“Huh, dan kamu itu wanita tidak tahu malu. Kamu—“ Kalimat Nyonya Reya terhenti ketika Vivian dengan seenaknya berbalik badan dan kemudian melangkahkan kaki keluar dari pintu gedung perusahaan tersebut.
“Eh, mau ke mana kamu? Berani-beraninya pergi begitu saja, aku ini sedang bicara dengan kamu!” teriak Nyonya Reya yang langsung mengikuti langkah Vivian untuk keluar dari gedung perusahaan tersebut. Namun saat ia sudah sampai di depan gedung, tiba-tiba Vivian seolah menghilang. Ia pun menatap ke segala arah untuk mencari sosok Vivian, tetapi tetap tak menemukannya.Hingga, sesaat kemudian ia mendekati petugas keamanan yang sedari tadi berjaga di depan pintu perusahaan.“Kamu tahu ke mana larinya Nyonya Vivian?” tanya Nyonya Reya sembari berkacak pinggang dan terus mengedarkan pandangannya ke sekitar tempat tersebut.“Nyonya Vivian?” tanya petugas keamanan itu sembari mengerutkan keningnya.Ya, tentu saja petugas keamanSetelah membicarakan beberapa hal yang diinginkan oleh Vivian dari Charles, kemudian Vivian dan Charles pun kembali ke lantai di mana mereka bekerja karena Charles memang sengaja dikirim oleh Raven untuk mencari dirinya. Setelah sampai di depan ruangan Raven, kemudian Vivian pun mengetuk pintu ruangan tersebut dengan pelan, lalu masuk ke dalam ruangan itu bersama dengan Charles yang saat ini sedang memegangi nampan berisikan dua cangkir kopi di atasnya. “Loh, Mama masih di sini?” tanya Vivian dengan santai sembari duduk tak jauh dari Nyonya Reya yang saat ini sedang duduk si sofa yang ada di dalam ruangan Raven. “Tentu saja aku masih di sini, memangnya aku mau ke mana lagi,” sahut Nyonya Reya yang menunjukkan sedikit ketus. “Tentu saja aku pikir Anda sudah pulang karena terlalu lama menungguku tadi,” sahut Vivian dengan santai. Kemudian Raven yang saat ini juga duduk di sofa itu pun langsung berdiri dari tempatnya. “Bagus kalau
Setelah membicarakan beberapa hal yang diinginkan oleh Vivian dari Charles, kemudian Vivian dan Charles pun kembali ke lantai di mana mereka bekerja karena Charles memang sengaja dikirim oleh Raven untuk mencari dirinya.Setelah sampai di depan ruangan Raven, kemudian Vivian pun mengetuk pintu ruangan tersebut dengan pelan, lalu masuk ke dalam ruangan itu bersama dengan Charles yang saat ini sedang memegangi nampan berisikan dua cangkir kopi di atasnya."Loh, Mama masih di sini?" tanya Vivian dengan santai sembari duduk tak jauh dari Nyonya Reya yang saat ini sedang duduk si sofa yang ada di dalam ruangan Raven."Tentu saja aku masih di sini, memangnya aku mau ke mana lagi," sahut Nyonya Reya yang menunjukkan sedikit ketus."Tentu saja aku pikir Anda sudah pulang karena terlalu lama menungguku tadi," sahut Vivian dengan santai.Kemudian Raven yang saat ini juga duduk di sofa itu pun langsung berdiri dari tempatnya. "Bagus
Tak lama kemudian, terlihat seorang wanita yang menerobos masuk ke dalam ruangan tersebut. Dan kemudian ada juga dua orang laki-laki yang tengah mengikuti wanita tersebut dengan tergesa-gesa."Siapa yang menyuruh kalian berjaga?" tanya Raven dengan tatapan tajamnya mengikuti kalimatnya tersebut.Langsung saja dua laki-laki tersebut menatap ke arah Nyonya Reya. 'Sial, apa mereka harus mengeksposku seperti itu,' batin Nyonya Reya yang tentu saja merasa kesal dengan hal itu."Iya benar, memang aku yang melakukan itu. Aku hanya tidak ingin ada orang lain yang mendengar masalah kita ini dan menjadikannya gosip di perusahaan," sahut Nyonya Reya dengan tenang dan hanya terdengar sedikit sewot saja.'Alasan yang masuk akal sih. Ya, walaupun aku tahu kalau sebenarnya dia ini hanya tidak ingin orang lain mendengar percakapan kami, dan mengatakan kalau dirinya wanita yang serakah. Dasar,' gerutu Vivian di dalam hati. Lalu, wani
"Kalau begitu kamu harus membuat pernyataannya," ujar Vivian sembari berbalik dan mengambil secarik kertas dan pena dari meja Raven. Tak lupa, ia juga mengambil sebuah materai untuk ditempelkan di sana nantinya."Ini apa?" tanya Nora sembari menerima kertas dan pena dari Vivian. Ia seperti orang linglung ketika menatap dua buah benda tersebut. Ketakutan merayapi hatinya saat mengingat ucapan Vivian yang menginginkan organ tubuhnya."Tentu saja itu untuk menulis. Bukankah sudah aku katakan kalau kamu harus menulis pernyataan, jikalau kamu bersedia memberikan organ tubuhmu untukku," ujar Vivian dengan santai.Tangan Nora bergetar, ia menatap nanar ke arah kertas tersebut, seolah saat ini Vivian menyuruhnya untuk membuat surat yang menyatakan kesediaannya untuk menerima hukuman mati. Ia menelan ludahnya sembari menempelkan dengan perlahan kertas tersebut di atas pangkuannya. Dan setelah itu, tangan kanannya yang saat ini sedang memegangi pulpen
