Jenazah Suamiku
Bab 23 : Terserah
'Drttt'
Ponsel baruku bergetar malam ini, di saat sedang duduk di depan televisi bersama Bu Hera, Tante Rani, Oma, juga Eyang. Kami sedang menonton film bersama, film anak-anak tentunya, menyesuaikan dengan umur Winka yang sekarang ikutan menonton juga.
Segera kuusap layar benda pipih itu dan membuka aplikasi berwarna hijau yang namanya agak sudah untuk kulafalkan.
[Assalammualaikum. Selamat malam, Mbak Wulan. Saya Pak Dika, wali kelasnya Winka. Maaf mengganggu, ngomong-ngomong Mbak lagi apa?]
Aku mengerutkan dahi membaca isi chat dari Wali kelas Winka ini, emang begini ya hubungan wali murid dan wali kelas anaknya di Kota? Emang harus menjalin komunikasi via ponsel? Benar-benar beda sama di desa, yang palingan komunikasinya lewat tegur sapa saja.
Hmm ... Dibalas nggak, ya? Nggak dibalas, nggak enak juga. Dibalas saja deh.
[Waalaikumsalam. Iya, Pak Dika, saya simpan nomornya.]
Segera kut
Jenazah SuamikuBab 24 : DiaTadi malam aku sudah langsung chat Dokter Zulfan dan menyetujui tawaran kerja darinya itu. Dia sangat senang karena nggak bakalan kewalahan lagi kerja sendirian, gitu katanya.Jadi, hari ini aku libur dulu kursus komputernya. Setelah mengantar Winka ke Sekolah, kuputuskan untuk mampir ke makam almarhum Bang Wawan. Aku harus minta izin juga dengannya dan menceritakan semua yang kualami ini.Seperti biasa, sebelum mengobrol dengannya, tak lupa kukirim doa-doa untuk untuk almarhum suamiku tercinta. Semoga kamu tenang di alam sana, Sayang. Aku dan Winka baik-baik saja di sini, keluargamu memperlakukan kami dengan sangat baik. Kutarik napas panjang dan mulai membuka surah yasin, lalu membacanya helai demi helai.Setengah jam kemudian, doa-doa sudah selesai kukirimkan untuk dia, yang alamnya sudah berbeda denganku namun masih selalu ada di dalam hati ini."Bang Wawan ... Sayang ... Bagaimana kabarmu?" Kuusap nisan yang
Jenazah SuamikuBab 25 : POV Restu 1'Tok-Tok'"Masuk!" jawabku cepat.Pintu ruanganku terbuka, tampaklah Yudhi melangkah masuk."Bro, kok berkas-berkasnya bisa salah tanda tangan begini sih?" Bibir asistenku itu terlihat mengeriting, ia meletakkan kembali berkas-berkas yang baru saja kutandatangani tadi pagi."Apanya yang salah?" Aku menaikkan sebelah alis sambil menggeser laptop di hadapan."Lihat deh, masa lu tanda tangan di namanya Mr.Hitachi sih? Ini kontrak salah semua dan mau diprint ulang!" omelnya lagi sambil memperlihatkan berkas yang katanya salah semua itu."Mana?" Rasanya tak percaya seorang Restu bisa melakukan kesalahan sefatal itu.Astaga, yang dikatakan Yudhi memang benar, aku memang salah tanda tangan. Ya Tuhan, kenapa aku aku? Kuusap wajah juga rambut ini."Kenapa lu, Res? Kok bisa nggak fokus begini sih? Mana nih kontrak akan dikirim siang ini ke Kantor Cabang sebab Mr.Hitachi akan menunggu di
Jenazah SuamikuBab 26 : Blokir"Lapor, Tuan, kami masih belum bisa menemukan keberadaan Wulan." Beberapa preman kampung menghampiri sosok pria dengan tongkat di tangannya yang dan sedang duduk di depan rumah."Kalian itu memang payah!" Pria berkumis tebal itu melempar tongkat di tangannya kepada empat anak buahnya."Maaf, Tuan ... Beberapa teman-teman juga sudah berpencar ke Kota xxx, tempat makam Wawan yang baru setelah dipindahkan tapi masih belum menemui titik terang," jelas salah satu dari preman itu."Sudah berbulan-bulan tapi masih saja begitu-begitu saja hasilnya! Aku nggak mau tahu, secepatnya seret Wulan ke sini!!!" teriak Wahyu--abang tertua dari Wula
Jenazah SuamikuBab 27 : Pengakuan Anne"Dokter Zulfan kayaknya salah ngasih amplop deh." Aku menatap nelangsa amplop itu dan mengabaikan komentar sengit dari Restu."Segera telepon Dokter Zulfan deh, Lan, tanyain dia!" saran mertuaku.Aku mengangguk dan segera mengeluarkan ponsel lalu mencari kontak nomor sang dokter gigi."Halo, assalammualaikum, Dokter," ujarku saat panggilan telepon sudah terhubung ke Dokter Zulfan."Waalaikumsalam. Iya, Wulan, kamu sudah sampai rumah?" jawab Dokter Zulfan."Udah sampai rumah, Dok, dan udah buka amplop dari Dokter juga, tapi ... Isinya kebanyakan. Dokter pasti salah kasih amplop 'kan, ya?" Aku langsung menanyakan hal janggal ini.Dokter Zulfan terdengar tertawa renyah, lalu menjawab, "Nggak salah kok, Wulan, itu benar amplop gaji untuk kamu."Aku mengerutkan dahi mendengarnya, dan semua mata masih tertuju kepadaku. Restu juga terlihat masih berdiri di dekat anak tangga sambil melipat
