****Krucukkk ....Angel memeluk perutnya semakin erat. Menekan kuat agar rasa perih di sana sedikit mereda. Ia lapar, lapar sekali. Dari kemarin dua orang yang menculiknya tak memberikan makan barang secuil pun. Bahkan, sedikit air pun tidak. "Mah, Angel lapar." Angel kembali menangis getir mengingat mamanya. "Angel kangen pan cake buatan mama. Tidak, semua masakan Mama, Angel kangen. Mah ... huhuhu ...."Angel terisak pilu kala berbagai memory tentang mamanya melintas dalam kepala. Ia teringat bagaimana bawelnya sang Mama jika ia tak menghabiskan makanannya. "Makanya Angel. Kamu tuh kalau makan gak usah serakah begitu. Secukupnya aja, yang penting benar-benar dihabiskan. Kalau kayak gini kan mubajir. Kamu tahu, diluaran sana. Banyak orang harus banting tulang sehari semalam hanya untuk mendapatkan sesuap nasi.""Ya ampun, Angel. Kamu ini disuruh makan aja susah banget. Padahal tinggal makan aja. Semua sudah mama masakin. Tapi kamu males banget cuma tinggal buka mulut doang.""Ange
Hayo ... jam berapa kalian baca part ini?***"Sudahlah. Mari lupakan anak itu," desah Gerald kemudian. Tiba-tiba melunak dan mendekati sang istri dengan sorot penuh arti. "Dari ada pusing mengurusinya, lebih baik kita ...." Gerald menggantung kalimatnya seraya memberikan kode mesum pada sang istri lewat tatapan mata nakalnya. Sonya mendengkus kasar, namun tak menolak sama sekali ajakan suaminya itu. Dengan gerakan anggun Sonya membuang rokok di tangannya ke dalam asbak. Setelah itu melingkarkan tangannya kebelakang leher Gerald yang sudah lebih dulu membelit tubuhnya. Pagutan mesra pun terjadi. Keduanya bertukar saliva dan saling mencecap nikmat. Perlahan, tautan bibir yang awalnya pelan itu pun berubah cepat, semakin cepat, dalam dan penuh tuntutan. Dengan sekali hentakan, Gerald mengangkat istrinya dalam gendongan depan. Kaki jenjang Sonya pun refleks melingkar pada panggul pria yang entah sejak kapan sudah menanggalkan kaosnya. Mereka lalu berpindah ke atas tempat tidur tanpa
***Navisha berseru histeris saat melihat kehadiran Angel dalam gendongan Frans. Mengabaikan William dan larangan pria itu, Navisha berlari menghampiri sang putri yang amat sangat dirindukannya. Wanita itu pun semakin tercekat saat melihat kondisi Angel yang tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Wajah yang biasanya imut dan berseri itu pucat, dan ada memar menghiasi sudut bibir. Terdapat juga darah yang sudah mengering di sana. Tuhan apa yang sebenarnya terjadi dengan anaknya? "Ya Ampun, Angel. Apa yang terjadi padamu?" Navisha merebut tubuh anaknya dari Frans dengan lembut. Pria itu tak melarang sama sekali. "Angel, sayang. Bangun, Nak. Ini Mama," panggil Navisha dengan hati yang teriris sakit. Tangis Navisha kembali luruh. "Angel? Bangun." Navisha kembali memanggil dengan pilu.Sementara itu, William yang mengejar Navisha sudah sampai di tempat wanita itu. Ia melirik Frans, dan keduanya pun saling mengangguk tanpa kata. Seolah pengganti sapaan. "Apa yang terjadi sebenarnya dengan
***"Hahahaha .... Selamat menghadapi Macanmu sendiri, Will."Klik!Tut! Tut! Tut!William menggeram diam-diam mendengar sambungan telepon langsung di tutup Raid setelah mendengar ucapan Navisha. Sialan, Raid! Bukannya membantu dia malah kabur. William tarik kembali segala pujian yang sempat terucap beberapa saat lalu untuk si mafia insyaf. William lalu mendesah berat dan dalam. Sebelum mengembalikan ponselnya ke dalam saku dan membalikan tubuh ke arah Navisha yang masih menatapnya dengan sorot mata penuh tuntutan. "Apa maksud kamu, Nav? Kenapa jadi bawa-bawa Cheryl dan Milli?" tanya William tenang. "Loh, kan memang mereka berdua yang mengincarmu, kan?" tukas Navisha sinis. Bukannya takut, William malah mengulas senyum mendengar sahutan Navisha barusan. Bukankah ... Navisha terlihat seperti sedang cemburu? Ah, hati William jadi senang melihatnya. "Ya, terus?""Loh, kok, terus?" Navisha semakin kesal melihat tanggapan William yang kelewat santai menurutnya. "Kamu nih ... maunya