Iskha masih menangis di gendongan bocah laki-laki itu. Tampaknya ia tak peduli, yang penting ia pulang dalam keadaan bersih dari lumpur karena pasti orangtuanya bakalan marah kalau melihat ia kotor seperti sekarang ini.
“Iskha, diem dong. Masa’ nangis melulu dari tadi?” bujuk Faiz. “Ntar aku kasih pisang goreng deh.”
Iskha menggeleng. “Nggak mau.”
“Trus apa dong biar kamu diem. Kita udah dapet kedelai nih, ntar kita bakar sama-sama,” bujuk Faiz sekali lagi.
Iskha menggeleng-geleng. “Nggak mau.”
“Halah, makin bawel aja sih kau ini,” gerutu Faiz.
“Bakso, semangkok. Baksonya Pak Udin,” ucap Iskha.
Faiz terkejut. “Lho, kok bakso?”
“Pokoknya bakso kalau nggak kita nggak temenan lagi,” ancam Iskha. “Faiz jahat!”
Saphira tertawa. “Ayo, aku juga minta bakso. Dasar anak iseng, kalau nggak awas besok!
“Maafkan aku, aku benar-benar minta maaf. Yang sebenarnya pula aku tak bisa membawamu dari sini, sebab aku terikat perjanjian dengan ayahku. Selama usia anak-anakku belum 17 tahun maka aku tak bisa membawanya kembali,” ujar Hendra Wijaya. Ini sesuatu yang mengejutkan.“Mas, apa maksudnya anak-anakmu? Jangan bilang kalau kau sudah...?” Yuni tak meneruskan kata-katanya saat suaminya mengangguk.“Iya, aku sudah menikah sebelumnya. Aku minta maaf karena tidak jujur kepadamu,” ucap Hendra Wijaya.“Bohong!? Kenapa? Kenapa kau tak jujur kepadaku? Lalu apa arti semua ini? Apa arti pelukan yang selama ini kau berikan? Apa artinya ciuman yang kau berikan kepada keluargamu selama ini, mas? Kenapa? Kau jahat!?”Faiz yang mendengar suara ayahnya itu pun mulai meneteskan air mata. Dia seolah-olah mengerti apa yang terjadi meskipun usianya masih belum cukup umur untuk bisa mengerti hal itu.“Yuni, aku masih me
Iskha sampai di rumahnya saat matahari sudah membuat bayangan yang panjang. Ia merasa penat walau hanya menjadi pemandu sorak di pinggir lapangan bersama dengan cewek-cewek yang lain. Kekagumannya kepada Arief sebenarnya sudah lama ia rasakan semenjak pertama kali MOS. Ada peristiwa yang membuat menyukainya. Saat itu ketika ada tugas, dia selalu payah. Membuat papan nama dari daun pisang, membawa gambar pahlawan, bahkan juga merangkum secara bebas salah satu program acara televisi. Tugas aneh-aneh itu biasa didapatkan anak-anak baru, meskipun ada peraturan yang melarangnya hanya saja sebagian merasa masa bodoh dengan itu semua. Toh, yang penting tidak ada kekerasan fisik dalam acara orientasi. Tugas-tugas nyeleneh dan berat memang telah menjadi sarapan bagi anak-anak baru, bahkan orangtua mereka mewanti-wanti agar tidak kaget ketika mengikuti masa orientasi ini.Iskha terlambat bangun pagi itu, dia benar-benar terlambat bangun. Siswa baru harus datang jam 6.30 lengkap dengan
“Sebelum kita belajar matematika, ada yang ingin aku sampaikan seputar pelajaran ini. Pertama, matematika itu bukan momok yang harus ditakuti karena mau tak mau kita akan bertemu dengan pelajaran ini. Kedua, setiap yang kita pelajari di dalam matematika sebenarnya bermanfaat tetapi kita belum menyadarinya. Ibaratnya kita seperti diberikan sebuah alat, tahu cara menggunakannya tapi tak tahu fungsinya untuk apa. Seperti ini, kita tahu stetoskop yang biasa digunakan dokter itu digunakan untuk memeriksa detak jantung bukan? Tetapi kita hanya tahu cara mengoperasikannya karena kita melihat langsung dokter yang memakai dan menggunakannya. Kita juga tahu cara menaruhnya di leher kita, tetapi apakah kita tahu fungsi yang sebenarnya?” jelas Kayla.Iskha yang mendengarkan dengan seksama mulai manggut-manggut. Dia merasa apa yang dikatakan temannya itu ada benarnya.“Kalau seorang dokter ia bisa mendeteksi tentang penyakit yang diderita pasiennya dengan menempel
