“Aku mendengar kalau Papa meninggalkan Mama sejak aku belum lahir,” ucap Shine sambil menatap ke arah Raven yang saat ini sedang melangkah kembali ke arahnya.“Siapa yang mengatakan kalau Papa meninggalkan kalian? Apakah itu Mama atau bibi kamu?“ tanya Raven sembari duduk di pinggiran panjang dan menatap anak laki-lakinya dengan lekat.“Bukan mereka, itu kata Paman Roland,” jawab Shine sembari terus menatap Raven. Ia penasaran bagaimana Papanya itu akan menjawab pertanyaannya ini.“Siapa Paman Roland?“ tanya Raven sembari mengerutkan dahinya.“Dia adalah salah satu teman Mama Saat kami masih tinggal di Swiss, dia sering datang ke tempat kami bahkan dia sering bermain salju denganku,” beber Shine.“Laki-laki yang sering datang seperti itu pastilah bukan sekedar teman. Atau jangan-jangan ini adalah salah satu alasan Vivian meninggalkanku?“ pikir Raven.“Ah, tapi itu tidak mungkin. Saat dia membuat kekacauan dia seharusnya sedang hamil. Tapi jika benar laki-laki itu menyukai Vivian, ken
“Ha?“ Mereka ternganga melihat kejadian aneh di dapur. Langsung saja Vivian yang baru saja berteriak-teriak tersebut, menoleh ke arah Raven dan Shine yang sedang menatap aneh ke arah dirinya.“Kenapa kalian diam saja, ayo bantu!“ Teriak Vivian sembari berjinjit jinjit. Sedangkan di bagian lain, terlihat Jessy yang sedang berdiri di atas kursi sambil terus menatap ke arah bawah. “Shine, ayo cepat bantu Bibi dan Mama!“ teriaknya.Kemudian Raven pun menoleh ke arah anak laki-lakinya yang saat ini sedang berkacak pinggang. “Apa yang sedang mereka takutkan?“ tanyanya.Shine pun mendongakkan wajahnya. Ia menatap ke arah Papanya dengan ekspresi malas. “Biasa Pa, para wanita itu dengan hewan kecil saja takut,” jawabnya dengan sedikit mengejek.“Ya sudah, kamu ambil buku dan tasmu. Papa yang akan membantu di sini,” ucap Raven sembari mengusap kepala Shine dengan lembut.Langsung saja Shine mengacungkan jempolnya dan kemudian berbalik, lalu melangkah keluar dari pintu ruangan tersebut.“Shin
Setengah jam berlalu. Saat ini Raven yang baru saja sampai di halaman perusahaan pun dengan cepat menghentikan mobilnya di dekat satpam yang berjaga di dekat pintu perusahaan. Dan kemudian tanpa berbasa-basi ia langsung menyerahkan kunci mobilnya pada satpam tersebut.“Di mana dia,” gumamnya sambil melangkah dengan cepat masuk ke dalam gedung perusahaan tersebut.Sedangkan di sisi lain saat ini ada Sean yang berjalan di lantai dasar. Segera saja ia menghampiri sahabatnya itu. “Rav, ada apa?“ tanyanya.Raven pun menghentikan langkahnya. “Apa dia sudah datang?“ tanyanya.Sean pun mengernyitkan dahinya. “Bukankah mereka akan datang nanti siang, apakah ada perubahan?“ “Bukan mereka, tapi Vivian,” tukas Raven.Sean pun memberikan ekspresi malas di wajahnya mendengar sahabatnya itu mencari wanita yang sering membuat sakit kepala itu. “Sudah, dia sudah datang,” jawabnya.Setelah itu, tanpa berbicara apa pun Raven langsung melanjutkan langkahnya ke arah pintu lift khusus. “Aku haru
“Berhenti.“ Vivian kembali mundur selangkah.“Ada apa, apa kamu tidak rindu denganku?“ tanya laki-laki di depan Vivian tersebut sembari maju selangkah.“Kenapa, bagaimana bisa kamu di sini?“ tanya Vivian yang makin waspada.“Tidak bisa, aku tidak boleh membiarkannya tahu keberadaan Shine,” batin Vivian.“Maksud kamu, bagaimana aku bisa menemukan kalian?“ tanya laki-laki di depan Vivian tersebut dengan suara lembut yang khas.Tiba-tiba dari arah lain terdengar suara langkah kaki masuk ke area tersebut.“Vi!“ Langsung saja Vivian menoleh. “Sean,” gumamnya.“Kamu sedang apa?“ tanya Sean yang didampingi Charles ke sana.Mendengar pertanyaan Sean, Vivian pun langsung kembali menoleh ke arah semula dan melihat laki-laki di depannya itu sudah tidak ada.“Ada apa?“ tanya Sean yang saat ini sudah berada tepat di samping Vivian. Ia cukup terkejut melihat wajah pucat Vivian, segera saja ia mengarahkan pandangannya ke sekitar tempat itu Dan tanpa aba-aba Charles pun segera memeriksa sekitar lok
