Lalu, gadis itu mecubit lengannya dengan keras. "Auw!" Seketika orang yang ada di sekitar mereka langsung menoleh karena mendengar pekikan Mila."Kamu, ngapain, sih?!" Dandy menarik tangan Mila agar kembali duduk. Lelaki itu lalu menoleh ke kiri kanan sambil berkata, "Lihat! Semua orang pada ngeliatin kita. Mereka kira aku ngapa-ngapain kamu lagi. Bisa-bisa aku dipukuli massa di sini.""Maaaf. Habisnya, Mas, becandanya nggak lucu, sih. Jadinya, ya ... aku kira mimpi." Mila pun cengar-cengir mengingat tingkahnya.Dandy menggenggam tangan Mila lalu menatap lekat mata sang kekasih. "Aku serius, Mila. Aku ingin kita segera menikah. Secepatnya!" tegasnya."Secepatnya?" tanya Mila tak percaya. Meskipun begitu, binar matanya memancarkan rasa bahagia.Pasalnya, itu adalah impian Mila, untuk bisa bersanding dengan Dandy, sejak lelaki itu mengatakan ingin berakhir di pelaminan bulan lalu, ketika Mila memberikan uang pelicin. Namun, gadis itu tidak menyangka sama sekali bahwa sang kekasih akan m
"Buuuu ...," rengek Mila. Dia menggoyang-goyang lengan Mak Inah. "Ikin ... sudah. Buruan berangkat ke bengkel. Ndak enak ditungguin orang, Leee," bujuk Mak Inah.Janda beranak tiga itu mencoba melerai kedua anaknya. Jika tidak, akan ada perdebatan panjang yang tidak usai-usai karena watak ke dua anaknya yang keras kepala. "Tapi, Mak–""Sudah. Biar Mak yang ngomong sama Mila." Mak Inah menghampiri Ikin yang masih berdiri di ambang pintu, lalu mengelus punggung anak laki-lakinya itu untuk meredam emosi.Ikin yang notabennya anak paling penurut di antara dua saudaranya, akhirnya mengalah. Dia tidak mau membuat malaikat tanpa sayapnya itu menjadi sedih."Baiklah. Ikin berangkat, ya, Mak?" Pria berbadan kekar itu mencium punggung tangan wanita yang dikasihinya, lalu beranjak ke luar rumah."Mila ... sini, Nduk, kita ngobrol sambil duduk." Mak Inah melambaikan tangan mengajak putrinya untuk berbicara di ruang tamu.Mila melangkah pelan menghampiri dan duduk di samping perempuan yang melah
"Sah?""Sah!" jawab serentak seluruh orang yang ada dalam ruangan itu.Senyum bahagia menghiasi wajah ke dua mempelai. Mila mencium punggung tangan suaminya. Lalu, Dandy mencium kening gadis itu dengan penuh khidmat.Setelah dua bulan lamanya, mempersiapkan segala keperluan pernikahan, akhirnya akad nikah itu terlaksana juga meskipun hanya diselenggarakan dengan sederhana. Mila mempercayakan seluruh persiapan kepada Dandy dan keluarga besarnya. Acara itu dilaksanakan di kantor KUA setempat dan hanya dihadiri oleh mamanya Dandy dan kedua saksi. Sedangkan, Mila menggunakan wali hakim.Majikan dan juga rekan kerja Mila tidak ada yang tahu bahwa dia akan melangsungkan pernikahan. Dia hanya meminta izin cuti satu hari kepada sang majikan dengan alasan ingin mengunjungi saudaranya yang tinggal di kota itu. Mamanya Kelvin pun memberi izin kepadanya mengingat dia tidak pernah libur selama dua bulan terakhir ini.Sebelum persiapan pernikahan berlangsung, calon mertua Mila mengatakan padanya ba
Mila beranjak sambil mengusap air mata. Dia hendak keluar untuk mencari angin segar. Saat tangannya hendak menggapai kenop, pintu telah sedikit terbuka dari luar. Dandy muncul di balik pintu.Mila menghela napas lega. "Akhirnya kamu balik, Mas."Dandy menatap istrinya yang tampak rapi dan memakai jaket. "Kamu mau ke mana?""Tadinya aku mau cari angin segar. Bosan di kamar sendirian," jawab Mila, "Mas, dari mana, sih, kok lama banget baliknya?" tanyanya kemudian."Nongkrong ma temen-temen wat ngilangin stres gegara kagak bisa belah duren," ucap Dandy seraya melepas jaket dan menaruhnya di sofa."Ooh ... kok nggak ngajak Mila?""Yang ada makin stres, Mila, kalo durennya ikut mulu dan terlihat mata." Dandy berjalan menuju troli. "Loh, kok makanannya utuh? Kamu nggak makan?""Nggak nafsu, Mas, kalo makan tanpa Mas Dandy," jawab Mila. "Astaga, Mila ... 'kan mas dah bilang tadi. Kalo dingin gini 'kan jadi nggak enak," ucap Dandy. Dia menyentuh satu per satu makanan yang ada di atas troli.