Belajar bersama memang menyenangkan. Iskha mendapatkan ilmu-ilmu baru dari Kayla. Kayla memberikan berbagai macam cara-cara untuk bisa menyelesaikan persoalan matematika dengan cepat. Bahkan mungkin Iskha tak pernah tahu sebelumnya cara-cara seperti itu. Intinya anak itu benar-benar cerdas. Pengetahuannya sangat banyak dan tidak pernah dibayangkan sebelumnya kalau si murid baru ini benar-benar cerdas. Bahkan Iskha sangsi kalau Arief lebih pintar darinya. Arief memang pintar di kelas, tetapi Kayla ini seperti memiliki wawasan yang lebih. Besok ada pelajaran matematika dan dia ingin melihat kemampuan Kayla. Hanya saja ketika Kayla menjelaskan kepadanya tentang persoalan-persoalan yang sulit di pelajaran ini membuat Iskha sudah faham kalau Kayla benar-benar lebih pintar dari Arief.“Ngomong-ngomong besok olahraga bukan?” tanya Kayla.“Iya, kamu sudah punya bajunya?” tanya Iskha balik.Kayla mengangguk. “Sudah, tadi Bu Rina member
Hujan deras terjadi di bulan November. Ingin sekali waktu itu Iskha segera pulang, tetapi hujan menghentikannya di halte tempat ia biasa menyegat angkot. Dia masih SMP waktu itu. Bosan menunggu sudah pasti, apalagi di hujan seperti ini angkot-angkot jarang ada yang mau mengambil penumpang. Tak habis pikir juga memang kenapa mereka melakukannya. Akhirnya seorang anak SMP termenung di pinggir jalan menanti-nati kendaraan tersebut tanpa pernah tahu kapan akan tiba di halte. Meskipun kendaraan beroda empat itu tidak datang, ada sesuatu yang menarik. Seorang anak perempuan menganyuh sepeda mini berkeranjang terlihat dari kejauhan. Tak berapa lama kemudian dia pun berhenti di depan halte. Saat wajahnya menoleh ke Iskha barulah perempuan itu mengenalinya.“Saphira?!” seru Iskha sambil terkejut. “Ngapain kamu hujan-hujan ke sini sambil naik sepeda?”“Jemput kamu dodol!” ujarnya. “Nih, jas hujan. Pake gih, trus naik di boncengan.&
“Assalaamua’alaykum,” salam Saphira dan Iskha bersamaan ketika masuk ke dalam rumah.“Wa’alaykumsalam. Eh, ada tamu!” seru mamanya Iskha. “Apa kabar Saphira?!”Saphira segera mencium tangan orangtua Iskha, lalu diapun dipeluknya.“Lama nggak ketemu, gimana sekarang? Sekolah di mana?” tanya wanita itu lagi.“Di SMP Pawyatan Daha, tante,” jawab Saphira.“Oh, nggak bareng sama Faiz?” tanya mamanya Iskha.Saphira menggeleng.“Ma, minta jeruk anget dua dong. Kedinginan nih!” keluh Iskha yang sudah masuk kamar.“Oh, sebentar! Duduk dulu! Tante bikinin minum,” ucap mamanya Iskha.“Makasih tan,” ucap Saphira. Ia lalu duduk di sofa yang empuk sambil menyandarkan tubuhya.Selama dua menit Saphira bengong melihat isi ruang tamu. Dia melirik ke sana ke sini, menoleh kiri dan kanan. Dia meli
“Kapan kamu berangkat?” tanya Iskha.“Bulan depan. Jadi aku akan sekolah di sana juga,” jawab Saphira.“Kalau gitu, aku ingin satu bulan ini kita habiskan waktu bersama, sepuas-puasnya,” ucap Iskha. “Kumohon. Aku tak ingin menyesal berpisah denganmu.”Saphira mengangguk. “Iya, aku ingin menghabiskan waktu bersama-sama denganmu sebelum pergi.”Keduanya masih berpelukan, sementara hujan di luar sudah mulai mereda. Terdengar hanya rintik-rintik rapat yang masih saja membuat dedaunan basah. Air genangan masih nampak, sungai-sungai masih terlihat deras membawa air hujan. Suara binatang penyuka hujan terdengar riuh riang. Mereka senang dengan tumpahnya hujan hari ini. Namun tidak bagi dua sahabat yang akan berpisah.Sebulan. Hanya butuh waktu sebulan bagi mereka untuk bisa bersama. Maka Iskha dan Saphira menghabiskan waktu mereka dengan sebaik-baiknya. Hingga akhirnya sampailah mereka ke hari di
Kayla mendengarkan cerita Iskha dengan seksama. Sepertinya ia bisa memahami bagaimana perasaan temannya itu saat ini. Kesepian, kehilangan sedangkan tak ada yang bisa menggantikan Saphira di dalam hidupnya. Kayla mengerti kalau Iskha merindukan suasana saat mereka bersama. Andainya ia bisa membantu Iskha dalam hal ini, tetapi tak ada yang bisa dilakukannya. Hari itu Kayla menjadi tempat curhatan Iskha untuk pertama kalinya, betapa merananya dia tanpa Saphira. Seharusnya Faiz bisa menjadi temannya tetapi entah apa yang terjadi dengan anak itu sehingga mereka tidak lagi menjadi dekat.Keesokan harinya aktivitas sekolah kembali seperti biasa. Ini hari Jum’at. Waktu jam pelajaran cukup singkat karena akan terpotong aktivitas ibadah salat Jum’at. Sekolah tempat Kayla belajar juga memiliki masjid yang lumayan besar bisa menampung murid-murid yang beragama Islam. Pagi harinya ketika bel jam pelajaran dimulai semua murid langsung ke lapangan untuk mengikuti pelajaran olah