Pagi itu, Mila telah berpakaian rapi. Kemeja putih berbalut blazer hitam, dipadu dengan rok hitam yang panjangnya dibawah lutut, dan wajahnya telah terias dengan riasan minimalis. Wanita itu tengah bersiap untuk melamar pekerjaan di sebuah outlite, yang jaraknya tak jauh dari rumah kontrakan. Dia mengetahui lowongan itu ketika lewat di depan outlite dan ada tulisan "Dibutuhkan Karyawati" tergantung di pintu masuk."Ya Allah, semoga hamba diterima. Mudahkan dan lancarkan segala, ya Rabbi," doanya dalam hati.Mila bergegas ke tempat tujuan dengan naik ojek online. Suaminya telah berangkat kerja duluan."Selamat pagi, Mas," sapa Mila pada seorang lelaki yang hendak masuk outlite yang masih tutup itu. "Maaf menggangu, saya mau tanya. Apa pemilik outlite ini sudah datang?" Mila bertanya dengan hati-hati dan sopan. Tak lupa dia tersenyum manis."Mbak siapa, ya? Apa Mbak mau belanja? Kalo mau belanja, ini masih kepagian Mbak. Kami buka satu jam lagi," paparnya sopan seraya menatap intens."O
Nada dering, yang menandakan ada panggilan masuk dari ponselnya, membuyarkan lamunan Mila. Wanita itu perlahan bangkit dari duduk dengan berpegangan pinggiran ranjang. Diraihnya tas yang tergeletak di ranjang lalu mengambil ponsel yang ada di dalam. Nama Nadia tertera di layar ponsel."Assalamualaikum, Nad. Ada apa?" Mila berkata setelah telepon tersambung. Dia berusaha berkata dengan wajar, tetapi suara seraknya takbisa disembunyikan. Suara parau Mila, khas orang selesai menangis, membuat Nadia cemas. "Wa'alaikumsalam. Lu kenapa? Kenapa suara lu kayak orang habis nangis? Jangan-jangan, suami lu udah pulang dan berulah, ya?""Ah, enggak, kok, Nad. Hanya teringat kembali dengan calon anakku yang telah tiada." Mila tidak berkata jujur karena takut membuat Nadia khawatir.Di seberang telepon, terdengar suara desahan. Nadia takbisa berkata-kata, hanya mampu menghela napas panjang.Mila kembali bertanya, "Oh, iya, ada apa kamu menelepon?" "Nggak da papa. Gue cuman mo mastiin aja kalo lu
"Mila mencari Mas Dandy, Ma," jawab Mila seraya berjalan memasuki halaman."Mencari Dandy? Emang suami kamu ke mana?" tanya Angel pura-pura, dengan nada sedikit ketus. Wanita berkulit putih itu masih tetap berdiri di depan pagar."Mas Dandy semalam tidak pulang, Ma. Makanya Mila ke sini. Siapa tau Mas Dandy tidur di sini." Mila berkata dengan polos. "Eeehm ... Ma, kita nggak masuk dulu?""Nggak usah. Di sini aja. Lagian Dandy nggak ada di sini." Angel berkata ketus. "Kamu 'kan istrinya, masak nggak tau suami kamu di mana? Istri macam apa itu? Memangnya kamu sudah hubungi dia?" cecar Angel sewot. Dia merasa ogah melihat menantunya."Sudah, Ma. Tapi ponsel Mas Dandy tidak aktif." Mila menatap melas sang mertua, raut wajahnya tampak sedih. "Ma ... tolong bantuin Mila nyari Mas Dandy," pinta Mila seraya memegang tangan mertuanya.Angel menepis tangan Mila. "Enak aja ... cari sendiri! Aku nggak peduli!Lagian aku lebih seneng dia sama cewek lain yang lebih tajir daripada sama cewek kere kay
Wanita berambut sebahu itu terlonjak dan seketika terdiam. Dirinya tidak mau jika hal itu terjadi, tidak ingin kehilangan orang yang dicintainya. Selain itu, Mila juga bingung harus ke mana jika Dandy sampai menceraikannya. Apabila pulang ke kampung halaman, dia malu dan takut dengan keluarganya.Begitu pun, dengan uang yang disimpan Mila dalam rekening bank, tidak pernah bertahan lama, hanya bertahan dalam hitungan minggu saja. Sisa gaji dari yang dia tabung, akan diambil semua oleh Dandy. Terkadang dia juga meminjam uang kepada Nadia bila uangnya telah habis semua sebelum waktunya menerima gaji kembali."Ya, Allah ... Ya Rabbi ... kuatkan Mila menghadapi semua cobaan ini. Berilah kelapangan pada hati hamba agar bisa menerima segala cobaan dan tidak durhaka kepada Mas Dandy." Mila terisak. Dia melangkah gontai ke kamar, lalu membuka lemari.Dielusnya bungkusan berisi perhiasan yang Mila simpan di bawah pakaian, hasil jerih payahnya saat bekerja sebagai pengasuh Kelvin. Hatinya teras
