Bab 54 Ciuman Setelah dinyatakan dokter Nay membaik, Aryo membawanya pulang ke asrama. Sebenarnya, laki-laki tidak boleh menginap di sana. Namun, karena Nay baru saja sakit dan Aryo merupakan suaminya maka ia diizinkan tinggal paling lama satu minggu. Hati Aryo terlampau senang. Binar di wajahnya terlihat jelas. Ia terngiang-ngiang niatnya melepas kerinduan di rumah sakit tetapi mendapat warning dari Nayla. Itu artinya mereka bisa mengulanginya di asrama. Sampai di kamar, Aryo mendorong kursi roda mendekati ranjang. Dokter menyarankan Nay menggunakan kursi roda untuk tiga hari kedepan sampai tubuhnya pulih kembali. "Sini aku bantu!" Aryo mengangkat tubuh Nay, tetapi istrinya menolak. "Aku bisa sendiri, Mas." "Nggak, aku saja. Kamu nggak boleh bergerak lebih banyak. Kasian nanti kamu kecapekan." Aryo sudah mulai khawatir tingkat tinggi. Nay meyakini suaminya sebentar lagi pasti muncul sikap posesifnya. "Aku mandi dulu, Nay. Kamu rebahan saja yang nyaman ya." Nay mengangguk sera
Bab 55 Pulang saja"Nay, ayo berangkat!" Setelah sarapan, Nay bersiap berangkat ke kampus masih dengan kursi roda."Nggak. Sudah aku bilang, aku bisa berangkat sendiri. Mas Aryo nggak perlu repot, di sini ada Mas Andra," pungkas Nay sambil menyambar tasnya yang ada di meja. Ia menggerakkan kursi rodanya ke luar kamar, sudah ada Andra yang menungguinya di luar."Nay, sudah aku bilang kalau aku nggak keberatan untuk...." Dering ponsel menghentikan ucapan Aryo. Gegas ia mengangkat panggilan dari atasannya di kampus."Halo Pak Aryo. Gimana persiapan visitasi lusa?""Iya, Pak. Saya PJ nya. Kebetulan ini saya sedang ada acara keluarga." Aryo mengernyitkan keningnya. Wajahnya mendadak muram, menyiratkan ada masalah kampus yang harus diatasi. Nay yang memperhatikannya justru menyelinap untuk kabur ke kampus. Ia meminta Andra mendorong kursinya untuk segera berangkat ke kampus."Semua saya serahkan pada Pak Aryo. Keberhasilannya tergantung Pak Aryo." Aryo berdecak, netranya mengedar ternyata
Bab 56 Aku Masih CintaDengan berat hati, Aryo meninggalkan Nay di kota Daejeon. Sebelum keberangkatannya menuju incheon, Aryo menyempatkan bertemu Andra."Ndra, tolong bantu saya menjaga Nayla. Saya tidak bisa membujuknya dengan paksaan. Kamu tahu sendiri psikisnya masih belum stabil. Saya harus menyelesaikan tugas di kampus." Keduanya bertemu di taman kamous setelah Aryo menghubungi Andra."Ya, Pak. Percayakan Nay sama saya! Saya akan menjaganya semampu saya tanpa melewati batasan. Tapi Pak Aryo perlu ingat. Jangan membuatnya terluka untuk kedua kali, atau saya akan merebutnya kembali," ancam Andra dengan raut muka serius. Dalam sebuah hubungan, harus ada saling percaya antara satu sama lain. Aryo kini percaya Nay tidak akan bertindak melewati batasan, pun Andra juga mampu menempatkan diri sebagai seorang teman yang melindungi. Ia sendiri harus bisa mengontrol emosinya supaya bisa berpikir dengan logika."Ya. Pasti! Saya akan membahagiakan Nay sesuai janji saya."Aryo kini berada d
Bab 57 Benci"Belum, Tik. Kamu belum bisa melupakan aku karena kamu masih terpaku dan nggak mau mencoba move on. Cobalah buka hatimu untuk pria lain!""Baiklah. Aku akan mencobanya. Tapi tolong jangan menolak jika aku membawakan sarapan atau makan siang, Yo. Setidaknya sampai Nayla pulang. Mamamu sudah kembali ke luar negeri. Kasian kalau beliau mengkhawatirkanmu."Aryo mengangguk setuju, demi menjaga perasaan sahabat masa kecilnya. Lagipula Nay pasti juga akan sependapat dengannya.Melihat wajah Tika yang sembab membuat Aryo mengurungkan niat menginterogasi wanita itu. Ia masih ragu, jika tuduhannya tentang siapa yang membuntuti Nay di Daejeon salah justru terhitung fitnah. Ia akan menanyai mamanya dulu setelah urusan kampus selesai. Jam kerja kampus hampir usai, Aryo melonggarkan kerah kemejanya. Ia merebahkan punggungnya di kursi putar. Sedikit pening terasa akibat lelah yang menumpuk. Perutnya pun terasa melilit karena makan siang yang terlewatkan."Halo, Ma. Lagi sibuk, nggak?"