a
***Navisha masih termangu di tempatnya. Mengerjap pelan seraya mencerna ucapan William barusan. Apa katanya tadi? Calon istrinya bernama Navisha Azalea Firmansyah? Itu kan Namanya. Eh, tapi ... benar kan tadi William bilang Navisha. Bukan Novia, Nandia, atau Nasya. Wanita cantik berlesung pipit itu seketika takut salah dengar. Akan tetapi, ingin meminta William mengulang ucapannya, Navisha tidak berani. Takut kecewa seandainya benar dia sendiri yang salah dengar. Udah sakitnya double, malu pula lah nanti. Tetapi ... kenapa nama belakang calon istri William sama seperti dirinya? Navisha jadi dilema sendiri. Sementara itu, melihat tak ada reaksi berlebih dari Navisha selepas ia mengungkapkan sang calon istri, William pun ikut bingung. Padahal ia kira, wanita itu akan balik badan dan langsung menangis terharu. Tapi ini kok ... diam saja. Navisha tidur atau malah kesurupan, Sih? Akhirnya William pun memutuskan gegas menghampiri Navisha dan melihat kondisinya. Sejurus kemudian, William
***"Jadi, kamu memang sengaja mengundang mereka untuk pernikahan nanti?" tanya Navisha saat akhirnya mereka bisa bicara berdua kembali. Matanya memperhatikan lekat orang-orang yang bisa dibilang kawan di masa lalu."Sebenarnya, aku hanya bilang tentang pernikahan kita pada Reinan saja. Aku gak tahu kalau ternyata yang lainnya malah ikut datang," sahut William, ikut melihat apa yang Navisha perhatikan. "Kenapa begitu?" Navisha belum puas dengan jawaban William. "Kata Reinan, kita kan sudah jadi bagian dari mereka. Jadi, mereka wajib hadir di acara bahagia kita. Lebih dari itu, mereka juga kangen katanya sama kamu. Soalnya, kamu kan memang benar-benar menghilang enam tahun ini dari kami semua."Navisha pun membuang nafas berat mendengar penuturan William barusan. Bingung harus bereaksi apa? Senang, kah? Atau malah sedih. Faktanya jarak yang terbentang sudah terlalu jauh. Apalagi dengan kondisinya saat ini. Ada sungkan yang ia rasakan ketika harus berinteraksi kembali dengan kawan-kaw
***"Saya terima nikah dan kawinnya Navisha Azalea Firmansyah binti Almarhum Bapak Hidayat Firmansyah dengan mas.kawin tersebut dibayar Tunai!""Bagaimana para saksi? Sah?""Saahhh!!""Alhamdulilah ...."Pak penghulu yang menikahkan Navisha dan William hari ini pun segera membacakan doa, saat para saksi menjawab 'SAH' dengan kompak. "Selamat ya, Nav!" Nissa langsung memeluk Navisha usai mengusap wajah setelah doa bersama berakhir. Aksinya diikuti kawan Navisha yang lain. Yaitu, Febby, Lala, dan Rosa. Mereka kompak memeluk Navisha dari segala sisi. Navisha tersenyum haru menerima semua pelukan itu. Matanya menyorot William, yang ikut tersenyum di depan sana bersama penghulu dan lainnya. Ada lega yang luar biasa terasa mendengar William sukses mengucap ijab kabul dalam satu tarikan nafas saja. Namun, tentu hal itu tak membuat grogi dan rasa nervous-nya hilang sepenuhnya."Eh, jangan peluk-pelukan dulu." Fadly menegur. "Tuh, William sama Pak Penghulu masih nungguin!" tegur Fadly. Saat
*Happy Reading*"Mama ..."Pecahlah sudah tangis Navisha ketika akhirnya mendengar suara lirih sang putri. Ternyata tadi yang menghentikan gerak langkah Raid adalah jemari Angel. Tak sengaja sudut mata pria itu menangkap gerakan halus itu yang tak di sadari semua orang. Ah, ternyata ketajaman Raid dalam merasa sebuah gerakan masih sangat patut di acungi jempol. Terbiasa memantau dan memprediksi gerak lawan membuat Raid sangat peka pada sebuah gerakan. Bahkan gerak angin sekali pun. "Mama ..." panggil Angel lagi. Gegas Navisha menghampiri gadis itu dan meraih tangannya yang bebas infusan. "Iya, Sayang. Ini Mama," ucapnya syarat akan rasa bahagia.Angel lalu mengangkat tangannya minta di peluk. Navisha pun segera meluluskan permintaan sang anak. Ia memeluk Angel erat sekali. Namun tetap berusaha agar tak sampai menyakiti gadis ciliknya. "Mama, Angel kangen. Angel gak mau jauh dari mama lagi. Om itu jahat, badan Angel sakit semua di pukul sama om dan tante jahat itu."Sakit sekali ha