Keheningan tercipta di ruang keluarga yang menampakan seorang pria bersama ibunya. Mahesa baru saja memberi tahu Laras mengenai masa lalu mereka dan Radeya lah dalang di balik penderitaannya.
Laras nampak terkejut antara percaya dan tidak dengan apa yang sudah dia dengar, karena Radeya tak lain ialah sahabat dari suaminya.
"Ibu sungguh tidak menyangka Radeya tega melakukannya kepada ayahmu," ucap Laras lirih.
Dia teringat pada kejadian di masa lalu, hubungan suaminya dengan Radeya saat itu baik-baik saja dan selalu rukun. Dia tidak tahu hal apa yang menjadi penyebab hubgan suaminya dengan Radeya memburuk sehingga Radeya berani berbuat nekad.
Mahesa pun kemudian menceritakan penggalan ingatan masa kecilnya yang pernah melihat Radeya dengan ayahnya bertengkar. Hanya saja, saat itu dia masih terlalu kecil untuk bisa mengerti permasalahan orang dewasa.
Yang pasti, sebelum kejadian kebakaran tersebut, Mahesa sempat melihat Radeya membopong ayahnya
"Ada apa ini? Kenapa kalian masuk ke ruanganku tanpa izin?" tanya Mahesa kepada 5 Laki-laki yang menerobos masuk ke ruangannya tanpa permisi."Kami dari kepolisian," ucap salah satu dari mereka kepada Zidane sambil memperlihatkan ID card-nya."Kami mendapat laporan ada kasus pencucian dana perusahaan dan kami akan memeriksa ruangan Anda," sambungnya lagi.Mahesa terkejut sekaligus bingung dengan yang terjadi saat ini. Dia sama sekali tidak melakukan kesalahan apa pun, tetapi kenapa ruangannya yang harus diperiksa oleh para polisi itu?"Tapi kenapa kalian menggeledah ruanganku?" tanya Mahesa."Karena Anda lah tertuduh yang dilaporkan."Kedua bola mata Mahesa membulat sempurna. Dia refleks menggelengkan kepala, menyangkal tuduhan tersebut."Tunggu! Aku sama tidak mengerti apa maksud kalian. Tolong jangan bertindak sembarangan!” ujar Mahesa." Sebaiknya Anda bicarakan dan jelaskan semuanya di kantor polisi," ujar pria paruh
Anggita berjalan tergesa menuju kantor polisi untuk menemui Mahesa yang masih ditahan karena sedang dalam proses penyidikkan. Hatinya berdenyut sakit, kilas bayangan masa lalu mulai memenuhi benaknya. Apa yang terjadi kepada Mahesa, hampir sama persis dengan yang dulu pernah dia lalui."Bagaimana keadaanmu sekarang? Kau pasti tertekan dengan semua ini," ucap Anngita kepada Mahesa yang duduk di hadapannya tetapi terhalang pembatas kaca.Pria itu mendesah kasar. Sayu tatapan matanya menunjukkan bahwa dia sedang sangat lelah dan tertekan."Setelah mengalami semua ini, aku justru malah memikirkanmu," ucap Mahesa.Kedua alis Anngita mengernyit dalam, mencerna maksud perkataan pria di hadapannya."Dulu kau juga pasti sangat tertekan dan merasa ketakutan berada di sini. Orang-orang menginkan kau mengatakan hal yang jujur, tetapi tak ada yang memercayai perkataanmu," ucap Mahesa.Mata mereka saling beradu dan terkunci selama beberapa saat, seolah se
Kedua tangan Devan refleks mengepal erat. Dia mengalihkan pandangannya ke arah lain selama beberapa detik. Lalu kembali menatap wajah Anggita dengan sorot yang tajam.Sebelah bibirnya tertarik ke atas, mengulas senyum sinis."Wah, aku tidak percaya ini. Kau rela memohon kepada suamimu sendiri demi pria lain," ucap Devan sinis."Kenapa kau begitu yakin aku mau membantunya?" tanya Devan masih bernada sinis.Anggita mengangkat pandangannya dengan sorot yang berkaca-kaca. Jujur saja, dia merasa sangat bersalah telah melakukan semua ini kepada Devan.Namun, Mahesa saat ini tidak bersalah. Dia hanya sedang dijebak oleh seseorang yang tak lain ialah Radeya, papanya Devan.Dia tahu perbuatannya ini sangatlah tidak tahu malu. Anggita harus memohon kepada suaminya sendiri untuk pria lain."Karna dia hanya korban keserakahan papamu, Devan," ucap Anggita lirih tetapi serius. "Aku tidak bisa menjelaskan lebih detail nya kepadamu, kau bisa mencari
