'“Aku ke toilet dulu,” ucap Sussana saat keluar dari lift. Ternyata Meta tidak menunggu Sussana, wanita itu langsung meninggalkan hotel dan mengirimkan pesan pada Sussana. 'Tau bakal ditinggal, aku bawa mobil sendiri aja kali,' batin Sussana. Antrian di toilet membuatnya lama berada di sana. Sussana pulang menggunakan taksi, terjebak macet membuatnya dia menyesal memilih taksi dan seharusnya menggunakan ojeg. Esok pagi, Sussana menggunakan ojeg untuk mengantarkannya ke kantor. Sussana fokus pada layar komputernya. Bahkan tidak menyadari saat seseorang mengetuk pintu dan masuk. "Mbak Sussana, diminta ke ruang Pak Bayu." "Oke," jawab Sussana tanpa menoleh pada staf yang menghampirinya. "Mbak melamun ya?" Sussana menoleh, "Enggak, aku sedang fokus pada ini," jawabnya lagi sambil menunjuk layar. "Mas Raka tadi ke sini, tapi katanya mbak sedang melamun. Makanya diminta saya yang menyampaikan pesan dari Pak Bayu." 'Telpon ada kenapa harus lewat Raka untuk panggil aku datang,' batin
Sussana terpaku saat melihat Akbar yang menunggunya. Akbar berjalan menghampiri Sussana. "Sussana," panggil Akbar, saat ini mereka saling berhadapan. "Berhenti," ucap Sussana sambil memejamkan matanya. Sussana berusaha menguasai dirinya. Dadanya terasa sesak dengan degup jantung yang lebih kencang dari biasanya. Kedua tangannya mengepal. Nafasnya memburu berusaha meraup oksigen sebanyak dia bisa. Entah masih ada kecewa, marah atau benci pada Akbar. Namun, aroma parfum tubuh Akbar yang sangat tidak asing di hidung Sussana menjadi aroma menenangkan. Jauh di lubuk hati, Sussana memang merindukan Akbar. Sussana baru akan berucap, tetapi Akbar tiba-tiba berlutut, wajahnya tepat menghadap perut Sussana. Akbar menunduk, "Maafkan aku, maafkan Aku Sussana." "Diam!" pekik Sussana. Dengan terisak, wajah Sussana kini sudah basah. "Mas Akbar tidak berhak bicara maaf, Mas Akbar tidak berhak meminta maaf. Mas Akbar tidak merasakan apa yang sudah aku lewati. Tidak tau rasanya tersiksa karena keh
"Ayo Mas, kamu enggak ada kerabat di sini. Jangan sampai sakit parah." "Ada kamu, sayang." "Aku 'kan kerja." Akbar berdecak, "Tolong ambilkan ponsel aku, biar aku hubungi sekretaris cabang. Biar dia yang temani aku," ujar Akbar tanpa membuka matanya. Sussana duduk di pinggir ranjang menatap Akbar, ada rasa tidak suka mendengar Akbar meminta seorang sekretaris untuk merawat dirinya. "Aku pesankan makan ya? Setelah itu minum obat." Akbar hanya berdeham, lalu menggeser posisinya berbaring dan menjatuhkan kepalanya pada pangkuan Sussana. Sussana merasa canggung dengan posisi mereka saat ini. Dia ingin menyentuh wajah dan mengelus rahang Akbar, tapi urung dilakukan. Memilih meraih gagang telpon untuk menghubungi layanan kamar. Akbar beranjak dengan malas saat Sussana memaksanya untuk makan. "Kenapa enggak habis?" tanya Sussana saat Akbar menyerahkan kembali piring makan yang isinya baru habis sebagian. "Enggak nafsu, pahit," ujar Akbar sambil bersandar di head board. "Kal
Sussana menghentakkan kakinya, "Aku lelah, enggak mood bercanda," sahut Sussana. “Aku serius. Kemarilah! Besok aku harus kembali ke Jakarta.” “Apa? Mas Akbar mau kembali ke Jakarta?” “Hmm. Mau ikut?” tanya Akbar sambil tersenyum. Sussana menggelengkan kepalanya. “Lalu kapan mau kembali ke Jakarta?” “Enggak tahu, mungkin setelah siap lahir dan batin,” jawab Sussana. Akbar kembali beranjak dari posisinya, kini dia dan Sussana duduk di ranjang dengan posisi berhadapan. “Apa yang harus aku lakukan agar kamu siap lahir dan batin?” Sussana mengedikkan bahunya. Setelah makan malam, mereka lewati malam itu dengan berbaring di ranjang Sussana. Benar-benar tertidur, meskipun kini keduanya saling berbagi kehangatan dalam pelukan. Sussana meregangkan tubuhnya, sebelum ia membuka kedua matanya. Akbar yang sudah terbangun lebih dulu bahkan tadi sempat keluar kamar Sussana untuk menjawab panggilan telpon, tersenyum melihat Sussana yang terlihat agak berantakan karena bangun tidur. “Apaan si
