Bima tidak menjawabnya dia berlalu begitu saja dan duduk di meja makan. Brian membuntutinya karena belum mendapat jawaban. Dia duduk di kursi makan juga lalu memelototi ayahnya. Bima kemudian meletakkan ponsel di meja dan menatap Brian. “Kenapa tertawa melihat Tante Dara yang malu?” tanya Brian sekali lagi. “Ini urusan orang dewasa, anak kecil tidak perlu tahu,” jawab Bima lalu menyandarkan punggungnya pada kursi. “Ayah, Tante Dara itu ibu aku, kalau ayah berani mempermainkannya aku akan memukul ayah,” tegas Brian. Bima tertawa terbahak-bahak, baru kali ini dia tertawa lepas seperti ini. Dahulu mana pernah Bima tertawa riang begini, pembatu yang sedang bekerja membersihkan rumah jadi kaget melihat ekpresi Bima. Menyadari banyak yang melihatnya Bima langsung memasang wajah dingin lagi. “Brian, kamu tidak bisa memukul ayah,” ucap Bima. “Aku akan tetap memukul ayah kalau berani menyakiti Tante Dara,” balas Brian. “Kamu harus banyak berlatih dan tumbuh tinggi dulu untuk bisa memukul
Brian juga menatap Dara tajam, memangnya Tante Dara kesayangannya itu mau ijin kemana. Dia tidak ingin ditinggal sama Dara walau sedetik saja.“Aku ikut,” ucap Brian.“Kamu harus sekolah,” ucap Dara.“Tante hanya ingin ke pusat grosir saja,” imbuh Dara.“Pusat grosir apa?” tanya Bima penasaran, dia memicingkan matanya karena memang tidak pernah ke pusat grosir seperti itu.“Aku ingin membuat karya tangan, jadi aku butuh kain flannel,” jawab Dara.Tapi kalau ke pusat grosir bukankah akan bertemu dengan banyak orang, lalu suasana di sana itu penuh dan desak-desakan. Tidak ada pendingin ruangan, panas, nanti akan bau keringat dan banyak copet. Bima tidak mengijinkan Dara ke pusat grosir karena akan membahayakan dirinya.“Beli online saja memangnya tidak bisa?” tanya Bima.“Aku ingin sekalian jalan-jalan,” jawab Dara.“Beli di mall saja,” balas Bima.“Bima, kamu ini kenapa sih. Kenapa tidak membiarkan aku berekspresi,” bentak Dara.Bima melihat ekspresi wajah Dara, dia sepertinya kesal te
Mana Bima tahu dia akan pergi dengan siapa dia hanya minta ijin akan pergi ke pusat grosir saja. Dia ingin membeli kain flanel dan pernak perniknya."Kamu cari saja di pusat grosir dan awasi dia," jawab Bima."Baik," ucap Romi lalu mematikan telepon.Bima melajukan mobilnya ke kantor. Sepertinya suasana hatinya sedang buruk. Dari pagi sampai sore hari dia terus marah dan membuat karyawannya serba salah.***"Sekretaris Chaca sebenarnya ada apa dengan bos?" tanya karyawan."Aku tidak tahu. Bukannya memang sudah biasa seperti ini," jawab Sekretaris Chaca."Hais aku kira kamu ini bisa menenangkan hati bos. Ternyata rumornya berbeda," ledek Karyawan itu lagi.Sekretaris Chaca diam saja dan kembali bekerja dia hanya sekretaris dan bukan kekasih bos. Lebih baik diam saja kalau salah ngomong bos akan lebih marah."Apa aku telepon Dara saja," gumam Sekretaris Chaca. Tapi dia tak tahu nomor teleponnya, melihat kejadian kemarin sepertinya ucapan Dara akan didengar oleh bos dia.***"Dara, sudah
Dara mengambil ponselnya untuk menghubungi Bima, tapi niat itu dia urungkan karena saat memengang ponsel melihat jam sudah saatnya menjemput Brian, dia buru-buru ke rumah dan meminta sopir untuk mengantarnya ke sekolah Brian.“Bima, sepertinya kekasihmu tidak tahu menahu soal hotel XXX itu,” ucap Romi lewat sambungan telepon.“Jadi maksudmu seseorang ingin mengadu domba hubunganku?” tanya Bima.“Bukan dia tujuanmu tapi Dara,” jawab Romi.Bima mengerti sekarang, jadi firasatnya akan terjadi sesuatu itu memang benarnya. Dia menutup telepon setelah memberikan perintah pada Romi. Bima menjadi banyak pikiran dan tidak fokus bekerja.***“Pak, masih ada satu rapat lagi hari ini,” ucap Sekretaris Chaca.“Apa tidak bisa ditunda?” tanya Bima.“Tidak bisa, karena ini hal yang penting,” jawab Chaca.Bima termenung sebentar, dia bimbang mau rapat atau pulang bertemu Dara untuk memastikan keadaannya baik-baik saja. Bima mencoba fokus dan akhirnya dia pergi ke ruang rapat bersama Sekretaris Chaca.
