"Saya baik-baik saja, Tuan Muda," balas Wilton seraya tersenyum."Hah, ya sudah." Bailey pasrah dan beralih menatap Shaw. "Kalau ada apa-apa kabari aku. Apapun itu, hal kecil sekali pun."Perjalanan kisah mereka memasuki tahap serius yang kian mendebarkan setiap harinya. Terlebih kali ini Shaw hendak melaksanakan tugas dari sang ayah, menghadirkan rasa tidak sabar dalam hati Bailey, untuk mendengar setiap perkembangannya.Shaw mengangguk, memasang senyum lebar hingga menampakkan deretan gigi putihnya yang rapi."Kalau ingat," tanggapnya. Bailey berdecak.Terkadang ia iri dengan kebebasan Shaw, membuatnya berandai-andai terlahir bukan dari keluarga bangsawan Zanwan, bukan sebagai pewaris tahta. Namun, bukan berarti ia tidak menyukai takdir hidupnya. Ia hanya ingin bisa sebebas Shaw."Ya sudah. Aku pergi dulu," pamit Bailey, menunggangi kuda dan pergi ke sekolah bersama Wilton. Shaw pun menunggangi kudanya, namun menuju arah yang berbeda.Di tengah jalan, Shaw bertemu sekumpulan anak ya
Shaw melajukan kudanya ke selatan, pulang ke rumah Spencer. Ia mengambil jalur pemukiman penduduk. Ketika melewati alun-alun distrik, untuk beberapa menit laju kudanya melambat dan pikirannya mengelana. Teringat ia pada sebuah kepala yang pernah tergantung di sana.Kini alun-alun itu kosong. Hanya terlihat beberapa prajurit yang berjaga di pos sebelah alun-alun, dekat dengan perumahan."Entah hari ini, esok, lusa, atau hari seterusnya, kepala seseorang mungkin akan tergantung lagi di sana." Shaw bergumam pelan, menghembuskan napas dan melanjutkan perjalanan.Dedaunan terlihat berserakan memenuhi halaman ketika ia sampai di depan rumah. Padahal tidak lama ditinggal, tetapi rumah tua itu sudah seperti rumah yang lama tidak dihuni.Shaw menalikan tali kudanya di tiang halaman samping dekat dapur. Rencana untuk langsung membuat bekal pun ia tunda dan memilih membersihkan rumah serta halaman lebih dulu.Sekelumit rasa rindu pada Spencer dan Gracie menyeruak, hadir begitu saja. Shaw seolah
Shaw tidak ingin peduli. Benaknya mengatakan ia harus segera pergi, jadi ia lanjut memacu kudanya. Namun, bayangan itu muncul lagi. Meski begitu, Shaw tetap berusaha mengabaikan.Seakan memperjelas bahwa Shaw adalah target, bayangan tersebut terus kembali menunjukkan entitasnya. Ia melesat dari pohon ke pohon di sekeliling Shaw.'Kecepatannya lebih tinggi dari semua mata-mata yang pernah kutemui. Apakah dia Fu? Hanya Fu yang bisa secepat ini. Tapi ... mengapa Fu tidak langsung menemuiku?' Shaw bertanya-tanya dalam hati.'Tunggu—' Lagi, Shaw membatin. Ia merasakan keberadaan haki lain, selain dari haki sang mata-mata yang melesat. 'Lebih dari satu orang!'Semerbak aroma bunga lili menguar tajam dalam sekejap, tercium harum di hidung Shaw. Aneh.Merasa ganjil, Shaw pun berhenti. Lagi. Ia menghirup udara memastikan aroma yang masuk ke indra penciumannya itu.'Apakah ini benar-benar aroma bunga lili?' Benaknya bertanya, yang lebih kepada menebak.Selain harum, aromanya segar dan manis. Na
Kantung-kantung panasea, ransel peralatan dan bekal serta tenda ia turunkan dibantu Khosrow dan Vidar. Mereka kemudian menyembunyikannya di balik semak."Kalian berhati-hatilah," pesan Eroth. Khosrow dan Vidar mengangguk mengerti.Kali ini Eroth memperlakukan budaknya dengan lebih baik. Ia berkaca dari masa lalu, juga dari memikirkan akibat yang bisa saja terjadi karena Mival dibeli oleh Shaw, yang berteman dekat dengan Bailey sang putra mahkota.Eroth takut jika kelak ia dan keluarganya akan mendapat hukuman, atau lebih parah dari itu, karena menyinggung putra mahkota dan teman baiknya. Pria itu berpikir cukup panjang.Ketiganya berpisah. Eroth langsung ke utara dengan kudanya, sementara kedua budaknya bergerak dengan berjalan kaki. Vidar ke selatan dan Khosrow langsung ke timur mendekati kabut tempat Shaw berada.'Bocah ini punya ketahanan dan keteguhan hati yang bagus.' Mata-mata yang berdiri di sisi timur membatin, mengamati Shaw disela serangannya.Pletak!Pletak!Bagai awan yang