"Aku …." Raven menghentikan kalimatnya dan menjauhkan wajahnya dari telinga Vivian.'Aku harus menahan semuanya, jangan sampai dia curiga dan mengacaukan semuanya,' batin Raven sembari menatap ekspresi wajah Vivian saat ini.'Apa dia sedang mencoba menggodaku,' batin Vivian yang sempat benar-benar menunggu jawaban dari Raven."Kamu tetap saja mudah ditipu," komentar Raven sembari menarik garis bibirnya lebar."Apa-apaan kamu!" ketus Vivian yang kemudian beranjak pergi meninggalkan ruangan tersebut setelah mengambil tas miliknya, seperti dua wanita sebelumnya.Setelah melihat Vivian yang benar-benar meninggalkan ruangan tersebut, kemudian Raven pun dengan tenang mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya dan menghubungi seseorang."Lakukan rencana selanjutnya dengan hati-hati," ujar Raven ketika panggilan tersebut diangkat dan kemudian menutup panggilan tersebut begitu saja."Vi, kita lihat bagaimana kamu akan mengelak dariku
"Apa yang terjadi?" tanya Raven sembari mengarahkan pandangannya pada Vivian dan tiga orang lawannya yang sedang melantai.Raven pun segera melangkah ke arah empat wanita tersebut. Akan tetapi, baru beberapa langkah, tiba-tiba saja Vivian berlari ke arah Raven dan segera memeluk lengan laki-laki yang masih dibencinya itu.Tentu saja melihat ini Raven langsung curiga. "Ada apa?" tanyanya sembari kembali melihat ke arah tiga wanita yang tadi menyerang Vivian.Seketika Vivian pun langsung memberi tanda pada tiga wanita tersebut dengan tatapan matanya."Siapa mer—" Kalimat Raven terhenti ketika tiba-tiba saja Vivian memblokir pandangannya dan dengan cepat menarik dasinya, hingga membuatnya menunduk dan bibir mereka bersatu.'Aku harus memberi waktu pada mereka agar bisa pergi,' batin Vivian yang masih dengan kuat menarik dasi Raven. Bahkan, ia meningkatkan intesitas ciumannya agar membuat adegan itu menjadi lebih lama.Hingga akhirn
Beberapa jam berlalu, saat ini Raven tengah duduk di ruang santai sembari menatap ke arah anak laki-laki yang saat ini sedang duduk tak jauh darinya.“Dia benar-benar seperti aku,” batin Raven sembari menatap anak laki-lakinya itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ia memperhatikan cara duduk, bahkan ekspresi wajahnya yang sama persis dengan dirinya.“Kamu sudah melihatku selama hampir setengah jam, jika tidak puas kamu bisa memfotoku,” ucap Shine yang saat ini melirik tajam ke arah Raven, sedangkan tangannya masih memegang sebuah buku yang tadi sempat dimintanya pada pelayan.“Tapi kenapa dia sangat kasar? Apa Vivian mengajari hal seperti ini?“ batin Raven sembari menghela napas panjang.Ya, bukankah orang memang tidak bisa melihat tengkuknya sendiri.“Jadi kamu capek dan ingin istirahat? Baiklah kalau begitu ayo kita pergi ke kamar, aku akan membantumu mandi,” ucap Raven sembari mengulurkan tangannya ingin menggendong tubuh kecil itu.Tiba-tiba saja Shine menutup buku
Tak lama kemudian munculah seorang wanita yang sangat dikenal oleh mereka semua. “Di mana Shine?“ tanyanya yang saat ini sedang bergerak menuju ke sofa yang sedang diduduki oleh ketiga orang tersebut.'Di mana dia? Apa Raven menyembunyikannya,” batin Vivian yang tak bisa melihat Shine dari tempatnya saat ini.“Ada di sini,” jawab Raven dengan santai.Dan setelah sampai di depan ketiga laki-laki tersebut, Vivian pun langsung menatap tajam pada Raven yang saat ini sedang duduk tenang persis seperti yang anak laki-lakinya lakukan. “Kalian berdua ….“ Dia kehilangan kata-katanya ketika melihat ekspresi acuh tak acuh di wajah kedua laki-laki yang membuat kepalanya serasa ingin meledak itu.Kemudian Vivian pun memusatkan pandangannya pada anak laki-lakinya yang saat ini sedang mengambil cemilan dari tangan Raven. “Apa maksudnya semua ini?“ geramnya.“Vivian tolong jangan bersikap keras seperti itu pada anak kecil. Dia ini masih dalam masa pertumbuhan. Jika kamu terlalu keras, itu tid