Mila menoleh ke arah yang Nadia tuju. Matanya membulat ketika melihat suaminya berjalan mesra dengan wanita cantik menuju mobil Dandy.Wanita seksi bergaun merah hati itu berjalan sambil menggandeng tangan Dandy. Gaun dengan lengan sebahu melekat ketat pada tubuhnya yang tinggi semampai dengan body bak gitar spanyol. Kerahnya yang rendah menampakkan leher yang jenjang dan mulus. Dia terlihat serasi saat berjalan berdampingan dengan suaminya, yang sama-sama putih warna kulitnya.Mila terpaku melihat penampakan di depan mata. Tatapannya tetap melekat pada mereka ketika turun dari motor. Detak jantungnya berdegup kencang. Perasaan wanita berkaos hitam itu tidak karuan. Tidak ada suara yang keluar dari bibirnya karena perasaan yang sangat terpukul. Dia bergeming di samping motor menyaksikan suami dan wanita seksi itu berlalu bersama melesatnya mobil yang dikendarai Dandy. Saking sesaknya dada Mila hingga tak kuasa untuk mengeluarkan suara. Hanya isak tangis yang terdengar, mengiringi kepe
CEMBURU BUTANadia dan Aldi menatap Mila sambil berdiri. Entah sejak kapan mereka ada di sana.Mila tidak menyadari kedatangan mereka karena larut dalam perasaan yang pilu. Hingga elusan lembut dari Nadia menyadarkannya. "Jamil." Nadia berjongkok di sebelah Mila. Matanya menatap iba sekaligus sedih pada sahabatnya. "Hayuk!" Gadis itu merangkul Mila dan mengajaknya berdiri, lalu berjalan menuju rumah.Aldi mengikutinya dari belakang."Kalian ... kenapa ada di sini?" tanya Mila setelah mereka duduk di sofa ruang tamu.Nadia menoleh ke arah Aldi yang duduk di seberang meja. Dia menaikkan alis, pertanda meminta pendapat lelaki itu.Aldi mengangguk, pertanda mengiakan agar Nadia menjelaskannya. "Gini ceritanya, Bang Aldi tadi nelpon gue. Dia ngajak gue ke sini untuk melihat keadaan lu. Bang Aldi perasaannya nggak enak dan gelisah mikirin lu. Mau datang sendiri ... nggak enak katanya karena udah malam. Makanya, kami sekarang ada di sini," jelas Nadia seraya menggenggam tangan Mila.Mila m
"Siapa yang berselingkuh? Aku nggak selingkuh, Mas. Justru kamu yang selingkuh.""Nggak selingkuh katamu? Lalu tadi itu apa, hah!? Berduaan, pegang-pegangan tangan! Apa namanya kalo bukan selingkuh?!" Dandy mendekati Mila lalu mencengkeram pipinya. "Dasar cewek kampung murahan!" hinanya lagi.Mila menarik tangan Dandy, mencoba melepaskan cengkreman. "Jaga omonganmu, Mas! Bukankah Mas Dandy yang selama ini selingkuh?" pekik Mila setelah cengkeraman di pipinya terlepas. "Dan pasti uang yang Mas minta selama ini untuk selingkuhan, Mas!" tuduhnya.Tawa Dandy menggema. "Untuk Shellin katamu?!""Oooh, namanya Shellin," batin Mila."Denger, ya, Mila, uang itu tidak ada apa-apanya bagi Shellin. Dia itu janda kaya raya. Kekayaannya takkan habis dimakan tujuh turunan. Malah aku yang punya hutang sama dia. Tapi, sekarang hutangku dah lunas karena mau berkencan dengannya dan bisa memuaskan dia." Dandy berujar bangga seolah itu adalah hal yang membanggakan."Lantas, uangku selama ini untuk apa?""
Mila yang pingsan di kamar mandi mulai tersadar. Wanita itu mengerang sambil memegang kepala yang masih terasa pusing.Tanpa sengaja dia melihat tas selempang yang teronggok tak jauh dari posisinya sekarang. Lalu, Mila beringsut meraih tas tersebut. Tas yang tadinya berisi make up, dompet, dan ponsel itu kini telah kosong. Dia melihat alat-alat perias wajah yang tadinya ada di dalam tas telah berserakan di lantai. Begitu juga dengan dompet yang sudah tidak berisi lagi. Uang, kartu identitas, dan ATMnya telah raib. Namun, Mila tidak menemukan ponselnya."Mas Dandy, sungguh kejam! Bedebah! Biadab!" umpat Mila lirih.Tiba-tiba dia teringat dengan perhiasan yang disimpan dalam lemari. Dia menduga jika benda itu pasti juga dicari dan diambil oleh suaminya. Seperti halnya ponsel, uang, dan barang berharga lainnya. Wanita itu kembali terisak.Mila menangis meratapi segala apa yang terjadi. Dia tidak menyangka sama sekali bahwa ini akan menimpanya. Apa yang dia pilih dan dia pertahankan terny