Haki Aaban menjalar seperti gelombang transparan. Kecepatannya tinggi, walau tidak secepat teleportasi atau penglihatan dan sejenisnya. Kendati begitu, kecepatan dari kemampuan haki jenis ini dapat meningkat dalam beberapa kasus. Selain itu, kemampuan haki Aaban tergolong langka di Zanwan."Apa itu?" Aaban bergumam lirih.Di sana, di jenggala ketiga, Aaban melihatnya. Pertarungan dan haki yang besar.Kepalan tangan Aaban menguat. Ia bergegas turun dan memanggil anak buahnya.Di jenggala ketiga, Shaw, Khosrow dan Vidar menguasai pertarungan mereka. Namun, Shaw mulai terlihat kewalahan. Di serangan berikutnya, Shaw terpental dan berguling di tanah. Ia mengerang tertahan. Goresan luka yang didapatkannya saat di dalam kabut masih terbuka, dengan darah yang masih basah. Tubrukannya ke tanah membuat luka-luka itu terasa lebih menyakitkan."Shaw!" Khosrow berteriak, tetapi tidak bisa mendekati Shaw karena mata-mata yang ia hadapi masih terus menyerang membabi buta."Akhiri bocah itu sekarang
"Ya sudah." Eroth menghela napas.Selain belajar bersikap baik pada budaknya, Eroth pun belajar untuk tidak memaksakan kehendak. Ya, itu sungguhan, bukan sandiwara yang dibuat-buat.Di depan mereka, Aaban mendengarkan dalam diam. Komandan itu sibuk dengan pikirannya.Menjelang ujung dari jenggala ketiga, Fu tiba-tiba berujar. Suaranya terdengar serius di telinga Shaw."Berhenti, Shaw."Shaw menghentikan laju kuda dan melirik Fu. "Ada apa?""Kita ambil jalan lain," tukas Fu."Kenapa? Ada apa dengan jalan ini?""Ada sesuatu di depan. Hakinya tidak jauh berbeda dengan Kaye dan teman-temannya.""Ha?"Shaw menatap lurus, lalu memejamkan mata. Ia mencoba merasakan haki di depan, tetapi tidak merasakan atau melihat apapun."Aku tidak merasakan apapun," kata Shaw seraya membuka mata.Fu berdecak dan memegang kedua pundak Shaw. Aliran haki mengalir dari tangannya."Coba lihat lagi," kata Fu. Shaw mengiyakan.Bayangan sosok berjumlah lebih dari 10 terlihat di kejauhan di depan, dengan haki yang
"Tidak ada yang gratis," sahut Fu seraya menyeringai tipis.Shaw berdecak. "Kubayar dengan manisan.""Apa itu? Tidak cukup! Informasiku sangat mahal, kau tahu.""Ck, kubayar dengan makanan lain. Kau bebas memintanya, dan aku akan membuatkannya untukmu," tawar Shaw.Fu menyeringai penuh kemenangan kini. Sebuah siasat terlintas di benaknya."Bisa dipertimbangkan," kata Fu. Sesaat kemudian seringai di wajahnya hilang, berganti raut serius. "Kurangi kecepatan kudanya. Melewati batang pohon besar di depan itu, buat kudanya berjalan biasa.""Huh? Oke."Shaw percaya pada Fu. Ia mengikuti instruksi Fu tanpa ragu.Pohon-pohon besar yang dimaksud Fu berada 20 meter dari mereka. Warna pohonnya gelap, seolah melambangkan sesuatu yang misterius dan tampak mati. Pepohonan itu seakan telah terbakar. Meski begitu, dedaunannya sangat rimbun.Melewati dua pohon besar tersebut, kuda memasuki jenggala yang lebih gelap dan sunyi dari sebelumnya. Sekeliling tampak benar-benar gelap dengan aura yang terasa
"Ada yang menarik perhatianmu, Vid? Aku sampai mengantuk menunggumu." Bailey menimpali."Ah, maaf maaf .... Tadi ada yang harus kulakukan. Ada sesuatu! Jadi, aku kembali lebih lama," ujar Avidius seraya tersenyum canggung.Avidius adalah cucu Barid. Ia satu sekolah dengan Leonere."Sesuatu apa?" Leonere bertanya.Avidius, remaja berkulit putih kemerahan dengan senyum manis dan lesung pipi itu mengeluarkan sebuah kain merah dari saku pakaian di balik jubahnya. Saat kain dibuka, Leonere dan Bailey membulatkan mata melihat benda yang terpampang di sana."Bukankah itu—" Kata-kata Leonere terhenti. Ia mendekat tergesa dan memegang benda yang ditunjukkan Avidius. "Ini kan ....""Dari mana kau menemukan itu?" tanya Bailey yang juga mendekat.Avidius melirik ke arah belakang sesaat, memastikan sekitarnya aman. Senyumnya pudar seketika."Dari hutan barat laut. Aku menemukannya tadi," bisik Avidius, tampak serius.Bailey dan Leonere tercengang lalu saling menatap. Pikiran keduanya seolah tersam