Haiii, jejak yess
“Keluarga pasien atas nama Sussana,” ucap salah satu perawat. “Saya Sus, saya suami Sussana.” Perawat itu mengantarkan Akbar menemui dokter. “Bagaimana kondisi Sussana, Dok?” tanya Akbar pada dokter yang sudah memeriksa Sussana. Akbar begitu mengkhawatirkan Sussana, tidak ingin sesuatu terjadi pada Sussana. "Kondisi Ibu Sussana stabil. Mungkin saat ini terlalu lelah dan banyak pikiran jadi tubuhnya bereaksi karena butuh istirahat. Ditambah dengan kondisi hamil muda memang lebih lemah dibandingkan kondisi sehat." Akbar menganggukan kepalanya, mengerti dengan apa yang dijelaskan dokter. 'Tunggu, Dokter bilang hamil?' batin Akbar. "Hamil? Istri saya hamil, Dok?" "Betul. Tekanan darahnya pasien agak rendah dan kurang asupan makanan, mungkin karena morning sicknessnya. Setelah Ibu Sussana bangun, tolong paksa untuk makan. Nanti suster akan menjelaskan vitamin dan makanan yang boleh dan baik untuk dikonsumsi," terang dokter. Demi apapun, Akbar saat ini sangat bahagia. Kalau tidak i
"Sudah bangun sayang?" tanya Akbar. "Hmm." "Aku akan pesankan sarapan, tidak boleh menolak." Sussana hanya diam, dia masih penasaran dengan pesan masuk dari Nola di ponsel Akbar. Sussana hanya sanggup menghabiskan setengah dari porsi sarapan yang disiapkan Akbar. Itupun harus disuapi. "Ini seriusan akan pindah?" Akbar mengangguk, dia sibuk menyiapkan vitamin yang harus diminum Sussana. “Minum!” titah Akbar sambil menyerahkan vitamin dan segelas air. “Kamu cukup duduk diam, nanti aku yang atur kepindahan kamu.” “Duduk diam? Aku mau ke kantor Mas.” Akbar menoleh, “Kamu sedang tidak sehat sayang, jangan terlalu memaksa. Ingat, kamu sedang hamil," ujar Akbar. "Aku sedang training pengganti aku, gimana mau cepat resign kalau aku malah enggak masuk lagi." "Biar aku yang antar ke kantor dan jangan paksa tubuh kamu. Kalau sudah tidak lelah segera istirahat," tutur Akbar dan segala nasihat lainnya. Akbar benar-benar memanjakan Sussana, bahkan dia mengantarkan Sussana sampai ke lobi. Ji
Hari ini Sussana berencana memeriksakan kehamilannya. Akbar yang awalnya mengatakan bisa mengantarkan ternyata ada pertemuan mendadak dengan rekan bisnisnya. “Sayang, kita tunda saja pemeriksaan kamu. Aku ingin antar kamu ke dokter,” sahut Akbar di ujung telpon. “Aku bisa sendiri, Mas. Enggak masalah, Mas fokus kerja aja,” jawab Sussana. Akbar sempat menawarkan diantar oleh Mamihnya tapi Sussana menolak. Dengan berat hati Akbar mengiyakan tapi Sussana akan berangkat ditemani oleh supirnya. Mengenakan dress yang agak sedikit menjaga agar tubuhnya nyaman karena perutnya sudah membuncit. Belum lagi pipi Sussana yang terlihat chubby, membuatnya terlihat semakin seksi menurut Akbar. Tiba di rumah sakit, Sussana berjalan di sepanjang koridor menuju poli kandungan. Setelah mendaftar lalu menunggu namanya dipanggil, Sussana duduk di kursi tunggu. Pasien hari itu tidak terlalu banyak, antrian Sussana hanya berselang dua orang sebelum gilirannya. Sangat antusias melihat foto hasil USG yang me
“Sayang,” ucap Akbar lalu berdiri dan menghampiri Sussana. “Kamu sejak kapan di dalam? Kenapa tidak kabari aku kalau mau ke sini?” Akbar merangkul Sussana dan mengajaknya duduk pada sofa. “Sejak Mas Akbar masih rapat. Yang jelas, aku dengar semua apa yang kamu bicarakan,” sahut Sussana. Akbar menghela nafasnya, “Kenapa tidak bilang kalau mau ke sini,” ujar Akbar. “Kalau aku bilang mau ke sini, enggak bakal dengar langsung pengakuan cinta tante Nola untuk kamu.” "Tapi, aku enggak ada perasaan dengan Nola.” Akbar menggenggam jemari Sussana seraya meyakinkan jika hanya ada Sussana dalam hatinya. “Aku tahu,” jawab Sussana. “Tapi rasanya kesal. Ada perempuan lain yang memuja damba laki-laki yang kita cintai.” Akbar terkekeh, Sussana menyorot kesal pada Akbar. “Ketawa sih, senang kalau banyak yang suka. Di perusahaan Om Bayu juga banyak penggemas Mas Akbar. Di sini juga sama.” Akbar kembali terkekeh. “Mas Akbar, apaan sih ketawa terus.” “Aku bahagia, sayang. Bahagia karena kamu terny
