Share

03. Menjadimu Untuk Sehari

“Ya ampun ... suhu tubuh Anda sama sekali tidak turun, malah panas Anda sepertinya semakin tinggi.” sosok yang berpakaian rapi dengan jas putih melekat pada tubuhnya itu berucap cemas. “Jika seperti ini, Tuan Helio lebih baik beristirahat penuh.”

Pernyataan dari sang dokter membuat mereka yang mengisi ruang kamar putra Count Fenheir itu turut merasa khawatir. Terlebih Count Feinher sendiri, dan juga saudari kembar Helio──Seanne.

“Tuan Count, bisa kah saya berbicara dengan Anda?” tanya sang dokter.

Lantas, Count Feinher menanggapi, “Dokter, kita bicara di ruangan saya saja.” ia memerlukan penjelasan rinci mengenai kondisi putra semata wayangnya itu.

Setelah itu, Count Fenheir keluar dari ruang kamar putranya diikuti dengan dokter dan juga perawat-asistennya menuju ruangan Count Feinher untuk berbicara di sana.

Sepeninggal para orang dewasa itu, sosok gadis kecil melangkah mendekati tepi ranjang. Manik ungunya mengerjap sendu, sementara jari-jemari pada tangannya bergerak di permukaan wajah sosok mungil lain yang begitu persis nampak seperti dirinya sedang terbaring lemah. “Lusa adalah pesta yang kau nantikan. Kau tak akan datang?”

Kelopak mata itu bergerak, turut mengerjap hingga manik ungu mengintip keluar bersamaan dengan senyum kecil yang tersungging di bibirnya. “Jika aku tetap datang memenuhi undangan Pangeran Zekiel, mungkin aku akan mempermalukan diri karena begitu lemah.”

“Kau bicara apa, sih?” gadis itu menyahut sebal.

“Sea ... kau tahu, 'kan, yang kuinginkan dari pesta itu adalah teman, bukan urusan politik──atau apapun itu.”

“Ya, aku tahu. Lalu?”

“Aku pikir, bermain bola dengan anak laki-laki yang sebaya akan sangat seru.” lanjut anak laki-laki itu, suaranya terdengar serak, membuat saudari kembarnya meringis. “Tapi, tidak masalah. Jika sudah kembali sehat, kau akan menemaniku bermain, 'kan?”

“Pikiranmu kekanakkan sekali, ya.” gadis kecil itu berdecak. “Pesta ulang tahun Pangeran Zekiel ... di sana kau bisa memperkuat relasimu. Di masa depan, kau akan menjadi Count──”

“Sea ....” Helio menyela lemah. “Kau yang paling tahu. Aku tidak tertarik, tidak bahkan untuk 1%.”

Seanne menghela napasnya, “Kau aneh.”

“Tidak masalah, 'kan, bagimu jika memiliki saudara kembar yang aneh?” Helio bertanya dengan nada jahilnya.

Seanne merotasi matanya, “Melihat kau yang menggodaku dengan jahil begini, kupikir dokter itu salah. Kau tidak sakit!”

Helio terkekeh, “Aku sakit, Sea.”

“Terserah saja.” Seanne mengibaskan tangannya di udara. “Kalau begitu, aku ingin keluar, mengambil jatah cookies.”

Tepat ketika Seanne hendak beranjak, tangan Helio lebih dulu mencekal pergelangan tangannya. “Sea ....”

“Apa?”

“Bawakan aku juga, pie susu.” cicitnya pelan.

✦ㅤ✦ㅤ✦

“Apa ... yang baru saja ayah katakan?” dengan mata yang mengerjap itu, Seanne bertanya. Bukan, bukannya ia tak mendengar apa yang baru saja Count Fenheir sampaikan padanya. Hanya saja Seanne ingin memastikan jika ia tak salah mendengar ucapan ayahnya tadi.

Count Fenheir menghela napas. Meski begitu, ia tetap mengulangi ucapannya. “Datang lah besok ke pesta ulang tahun Pangeran Zekiel, gantikan Helio.”

Seanne menatap sang ayah tak mengerti. Ia ingat, dua minggu lalu kediaman Fenheir menerima undangan pesta ulang tahun dari pangeran pertama Sternhill. Namun, undangan itu hanya satu dan ditujukan untuk Helio seorang karena nyatanya pesta itu untuk dihadiri para anak laki-laki bangsawan. Dia tak bisa datang ke sana semaunya. Tidak dengan rambut silver menjuntai panjang sepunggung dan gaun pesta yang akan membalut tubuhnya, jelas ia akan menjadi orang aneh!

“Kubilang, gantikan Helio.” Count menekan kata-katanya, menatap serius putrinya yang masih tak menangkap maksud dirinya.

“Apa maksud ayah?” tanya Seanne, sama sekali tidak dapat menangkap maksud ayahnya. Apa ayahnya benar-benar ia menjadi olok-olokkan di pesta? Lagi pula, ini belum saatnya ia melakukan debutante!

“Potong lah rambutmu sependek rambut Helio, dan kenakan pakaiannya untuk datang ke pesta sang Pangeran.”

Tidak, tapi ... Seanne rasa telinganya memang bermasalah. Atau, otak ayahnya yang bermasalah?

✦ㅤ✦ㅤ✦

Gadis kecil itu menatap datar pantulan bayangan dirinya di cermin. Manik ungunya yang terang namun kelam secara bersamaan itu menyaksikan bagaimana helai demi helai rambutnya dipangkas. Rambut silver yang berkilauan yang menjadi ciri khasnya itu ... tak lagi menyentuh punggungnya.