Bab 58 KejutanTiga bulan kemudian, Nayla telah menyelesaikan dengan lancar program student exchange nya. Ia sudah menjalin komunikasi yang baik dengan suaminya meski hanya melalui telepon. Bahkan suaminya seringkali tidak kenal waktu menghubunginya. Nay sudah melarang Aryo menelpon di saat dirinya sedang di kampus. Alih-alih mendengar peringatan Nay, Aryo justru gencar mengirim pesan yang mengganggu. Alhasil Nay mematikan ponselnya dan hanya membalasnya saat waktu istirahat. Aryo pun memahaminya dan tidak merasa marah dengan tingkah istrinya.Setelah mempersiapkan kepulangan dibantu Andra, Nay ingin memberi kejutan pada suaminya. Setiap Aryo menanyakan kapan pulang, Nay selalu beralasan sebentar lagi. Besok kalau sudah siap akan diberitahu."Nay, kamu beneran nggak ngabarin Pak Aryo kalau mau pulang sekarang?" tanya Andra. Ia mengantar Nay sampai ke bandara Incheon. Ia tidak tega membiarkan Nay pulang sendirian setelah kondisi kesehatannya sempat tidak stabil."Iya. Nggak papa, Mas.
Bab 59 Tiba-tiba"Kalau begitu sarapan di teras saja, Yo! Biar nyaman."Aryo tertegun, Tika sudah berubah ternyata.Aryo menyetujuinya. Ia hendak mengambil perlengkapan makan. Namun, Tika melarangnya. Aryo justru diminta ke teras membawa makanan yang dibawakan Tika, sedangkan wanita itu menuju dapur.Beberapa menit kemudian, Tika keluar membawa piring dan sendok di tangannya. Lalu ia ke dalam lagi mengambil air putih. Aryo merasa tidak enak hati seperti raja yang sedang dilayani. Beruntung ia tinggal di kompleks perumahan dosen, tidak ada tetangga yang melihat kondisi halaman atau teras rumahnya. Mereka pada sibuk dengan kegiatan masing-masing."Ini sudah siap semuanya. Aku siapkan dulu sayurnya ya." Tika dengan terampil menata makanan di meja."Astaga, nasinya lupa belum aku ambil." Tika hendak beranjak ke dalam rumah, tetapi Aryo menyerukan namanya."Tika, biar aku saja yang ambil."Aryo ke dalam, sedangkan Tika duduk mengulas senyum. Merasakan dunia seolah hanya milik mereka berdua.
Bab 60A EgoisNayla masih tergugu di dalam taksi yang membawanya memutari kota Bandung. Sedari tadi sopir menanyakan kemana tujuan, tetapi Nayla tidak menjawab. Sekutar satu jam, Nay baru sadar saat perutnya berdendang. Ia teringat telah melewatkan sarapan."Astagfirullah, sampai mana ini, Pak?!" pekiknya seraya menoleh ke kanan dan ke kiri. Sopir segera menepi dan menghentikan laju taksinya."Kita sudah memutari kota Bandung. Mbak mau ke mana lagi?" jawabnya seakan ingin protes tapi penumpang adalah raja. Sopir hanya memberikan pelayanan terbaiknya."Maaf, Pak. Tunggu sebentar, saya telpon teman dulu," pinta Nay. Ia mencari nomer kontak Cika."Halo, Ci. Kamu di kos atau kampus? Aku udah di Bandung.""Nay, kapan pulang?!" Nay menjauhkan ponselnya karena suara teriakan Cika dari seberang mengusi telinganya."Aku di kampus. Bentar lagi balik kos. Hanya ada kuliah pagi saja. Mika sama Ryan baru ke ruang dosen, nih. Kita ketemuan di kosku aja ya!""Ya, Ci. Tapi tolong kalau ketemu Pak Ary
Bab 60B"Sebenarna ada apa sih, Nay? Pasti kamu dan suamimu lagi berantem, ya?"Nay tidak menjawab justru tergugu seraya memeluk guling di atas kasur Cika. Sahabatnya segera mengambilkan segelas air untuk diminum supaya Nay lebih tenang.Setelah Nay terlihat tenang, Cika mulai menanyakan dengan hati-hati. Ia tidak mau Nay menangis lagi."Kalau sudah bisa cerita, aku siap ndengerin, Nay," ujar Cika."Aku tadi sudah sampai rumah. Tapi..." Nay menjeda kalimatnya seolah ada duri yang menancap di tenggorokan. Ia susah payah mengatakannya. Menarik napas panjang, Nay merasakan tepukan halus di punggungnya"Ada Mbak Tika di sana." "Hah, Bu Tika? Dosen fakultas yang baru?" Cika memasang raut keheranan kenaoa Tika bisa pagi-pagi di rumah Aryo."Kamu ingat, kan? Mbak Tika itu wanita yang dijodohkan sama Pak Aryo."Cika mendengarkan dengan sabar cerita Nayla."Tapi kamu jangan berpikiran buruk dulu, Nay. Tenanglah, kamu harus berpikir dengan kepala dingin biar nggak runyam masalahnya."Nay menga