Mila terus saja bermonolog, pikirannya berputar-putar mencari jawaban. Dia pun memutar memori dan mencoba mencari kesalahan-kesalahan yang mungkin tanpa sengaja dilakukannya, hingga membuat Dandy berubah. Akan tetapi, tak satu pun dapat dia temukan. Wanita itu memijit pelipis. Kepalanya terasa pusing karena memikirkan semua itu.Selama tiga bulan itu, Mila telah berusaha menjadi istri yang baik dan penurut. Dia memberikan pelayanan yang terbaik untuk suaminya. Memenuhi segala kebutuhan sang suami dari bangun tidur hingga tidur lagi.Setiap saat dan setiap waktu ketika sang suami meminta haknya di atas ranjang, wanita berwajah oval itu selalu menyanggupinya tanpa bantahan, memberikan pelayanan birahi semaksimal mungkin."Kamu memang hot, Mila. Aku tidak salah menilaimu dari awal." Dandy mengulum mesra dan dalam bibir Mila, sebelum kembali melanjutkan ronde panasnya setelah jeda hampir setengah jam.Mila sangat bahagia bila suaminya merasa puas dengan segala layanan ekstranya di atas ra
Pagi itu, Mila telah berpakaian rapi. Kemeja putih berbalut blazer hitam, dipadu dengan rok hitam yang panjangnya dibawah lutut, dan wajahnya telah terias dengan riasan minimalis. Wanita itu tengah bersiap untuk melamar pekerjaan di sebuah outlite, yang jaraknya tak jauh dari rumah kontrakan. Dia mengetahui lowongan itu ketika lewat di depan outlite dan ada tulisan "Dibutuhkan Karyawati" tergantung di pintu masuk."Ya Allah, semoga hamba diterima. Mudahkan dan lancarkan segala, ya Rabbi," doanya dalam hati.Mila bergegas ke tempat tujuan dengan naik ojek online. Suaminya telah berangkat kerja duluan."Selamat pagi, Mas," sapa Mila pada seorang lelaki yang hendak masuk outlite yang masih tutup itu. "Maaf menggangu, saya mau tanya. Apa pemilik outlite ini sudah datang?" Mila bertanya dengan hati-hati dan sopan. Tak lupa dia tersenyum manis."Mbak siapa, ya? Apa Mbak mau belanja? Kalo mau belanja, ini masih kepagian Mbak. Kami buka satu jam lagi," paparnya sopan seraya menatap intens."O
Nada dering, yang menandakan ada panggilan masuk dari ponselnya, membuyarkan lamunan Mila. Wanita itu perlahan bangkit dari duduk dengan berpegangan pinggiran ranjang. Diraihnya tas yang tergeletak di ranjang lalu mengambil ponsel yang ada di dalam. Nama Nadia tertera di layar ponsel."Assalamualaikum, Nad. Ada apa?" Mila berkata setelah telepon tersambung. Dia berusaha berkata dengan wajar, tetapi suara seraknya takbisa disembunyikan. Suara parau Mila, khas orang selesai menangis, membuat Nadia cemas. "Wa'alaikumsalam. Lu kenapa? Kenapa suara lu kayak orang habis nangis? Jangan-jangan, suami lu udah pulang dan berulah, ya?""Ah, enggak, kok, Nad. Hanya teringat kembali dengan calon anakku yang telah tiada." Mila tidak berkata jujur karena takut membuat Nadia khawatir.Di seberang telepon, terdengar suara desahan. Nadia takbisa berkata-kata, hanya mampu menghela napas panjang.Mila kembali bertanya, "Oh, iya, ada apa kamu menelepon?" "Nggak da papa. Gue cuman mo mastiin aja kalo lu
"Mila mencari Mas Dandy, Ma," jawab Mila seraya berjalan memasuki halaman."Mencari Dandy? Emang suami kamu ke mana?" tanya Angel pura-pura, dengan nada sedikit ketus. Wanita berkulit putih itu masih tetap berdiri di depan pagar."Mas Dandy semalam tidak pulang, Ma. Makanya Mila ke sini. Siapa tau Mas Dandy tidur di sini." Mila berkata dengan polos. "Eeehm ... Ma, kita nggak masuk dulu?""Nggak usah. Di sini aja. Lagian Dandy nggak ada di sini." Angel berkata ketus. "Kamu 'kan istrinya, masak nggak tau suami kamu di mana? Istri macam apa itu? Memangnya kamu sudah hubungi dia?" cecar Angel sewot. Dia merasa ogah melihat menantunya."Sudah, Ma. Tapi ponsel Mas Dandy tidak aktif." Mila menatap melas sang mertua, raut wajahnya tampak sedih. "Ma ... tolong bantuin Mila nyari Mas Dandy," pinta Mila seraya memegang tangan mertuanya.Angel menepis tangan Mila. "Enak aja ... cari sendiri! Aku nggak peduli!Lagian aku lebih seneng dia sama cewek lain yang lebih tajir daripada sama cewek kere kay