“Apa dia yang diceritakan oleh Shine?“ tanya Raven karena Vivian terlihat gamang saat akan mengatakan siap orang yang menemuinya tadi.Vivian yang sempat menundukkan pandangannya pun langsung mengangkat matanya lagi. Ia menatap lekat mata Raven. “Siapa yang diceritakan oleh Shine?“ tanyanya balik.“Laki-laki bernama Roland,” jawab Raven singkat.Vivian kemudian membuang napas panjang mendengar jawaban Raven. “Roland itu—”Kalimat Vivian berhenti ketika tiba-tiba ponsel Raven dan Vivian berdering bersamaan. Segera saja Raven melangkah kembali ke arah meja kerjanya dan kemudian mengangkatnya. Begitu juga dengan Vivian, ia juga langsung mengangkat panggilan yang ada di ponsel yang masih di genggamannya.“Ada apa Jes?“ tanya Vivian.“Vi, Roland datang,” ujar Jessi yang ada di dalam panggilan tersebut.“Lalu bagaimana dengan Shine, apa dia bersama dengan Roland?“ tanya Vivian yang sangat cemas saat ini.“Iya, dia kembali dengan Roland dan mereka sedang menonton televisi sekarang,” jawab Je
Satu jam berlalu, saat ini Vivian dan Raven sudah berada di rumah sewa Vivian. “Jess! Shine!“ panggil Vivian sembari melangkah dengan cepat memasuki rumah sederhana itu.“Iya, Ma!“ sahut Shine dari ruang santai rumah itu.Segera saja Vivian mempercepat langkahnya.“Sayang, kamu tidak apa-apa kan?“ tanya Vivian sembari memeluk Shine ketika mereka baru saja bertemu.Vivian menatap Shine dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ia memastikan tidak ada yang salah dengan anak laki-lakinya tersebut. Sedangkan Shine hanya mengerutkan dahinya ketika melihat tingkah mamanya yang baginya terlihat berlebihan.“Apa yang kamu lakukan Ma, aku tidak apa-apa. Tidak ada yang bisa menyakitiku, aku inikan hebat,” sahut Shine sembari mundur selangkah dan kemudian bersedekap di hadapan Vivian.Sedangkan Vivian yang mendapatkan respon seperti itu langsung saja merasa jengkel. “Shine, Mama ini sangat khawatir pada kamu.“ Vivian memeluk gemas anak laki-lakinya itu yang terkadang sok kuat dan sok dew
Keesokan harinya, Vivian bangun lebih pagi dari biasanya. Ia pun memilih pergi ke dapur untuk mengambil air sembari membawa ponselnya karena ingin menelepon orang yang terus dipikirkannya sejak semalam.“Halo,” sapa laki-laki yang tengah dihubungi Vivian.“Iya, halo. Di mana Shine?“ tanya Vivian tanpa basa-basi.“Dia sedang tidur, apa kamu ingin melihatnya?“ jawab Raven.Ya, walaupun sebenarnya dia juga berpikir kalau Shine lebih aman bersama dengan Raven, akan tetapi ia merasa cukup kesal karena Shine sama sekali tidak merasa keberatan dengan hal itu. Bahkan anak semata wayangnya itu terlihat tidak ada beban ketika meninggalkan dirinya semalam.“Tidak ada apa-apa, aku hanya ingin memastikan saja,” sahut Vivian dengan tenang. "Sudah kalau begitu, silakan istirahat kembali. Maaf sudah mengganggu.““Tunggu. Aku ingin bertanya sesuatu,” ucap Raven.“Apa?““Apa kamu pergi dariku karena dua laki-laki itu?“ tanya Raven.Vivian terdiam sesaat mendengar pertanyaan tersebut. “Ji
Setelah mematikan panggilan tersebut dan menatap tajam ke arah laki-laki yang menyamar sebagai office boy, kemudian Vivian segera kembali mengarahkan pandangannya pada Rain.“Kalau begitu nanti kita bicarakan lagi ya,” ucap Vivian sambil menggaruk pelipisnya. “Ini sudah masuk waktunya bekerja,” imbuhnya sambil menatap ke arah jam dinding besar yang terpasang di salah satu sisi dinding ruangan itu.Rain pun ikut menatap jam yang sama.“Tentu saja. Kalau begitu bagaimana kalau kita ke sana bersama-sama, kebetulan aku juga ada urusan dengan Raven,” ajak Rain.“Ah, sial! Padahal aku ingin menghindari dia. Kenapa malah jadi naik ke atas bersama dia,” gerutu Vivian di dalam hati. Akan tetapi, seperti apa pun dia menggerutu di dalam hati, pada akhirnya dia hanya bisa tersenyum dan mengangguk agar laki-laki di depannya itu tetap percaya dengan hubungan mereka.Setelah itu seperti yang seharusnya, mereka pun menaiki lift bersama untuk naik ke lantai di mana Raven berada. “Rain apa