Share

Boneka Kayu

Ketika Shubuh tiba, Nuwa akan bangun terlebih dahulu. Dia membuka pintu belakang, bukan untuk memasak, tapi untuk melatih pernapasannya yang sejak koma tujuh bulan terasa agak sempit. Wanita berkulit putih pucat itu belum bisa latihan berat, hanya gerakan ringan saja untuk membantu dirinya lekas pulih dan bisa melatih anak-anak seperti dulu.

Ada kalanya Dayyan mengintip dari dalam rumah. Gerakan halus tapi bisa membuat keringat Nuwa banjir di musim salju itu mengingatkannya saat dulu mengintip istrinya menari.

“Coba sekarang suruh dia menari di depanku mau tidak dia, ya?” gumam pria itu tanpa mengedipkan mata. Dayyan Candu melihat gerakan tubuh istrinya yang lentur seperti karet. “Terus habis itu dia pasti tanya dari mana aku tahu dia bisa menari? Apakah aku harus jawab pernah mengintipnya dulu? Terus kalau dia marah, aku dikuburkan hidup-hidup di bawah es, eh tapi, kan, dia sudah jadi istriku, masak masih marah juga. Kelewatan kalau iya.” Lelaki itu tersenyum sendirian.

“Kau seny
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status