“Aku hanya tidak habis pikir dengan orang tua itu. Jelas-jelas Mas Akbar sudah berisitri, masih aja nawarin anaknya. Emang Tante Nola itu enggak laku atau gimana sih? Perasaan cantik tapi sampai segitunya suka sama laki-laki,” ungkap Sussana.Ponsel Akbar yang diletakan pada holder pun berdering. Sussana menoleh, tampak nama Nola terpampang dilayar ponsel Akbar. Akbar bingung, dia bagaikan makan buah simalakama. Mengabaikan telpon Nola atau menjawabnya akan berimbas pada reaksi Sussana.Kehamilan Sussana kali ini membuatnya harus lebih sabar. Apalagi dengan kecemburuan dan kebucinan Sussana. “Kok, diam. Kenapa enggak dijawab?” tanya Sussana.‘Tuh, ‘kan. Enggak dijawab salah, dijawab juga salah,’ batin Akbar.“Ini juga mau dijawab.” Akbar menggeser tombol hijau.“Loudspeaker!” titah Sussana. Akbar hanya bisa menuruti permintaan Sussana.“Halo,” ujar Akbar.“Halo, Akbar. Kita perlu bicara, berdua. Kapan kamu ada waktu?” tanya Nola di ujung telpon. Akbar berusaha tenang dan tetap fokus p
“Kamu melamunkan apa?” tanya Akbar karena sejak tadi Sussana hanya diam. Saat ini mobil yang dikendarai Akbar sudah terparkir di basement apartemen mereka, tapi Sussana masih diam di kursinya. Sussana tersadar lalu menoleh, "Kita sudah sampai?" "Sayang, jangan bilang kamu sejak tadi memikirkan masalah yang disampaikan Nola dan ejekan dari Ayah Nola? Jangan memikirkan hal yang belum terjadi, kita fokus pada hidup kita saat ini saja. Kamu sedang hamil, aku tidak ingin ada apa-apa dengan kalian." Sussaana menunduk, "Aku hanya takut." Akbar menggeser duduknya menghadap Sussana. "Takut? Takut apa, sayang?" tanya Akbar mengusap lembut puncak kepala Sussana. Sussana menoleh pada suaminya, "Takut kalau Mas Akbar tinggalkan aku atau ...." "Tidak akan sayang, kecuali kamu memperbolehkan aku menikah lagi ya ... aduh." Akbar mengusap pinggangnya yang dicubit Sussana. "Perih, sayang." "Apa maksudnya menikah lagi? Mas Akbar berencana punya istri lebih dari satu?" "Kalau kamu mengijinkan
“Sussana, aku tau kamu Sussana. Sejak tadi aku sudah mengikuti kamu.” Sussana memberanikan diri untuk menoleh. “Kamu .... " Sussana menatap sekeliling berharap ada yang memperhatikannya, khawatir jika posisinya terancam dia masih bisa meminta pertolongan. "Kamu takut denganku?" Sussana memejamkan mata sejenak untuk menghilangkan rasa ketakutannya. "Kenapa Kak Aldi ada di sini?" tanya Sussana. Pria yang berada dihadapan Sussana adalah Aldi. Yang sebelumnya bekerja sama dengan Maya untuk mengancam Sussana yang berakhir pada kekerasan. "Kak Aldi seharusnya masih berada di ...." "Penjara," sahut Aldi. "Masa tahanan aku tidak seberat Maya, karena hanya bantu dia eksekusi. Bukti transfer pembayaran dari Maya membuat hukumanku tidak terlalu berat."Penampilan Aldi saat ini berbeda dengan Aldi yang dulu. Saat ini penampilannya tidak serapih sebelumnya yang terbiasa perawatan tubuh termasuk fitnes."Untuk apa Kak Aldi kemari?""Tentu saja untuk bertemu kamu. Sepertinya kamu semakin cantik
Tiba-tiba tubuh Sussana terhuyung karena dorongan dari pengunjung yang merangsek ke arah stage. “Aahhhh,” jerit Sussana saat tubuhnya akan terjatuh. Sussana sudah pasrah saat ini tidak ada pegangan untuknya menahan tubuh agar tidak terjerembab. Namun, merasakan tubuhnya menggantung dan menyadari ada tangan yang menahan tubuhnya. Setelah tubuhnya kembali berdiri, Sussana menoleh. “Kak Aldi,” ucap Sussana. Aldi sempat menoleh ke kiri dan kanan, lalu menarik tangan Sussana untuk berjalan mengikutinya. “Kak Aldi lepaskan tangan aku,” ucap Sussana. Menoleh ke belakang, berharap menemukan supir Akbar yang tadi mengikutinya tapi nihil. Kembali teringat saat Aldi membawanya paksa dari kampus. “Kak Aldi lepas, atau aku teriak,” ancam Sussana meskipun dia tetap berjalan mengikuti Aldi karena tangannya yang berada dalam cengkraman Aldi. Sussana di bawa ke parkiran basement lalu menuju ke salah satu mobil. “Kak Aldi, aku mau pulang.” “Tenanglah Sussana, aku hanya ingin mengajakmu bicara.” Su