Irma dan Lasmi sangat kegirangan, kali ini pasti Bima akan meninggalkan Dara. Lelaki mana yang masih menerima wanita yang ternoda oleh lelaki lain."Ikuti jalannya, Pak," ucap Irma."Sebelah sini," balas Lasmi.Bima sebenarnya merasa jijik saat Irma menggenggam tangannya. Dia ingin segera mengusirnya tapi dia masih bertahan karena harus mengikuti alur cerita yang dibuat oleh Irma."Apa masih lama?" tanya Bima."Sebentar lagi akan sampai," jawab irma."Sabarlah, kita akan segera bertemu dengan, Dara," balas Lasmi.Mereka bertiga berjalan dan sampailan di depan kamar dimana Dara dijebloskan dan disekap oleh Irma dan Lasmi."Di dalam sini," ucap Lasmi sambil menunjuk sebuah kamar."Benar, tadi kami mengantar dia ke dalam sini," imbuh Irma.Irma langsung menempelkan akses pintu dan membuka perlahan. Berharap sebuah pertunjukan menarik dapat Bima lihat.Lasmi juga sudah cengar cengir menantikan tubuh Dara yang dinikmati beberapa orang sekaligus. "Lihat saja, Dara. Malam ini tamat riwayatm
Wajah Dara memerah atas pertanyaan Bima. Dia tak sengaja mengatakan isi hatinya. Memang benar dia sangat iri pada wanita yang menggandengan lengan tangan Bima."Diam saja berarti cemburu," ucap Bima kemudian."Iya, aku memang cemburu!" seru Dara mengakui semuanya."Eh," ucapnya lalu menunduk."Tidak apa-apa katakan saja semua isi hatimu biar aku tahu," ucap Bima.Dara menumpahkan isi hatinya kali ini dia benar-benar mengakui semuanya. Dia cemburu saat Sela menghubunginya kembali, dia cemburu saat Sela datang memintanya untuk menjahui Bima. Dia sangat tidak suka saat Irma merangkul lengan tangannya."Apa kamu tahu semua itu membuatku terluka," ucap Dara sambil berlinang air mata."Cukup, jangan menangis lagi. Kalau tak bicara mana aku tahu, Dara," balas Bima lalu dia memeluk Dara.Dara masih menangis dalam pelukan Bima. Tapi lelaki itu malah senang karena Dara sudah mengeluarkan uneg uneg yang tersimpan di hatinta selama ini. Menjadikan Bima bisa tahu melakukan apa kedepannya."Terima
Lelaki itu menyunggingkan senyuman. Dia kini tahu kalau Bima punya kelemahan. Artinya dia bisa mendekati wanita di samping Bima demi mengalahkannya."Sela, kamu jangan khawatir. Hanya seorang wanita aku bisa membereskannya," ucap Orang itu."Bagus kalau begitu. Kamu harus menyingkirkan wanita itu dari sisi Bima," balaa Sela.Lalu mereka sepakat dan pergi meninggalkan rumah Dara. Bima yang mengendarai mobil tak sengaja melihat bayangan mobil Sela dari kaca spionnya."Sela?" gumam Bima."Apa dia mengawasi kami tadi?" tanya Bima dalam hatinya."Mungkin aku salah lihat, tapi aku harus menambah keamanan untuk Dara," gumam Bima dalam hatinya lalu dia melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.***"Anak nakal, jam berapa ini kamu baru masuk rumah?" tanya Nyonya Handoko."Jam sepuluh malam," jawab Bima."Satu lagi aku bukan lagi anak-anak," imbuh Bima lalu duduk di sofa."Tapi kamu tetap anak mama," jawab Nyonya Handoko.Bima menyunggingkan senyuman, sudah sebesar ini juga sudah pernah menikah d
Dara melihat paper bagnya, lalu dia menenteng ke atas agar terlihat jelas. Tas itu berisi kain flannel dan peralatan kerajinan tangan.“Untuk apa semua itu?” tanya Nyonya Handoko.“Ah ini untuk mengisi waktu sengganggku. Aku membuat kerajinan tangan dan aku jual online,” jawab Dara.“Memangnya gaji kamu tak cukup?” tanya Nyonya Handoko lalu menoleh ke Bima.Nyonya Handoko melotot ke Bima, “Kamu naikkan gajinya, sudah capek menjaga anakmu kenapa kamu kasih gaji kecil,” ucapnya kemudian.Nyonya Handoko marah sekali sama Bima, dia ini kenapa tidak peka dengan apa yang dilakukan oleh Dara. Dia bertindak seperti itu karena kekurangan uang. Dara menjadi tidak enak karena Bima menjadi kena marah oleh Nyonya Handoko. Lalu dia duduk di samping orang tua itu untuk menjelaskan.“Aku sudah menawarkan naik gaji,” ucap Bima.“Tapi dia tetap tidak mau,” imbuh Bima.“Tante, aku tidak kekurangan gaji. Sebagai wanita aku harus produktif dan tidak sekedar mengandalkan uang suami kelak. Aku harus menyiap