Share

BAB 19. Membongkar kebusukan ayah.

“Kok malah cengengesan! Nenek khawatir ini,” omel nenek." Padahal aku baik-baik saja. “Kan, belum bagi rapor. Nanti juga dijemput oom kamu, kalau enggak ayahmu pasti akan nganter,” sambungnya.

“Enggak sabar mau cepat sampai sini, Nek. Udah kangen berat,” jawabku santai.

“Masa? Sebegitu merindukankah nenekmu ini?” canda nenek.

“Iya, begitulah. Om, Ardi belum pulang ya, Nek?”

“Enggak pulang kan, banyak kerjaan.”

Lain dengan kakek beliau diam saja dan seperti mengawasiku. Kakek memang selalu peka. Instingnya selalu benar. Mirip ibu.

“Kok, Aldi sama Mbok, diam saja?”

“Aldi capek, Nek. Kesal juga sama Kakak. Padahal besok lusa bagi rapor, tapi diculik dibawa ke sini,” keluh Aldi. Nenek beralih pada mbok.

“Eh, itu a—nu Nyoya. Non Alya bawa kami ke sini tidak bilang dulu,” timpal Mbok.

“Bilangnya mau ke rumah temannya. Kan, bohong. Dosa bohong itu!” Aldi semakin kesal. Bibirnya cemberut saja.

“Benar, Alya?” tanya nenek.

“He-he iya, Nek.”

“Kakak gitu Nek, selalu saja bercandaan!” Aldi melemp
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status