Seanne sedikit bergidik ketika merasakan angin berembus langsung menerpa kulit lehernya. Geli. Itu adalah perasaan asing yang baru baginya.

Matanya terus memindai cermin. Lama-lama, tak lagi ia lihat dirinya di sana. Meski itu adalah pantulan bayangannya, Seanne sekarang justru seperti melihat saudara kembarnya──Helio, duduk di hadapannya dengan mata tajam yang belum pernah ia lihat sama sekali.

“Kami memang semirip itu, ya ....” gumamnya pelan.

“Benar, Lady.” sang pemangkas rambut itu menyahut, “Sekarang saya seperti sedang melihat Tuan Helio.”

Seanne tersenyum tipis, “Yah, kau melakukan pekerjaanmu dengan baik.” tanggapnya. “Sudah selesai?”

Sentuhan terakhir dari pemangkas rambut itu, merapikan anak rambut Seanne di dekat telinganya yang agak mencuat. Setelah itu, ia meletakkan semua alat pangkasnya dan turut menatap pantulan Seanne di cermin. “Sudah, Lady.”

Seanne merasa miris. Lady mana yang memangkas rambutnya seperti anak laki-laki begini? Bahkan jika ia pergi ke pergaulan kelas atas, pasti ia akan diolok-olok dan dicap sebagai seorang lady yang aneh.

Seusai itu, Seanne beranjak. Tujuannya adalah kamar Helio. Saudara kembarnya itu pasti akan sangat terkejut melihat penampilannya sekarang. Tidak, bahkan Seanne khawatir keadaan Helio akan memburuk saking terkejutnya.

“Lio ...? Ini aku,” ucap Seanne sejurus setelah ia mengetuk tiga kali pintu kamar Helio.

“Uhh ... ya, masuk lah.” suara yang lemah namun dipaksa agar terdengar keras itu menyahut. Maka, Seanne langsung membuka pintu kamar Helio dan menyelinapkan tubuhnya masuk.

Helio memejamkan matanya dengan lengan kanan yang singgah menutupi kedua matanya yang terpejam.

“Mau kututup gordennya?” tawar Seanne, berpikir Helio merasa terlalu silau dengan cahaya matahari yang masuk ke dalam kamarnya.

“Tidak usa── ASTAGA, SEANNE?!”

Seanne berjengit kecil ketika Helio tiba-tiba memekik histeris. Namun, tatapan dan raut wajahnya kembali datar, sadar akan apa yang menyebabkan Helio bereaksi demikian.

“Tenang lah,” ucap Seanne pelan. Ia duduk di tepi ranjang Helio yang kini bahkan sudah mendudukkan dirinya. Seanne membantu Helio bersandar di kepala ranjang dengan nyaman. Kemudian, ia menjelaskan, “Ayah ingin aku menggantikan dirimu pergi ke pesta Pangeran.”

“APA??”

Seanne memejamkan matanya kuat, telinganya sedikit berdengung mendengar pekikkan keras Helio. Meskipun suaranya serak, tetap saja melengking. “Helio, jangan berteriak atau tenggorokanmu akan semakin sakit nanti.”

“Tetap saja, Sea! Kenapa? Demi Tuhan!” Helio menukas segera.

“Ayah pikir ... ini kesempatan bagus untuk membangun relasi? Aku akan berusaha sebaik mungkin agar kau dapat──”

“SEA!” Helio menyentak, “Bukan itu. Rambutmu ...,”

Ah .... Seanne menyentuh rambut silvernya yang telah dipangkas pendek dan rapi itu sesaat. “Nanti juga akan panjang kembali. Bukan masalah besar.”

Mata Helio nampak berkaca-kaca entah kenapa. Seanne hanya memandanginya hingga tangannya bergerak untuk menggenggam tangan saudara kembarnya itu ... suhunya tinggi. “Cepat lah sembuh. Aku melakukan ini bukan demi Ayah, bukan juga demi dirimu, aku ingin bermain bola dengan anak-anak yang lebih hebat darimu, kau tahu?”

Sebuah kekehan geli tak disangka lolos dari belah bibir Helio yang kering dan agak memucat itu. “Kau selalu seperti itu.” Seanne mengendikkan bahunya acuh tak acuh.

“Tapi, apa kau pikir bisa menipu semua orang dengan menjadi aku?” Helio bertanya serius. Mengabaikan suaranya yang semakin serak, tenggorokannya terlalu bekerja keras.

Sebelum menjawabnya, Seanne mengambilkan segelas air dan menyodorkannya pada Helio. Saudara kembarnya itu tadi memekik keras dan sekarang banyak bicara, padahal ia sedang radang tenggorokan. “Tidak mudah meniru perilakumu yang agak konyol. Tapi, aku akan berusaha.” jawab Seanne akhirnya.

“Bagaimana dengan suaraku?” Helio kembali bertanya. Meski Seanne seringkali berbicara dengan nada ketus, tidak lemah lembut seperti lady pada umumnya, tetap saja suaranya itu ... lebih manis dari suara Helio.

Seanne berdehem beberapa kali, “Saya, Helio Fenheir.” ucapnya dengan nada bicara yang lebih diberatkan, membuat Helio tertegun.

“Wah ... aku merinding sekali. Seperti ketika di hadapan cermin dan tiba-tiba bayangan kita berbicara.” celetuk Helio takjub.

Seanne merotasi matanya, “bodoh,”

“Hey!!”

.

.

/ To be Continue /

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status