang tadi benci, menerima sang cucu itu dengan tangis haru. Kemudian, dia membawanya keluar."Bapak, maafkan Dea, tapi kita harus panggil Mak Sari kembali buat urus jenazah," kata Dea kepada ayah mertuanya."Iya, bapak coba panggil dulu," sahut ayah mertuanya.Pak Roslan langsung menuju ke luar, mencari ke
Kuburan-kuburan itu jumlahnya ratusan. Tersebar dari ujung pemakaman ke ujung lainnya. Nisan yang ada di atasnya bertuliskan berbagai nama. Namun, yang aneh adalah, usia lahir dan wafat sang penghuni liang lahat adalah di hari yang sama!"Apa semua ini? Ya Allah, ya Rabbi!"Dia menatap nanar sekeliling, dibalik pintu yang dia buka adalah pemakaman. Yang lebih menyeramkan, rumah mertuanya sudah menghilang. Dia terdampar di pemakaman antah-berantah yang tidak diketahui letaknya di desa mana.Dea mencoba berjalan, tetapi saat hendak melangkah sesuatu menahan kakinya. Saat dia melihat ke bawah, tangan-tangan kecil memegangi betisnya!"Ya Allah!" Dia berteriak.Wanita itu mengibas-ngibaskan kakinya dengan keras agar tangan tangan itu terlepas. Tangan-tangan kecil yang penuh dengan tanah dan berbau busuk itu tercampak ke sana kemari. Saat tangan tangan itu terlepas, tangan lain muncul dari dalam tanah dan menggantikannya.Dea terus menghentakkan kakinya, sambil menangis ia mencoba melafalka