Jenazah SuamikuBab 28 : Isi HatiSaat tiba di parkiran, terlihat Dokter Zulfan dan Restu sedang saling pukul. Ya Tuhan, ini tidak lucu! Masa udah pada tua gitu masih berantem? Ada apa sih?Pak Satpam terlihat melerai keduanya dan aku pun juga, berdiri di depan Restu dan menghalangi tatapan tajamnya kepada Dokter Zulfan."Ada apa ini?" tanyaku sambil menatap keduanya bergantian."Kalau kamu suka sama kakak iparmu ini, bilang terus terang, Res! Mari kita bersaing secara sehat! Siapa pun yang akan dipilih Wulan, saya tidak masalah," ujar Dokter Zulfan.Aku menelan ludah, wajah terasa memanas. Kenapa Dokter Zulfan bilang gitu? Emangnya ada apa ini?"Diam kamu Dokter Licik!" jawab Restu ketus."Kalau saya sih nggak munafik, saya memang menyukai Wulan dan sedang berjuang menaklukkan hatinya. Kalau kamu memang tak punya hati dengan Wulan, lebih bagus lagi. Berarti saya tak punya saingan! Masalah saya mau memberikan ia gaji berapa pun
Jenazah SuamikuBab 29 : Kontak BatinAku tak jadi lewat pintu depan, dan memilih untuk lewat pintu samping saja. Biarlah Bu Hera dan Restu menyelesaikan permasalahan mereka bersama keluarga Anne, aku tak mau ikut campur tapi akan tetap mendoakan tuduhan itu tidak benar. Kasihan Restu, kalau semua ini hanya fitnah.Kuhela napas panjang sambil melepas tas selempangku dan menyimpannya di tempat tidur. Ya Tuhan, rentetan kejadian beberapa hari ini benar-benar membuatku mumet dan menguras otakku yang memang tak pintar dan agak lemot ini.Ah, Wali Kelasnya Winka, ternyata dia masih single dan malah nekat melamar. Hmm ... Ternyata ini alasan Winka minta diantar sampai depan kelas, aduuhh ... Putriku itu pastinya disuruh Pak Dika. Aku agak merinding membayangkan tragedi penembakan di lapangan tadi. Baik sih orangnya dan tampangnya juga lumayan, tapi ... Sungguh ... Aku memang tak punya keinginan untuk menikah lagi. Di hatiku hanya ada Bang Wawan saja, suamiku ya
Jenazah SuamikuPart 30 : Patah Hati"Ada apa ke sini?" tanya Restu."Mau jenguk Wulan, katanya dia sedang tak enak badan makanya hari ini izin kerja," jawab Dokter Zulfan datar."Wulan tak bisa dijenguk, sebaiknya Dokter pulang. Dokter bisa cari asisten lainnya, Wulan tak bisa lanjut kerja, dia ada kesibukan lain," ujar Restu."Oh, ya? Kesibukan apa?" Dokter Zulfan bertanya dengan nada selidik."Kami akan menikah, jadi saya takkan memberikan dia izin untuk bekerja lagi!"Aku yang mendengarkan pembicaraan keduanya, mendadak membeku di tempat. Aku dan Restu akan menikah? Aku menelan ludah, dada terasa sesak untuk napas. Membayangkan akan jadi suami-istri, aduuhh ... Habislah aku."Oh .... begitu, Wulan sudah tahu? Atau ini hanya omong kosongmu saja!" Nada suara sang dokter terdengar sinis.
Jenazah SuamikuBab 31 : Menghilangnya Wulan"Ibu nggak jemput, Winka?" tanya Winka saat masuk ke dalam mobil Pak Jaja."Nggak, Non, pulang sama Pak Jaja sajalah." Pak Jaja mengusap kepala anak majikannya itu, ia tak mau memberitahukan kehebohan di rumah karena menghilang sejak pagi. Semua orang sudah sibuk mencari, terutama Restu--yang langsuung pulang saat Hera mengabarkan tentang hilangnya Wulan.Winka merengut, hatinya terasa gelisah, padahal ia berharap sang ibu menjemputnya. Ia akan merasa senang jika ibunya ikut menjemput, karena sepanjang jalan pulang ia akan bercerita tentang sekolahnya.Pak Jaja tak berani mengajak Winka mengobrol sebab takut salah bicara dan malah tak sengaja membocorkan kasus hilangnya Wulan.Sepuluh menit kemudian, mobil Pak Jaja sudah tiba di depan rumah. Yani langsung menyambut Winka dan membawakan tasnya."Eh, cucu Eyang udah pulang." Sang Eyang menghampiri Winka, ia ingin mengalihkan perhatian Winka a