"Dimana wanita itu?"Radeya yang baru saja kembali dari kantornya langsung mengumpulkan seluruh anggota keluarganya. Ada hal penting yang ingin dia bicarakan dengan mereka menyangkut kepengurusan perusahaan."Siapa yang Papa maksud?" tanya Nino yang merasa heran tiba-tiba saja disuruh berkumpul di ruang keluarga. "Apa dia itu kak Anggita?" tanyanya lagi."Ya, dia. Di mana dia sekarang?" tanya Radeya dengan suara bariton dingin dan tegasnya."Untuk apa Papa mencari wanita sialan itu? Dia sudah kami usir dari rumah ini seperti titah Papa," sahut Aluna dengan nada ketus. Sangat kentara bahwa dia sangat tidak menyukai Anggita yang tak lain adalah kakak iparnya sendiri."Dasar bodoh! Kenapa kalian mengusir wanita itu?!" sungut Radeya.Laki-laki paruh baya itu mengeraskan rahangnya dan memelototkan kedua matanya kepada Aluna, membuat wanita itu menunduk ketakutan. Sedang Nino hanya berekspresi biasa saja karena sejak awal d
Anggita berjongkok di depan sebuah gundukan tanah merah yang ditaburi bunga-bunga. Dia mengusap lembut batu nisan yang bertuliskan nama suaminya. Sesak rasa hati, tak percaya akan semua yang telah terjadi.Sendu iris mata itu menatap batu nisan seolah ia sedang menatap wajah suaminya. Lalu sebulir cairan bening menetes ke luar dari matanya.Dia menghela napas panjang yang terasa menyesakkan. Diusapnya jejak air mata yang sudah membasahi pipi. Dia menggigit bibir bawahnya agar tangis itu tidak semakin keras."Bahkan aku masih belum percaya kamu pergi secepat ini, Mas. Aku menyesali kenapa waktu itu aku tidak mencegahmu pergi. Andai kamu menunda keberangkatanmu, kamu tidak akan naik pesawat dan kamu akan selamat," gumamnya lirih.Beberapa hari yang lalu, Devan meminta izin kepada Anggita untuk pergi ke luar negeri karena ada pekerjaan mendesak yang
'Halo, apa benar ini kontak Nona Anggita?'"Ya, saya sendiri. Maaf saya bicara dengan siapa ini?"Ketika hendak pulang dari pemakaman, ponselnya berdering menerima sebuah panggilan dari nomor tidak dikenal. Tanpa pikir panjang dia langsung menggeser tombol berwarna hijau untuk menerima panggilan telepon tersebut.'Saya dari rumah sakit, ingin memberitahu Nona pasien bernama Ibu Dewi ingin bertemu dengan anda sekarang. Kondisinya sudah sangat tidak baik,'"Saya akan segera ke sana sekarang."Anggita langsung mematikan ponselnya secara sepihak. Dia mengurungkan niatnya untuk pulang. Anggita akan pergi ke rumah sakit dulu untuk menemui wanita yang sudah mengurusnya selama ia tinggal di panti asuhan.Ya, Anggita adalah seorang yatim piatu sejak kecil dan tinggal di panti asuhan. Mungkin karena alasan itulah yang membuat keluarga Devan tidak menyukainya. Terlebih mereka menganggap sikap Devan berubah menjadi pembangkang se
Radeya termenung sendirian di dalam ruang belajarnya. Kepalanya berdenyut seperti mau pecah akibat terlalu banyak beban pikiran yang sedang ia alami. Dia menghela napas panjang berkali-kali dan memijit pangkal hidungnya.Sekelebat bayangan tentang Devan berdatangan memenuhi otaknya. Kedua tangan laki-laki paruh baya itu mengepal erat kala mengingat semuanya.Hari itu, Devan datang menemuinya untuk meminta restu akan menikahi Anggi, tetapi dia sama sekali tidak pernah mengizinkan putranya itu menikahi seorang wanita yatim piatu dan tidak jelas asal usul keluarganya.Devan tetap bersikeras menikahi Anggita dengan ataupun tanpa restu darinya. Dan pernikahan terlarang itu pun benar-benar dilakukan. Dia merasa sangat marah kepada putra kesayangannya itu."Apa yang kau lakukan, hah? Kenapa kau tetap menikah dengannya meski aku tidak memberikan restu?!" teriak Radeya di acara pernikahan Devan.Saat itu Devan sudah resmi menjadikan Anggita sebagai istrinya. Rad
Sebulan berlalu dengan lancar dan baik-baik saja. Seiring berjalannya waktu, semua direksi di perusahaan Radeya mulai memercayai kinerja Anggita. Wanita itu mengerjakan tugasnya dengan baik. Dia juga berhasil menangani proyek barunya."Sisil, tolong kamu periksa ulang laporan di dokumen ini. Saya rasa ada kekeliruan di sana."Anggita memerintahkan asisten pribadinya untuk memeriksa kembali dokumen yang hendak ia tandatangani.Wanita yang usianya tak jauh dari Anggita itu sedikit mengernyitkan dahinya. Tapi beberapa detik kemudian, dia mengangguk patuh."Baik, Nona. Maaf saya masih keliru walau sudah memeriksanya kembali sebelum menyerahkan dokumen ini kepada Nona," ujarnya.Sisil meraih dokumen berwarna biru itu dari tangan Anggita. Dia membukanya dan membaca ulang. Maneliti di bagian mana kesalahan yang ia lakukan.Anggita beranjak berdiri. Dia berjalan memutari meja, mendekati Sisil. Kemudian Anggita mulai menjelaskan bagian-bagian yang menurutn