"Bisa kamu jelaskan maksud dari foto ini?" tanya Bayu pada Sussana sambil memperlihatkan layar ponselnya. Ada foto Sussana dan Akbar dengan posisi sangat dekat. Sussana menghela nafasnya. Suasana hatinya sudah buruk saat tadi pagi mendapati foto kebersamaannya dengan Akbar jadi bahan gunjingan di grup pesan. Bahkan saat dia sampai di kantor beberapa karyawan dengan terang-terangan menghinanya. "Sussana, kamu kenapa masuk kerja," ucap Raka lirih saat mereka berpapasan. "Raka, pantesan cinta kamu enggak diterima. Targetnya Sussana itu CEO, enggak masalah walaupun jadi pelakor," teriak salah satu rekan Sussana. "Hei, jangan bicara sembarangan. Jatuhnya fitnah," seru Raka. "Sudahlah," sahut Sussana sambil beranjak menuju ruang kerjanya. "Harusnya kamu terbuka dan katakan kalau sudah menikah. Jadi orang tidak berprasangka negatif juga orang yang ada hati akan mundur karena tau status kamu.”“Aku tidak ingin mencampur adukan urusan pribadi dengan kerjaan," sahut Sussana. Pertanyaan
Setelah menyapa Om dan tantenya, Sussana duduk disamping Meta. Raka pun hadir di sana, mengingat dialah yang menjalankan kegiatan kerja sama. “Kamu ngapain di sini? Pak Akbar sudah punya istri, kamu bisa lihat nanti,” bisik Meta karena tidak ingin apa yang disampaikan di dengar oleh Bayu yang berada satu meja dengannya. Sussana tidak memperdulikan bisikan Meta. Malam ini Sussana terlihat sangat cantik. Mengenakan dress hitam dengan one shoulder panjang dengan belahan sampai lututnya. Dengan high heels dan tas pesta, juga sapuan make up dan tatanan rambut melengkapi penampilannya malam ini. Acara sudah di mulai, Sussana melihat rombongan keluarga besar Akbar yang sudah hadir dalam ruangan acara. Sussana belum berani menyapa, menunggu sampai acara Akbar malam ini selesai baru dia akan membicarakannya pada Akbar. Tamu yang hadir adalah semua rekanan Digital Winner. Bahkan Nola dan Inggrid pun ikut hadir. Meskipun tidak saling menyapa karena masing-masing masih menyimpan dendam dalam ber
Akbar membenamkan wajahnya pada tulang selangka Sussana dan mulai meninggalkan jejak cinta di sana, membuat si pemilik tubuh melenguh dan mengerjapkan matanya.“M-Mas Akbar,” panggil Sussana.“Hmm. Kita ulangi lagi. Seperti saat pertama kali.”Sussana yang belum sepenuhnya sadar hanya diam saat Akbar mulai menyentuh dan mencium area sensitif Sussana. Bibir Akbar yang terasa dingin dan basah menyapu ceruk leher Sussana. Desahan keluar dari bibir yang kemudian dilumat oleh Akbar. Sussana meletakan tangannya pada bahu Akbar sambil menikmati pagutan panas yang dipimpin Akbar.Cukup lama tidak saling menyentuh membuat keduanya meluapkan rasa rindu dengan menikmati cumbuan sebagai pembuka kegiatan. Akbar melepaskan pagutannya, Sussana yang terengah meraup oksigen sebanyak mungkin untuk memompa paru-parunya. “Kamu harus dihukum, sayang.”“Loh, aku salah apa?” tanya Sussana dengan kedua tangan menahan dada Akbar yang semakin akan menempel pada tubuhnya. Akbar menyentuh surai Sussana, menghapu
Akbar yang duduk di sofa sambil fokus pada Ponsel, sedang berkomunikasi dengan Bowo. Tersenyum saat menoleh pada Sussana yang bersandar pada headboard dengan tangan menahan selimut agar tetap menutupi tubuhnya. Dagu akbar menunjuk nakas di samping ranjang, nampan berisi makanan. Sussana memasang wajah cemberut saat kembali merasakan sakit dan pegal ditubuhnya karena ulah Akbar. Meraih botol air mineral, beberapa tegukan menuntaskan dahaganya lalu meraih piring berisi menu sarapan ala western. "Habiskan!" titah Akbar. "Biar kamu ada tenaga untuk mengulang kegiatan semalam," ujar Akbar. "Enggak ada ya, aku mau kembali ke apartemen. Kelamaan di sini bisa-bisa aku enggak bisa bangun." Akbar terkekeh, "Kita temui Mamih dan Papih, mereka sudah mau kembali ke Jakarta." "Sekarang?" "Nanti jam makan siang, aku mandi dulu," ujar Akbar berjalan menuju toilet. "Mas Akbar makan siang itu setengah jam lagi, kenapa enggak bilang sih. Aku sudah kenyang dengan ini," sahut Sussana sambil me