Altheo tersenyum segaris saat ia mendapati sebuah surat yang datang kepadanya hanya satu saja. Tanpa membukanya pun ia sudah tahu, surat balasan siapa dari antara dua orang yang ia kirimi surat beberapa hari lalu.Maka, ia hanya menerimanya, lalu meletakkan surat itu begitu saja di meja. Tak berminat untuk membuka dan membacanya.✦ㅤ✦ㅤ✦“Maaf. Apa aku mengganggumu?” Duchess Wilonia yang baru saja masuk ke dalam ruang kerja suaminya itu tercengir kecil, nampak cerah sekali, sepertinya ia tengah membendung kesenangan.Duke Hardef tanpa ragu menutup buku catatan keuangan yang sedang diperiksanya itu dan bangkit dari duduknya. Langkahnya membawa ia pada Duchess, tangannya melingkar pada pinggang kecil itu. “Tidak. Tapi, ada apa, Nia? Kau sedang senang?”Semakin lebar lah senyuman Duchess Wilonia. Hardef Loeyzen tak akan berbohong atau menyangkal bahwa senyuman manis itu adalah candu untuknya dari waktu ke waktu. “Aku dengar surat balasan telah dikirimkan dari Keluarga Fenheir.”Duke Hardef
Seanne memberikan gigitan terakhirnya pada sebuah manisan berwarna merah muda yang kini menjadi salah satu makanan yang ia sukai. Kemudian ia membersihkan sudut-sudut bibirnya, takut menyisakan remah makanan-makanan yang ia makan.Beberapa anak-anak yang lebih kecil dari mereka berlarian di sekitarnya, membuat Seanne terkejut. Helio dengan sigap menahan tangan kembarannya itu, takut bila Seanne terjatuh.“Hei! Kemari~ jangan kabur kau!”“Ayo kejar aku jika kau mampu~”“Dasar kau! Hahahaha.”“AKH JANGAN MENARIK HIASAN RAMBUTKU!”Mereka saling berkejaran dengan senyum yang lebar. Kemudian, suara omelan para ibu mulai terdengar meneriaki anak-anak mereka agar kembali dan tak pergi terlalu jauh.Seanne mendongak, menatap langit yang semakin menjingga, lalu beralih pada Helio di sisinya yang baru saja menghabiskan kue lembah persik yang dibelinya. “Lio, ayo kita pulang, hari kian sore.”Helio menoleh, lalu matanya menyorot tak rela. “Ya ... baiklah.”Setelah menghabiskan berjam-jam waktu un
‘Ini ... dimana?’Gelap. Seluruh yang bisa ia lihat hanyalah kegelapan yang hampa. Sama sekali tak ada penerangan meski ia mencoba untuk menengok kesana dan kemari.“UHUK!!”“Akhh, sakit! Sakit sekali, tenggorokanku sangat sakit seperti terbakar.”“Ha ... menyesakkan.”“Pengkhianat!”“Cinta yang besar, dukungan, bahkan nyawa seseorang. Segalanya telah kuberikan.”“Tetapi kau membunuhku, sialan!”“Benci. Aku membencimu!”“Oh, Dewa Yang Agung, tolong biarkan aku membalaskan dendamku pada dia yang telah berkhianat padaku.Suara-suara yang familier itu terdengar lagi dan lagi. Terdengar menyakitkan namun juga penuh amarah.Ah, Altheo akhirnya mengingat siapa pemilik suara itu.Seanne De Fenheir.✦ㅤ✦ㅤ✦“Selamat pagi, Tuan Muda. Apa tidur Anda semalam nyenyak?”Altheo mengerjapkan matanya perlahan, membiasakan matanya yang telah terpejam berjam-jam dengan cahaya.Ia melihat seorang pelayan yang membuka gorden, membiarkan lebih banyak cahaya matahari memasuki kamar dan meneranginya. Pelayan i
Keluarga Loeyzen. Keluarga bangsawan di teritori Kerajaan Sternhill yang berperan besar atas kejayaan dan kemakmuran kerajaan saat ini, sehingga Kerajaan Sternhill dapat menjadi sebuah kerajaan yang hebat seperti sekarang. Mereka mengabdi kepada kerajaan dalam waktu yang lama dan berperan aktif dalam perang melawan aksi pemberontakan.Atas jasa besar keluarga itu, mereka pun dianugrahi gelar Duke, dengan wilayah kekuasaan atau dukedom yang ‘besar’ dan luas.Naga Api Biru dan Pedang Dewa adalah lambang dari Keluarga Loeyzen, memperjelas kekuasaan mereka di bidang pelayaran dan sebagai pewaris ahli pedang turun-temurun.Sudah lima tahun sejak Duke Loeyzen sebelumnya telah mewarisi posisinya kepada putra tunggalnya yang langsung ditunjuk karena kekompetenannya.Dan kini, Duke Loeyzen yang memanggul beban nama keluarga yang berkuasa itu ... tak lebih seperti orang bodoh yang sedang kepayahan meregang nyawanya.?!Suara tawa yang sarat akan nada ejekan itu menguar, beradu dengan suara peti
{ ALTHEO P.O.V. }Aku merasakannya dengan jelas.Bagaimana racun itu membunuhku perlahan. Rasa sakitnya yang membuat tubuhku gemetaran, tenggorokanku yang terasa panas seperti terbakar, jantungku yang seolah diremat kuat-kuat.Seperti terkoyak.Setiap detiknya, racun itu menenggelamkanku ke dalam rasa sakit yang berujung kematian.Ya, aku yakin bahwa kematian lah yang akan datang padaku setelah mataku terpejam dan rasa sakit itu berangsur menghilang bersamaan dengan nadi yang tak lagi berdenyut, jantung yang tak lagi berdetak, dan napas yang tak lagi berembus.Aku ... telah mati.“Selamat pagi, Tuan Muda. Mari, saya akan membantu Anda bersiap hari ini.”?!Seketika, aku langsung bangkit dari ranjang dan berlari ke arah cermin.Jari-jemari yang mungil, lengan yang kurus, tubuh yang pendek dan wajah ... manis?! Mataku membulat, menatap pantulan diriku tak percaya. Oh, Tuhan, apa-apaan ini?Tidak. Tidak mungkin, 'kan?“Astaga, Tuan Muda, ada apa?” pelayan wanita itu terlonjak kaget denga
“Ya ampun ... suhu tubuh Anda sama sekali tidak turun, malah panas Anda sepertinya semakin tinggi.” sosok yang berpakaian rapi dengan jas putih melekat pada tubuhnya itu berucap cemas. “Jika seperti ini, Tuan Helio lebih baik beristirahat penuh.”Pernyataan dari sang dokter membuat mereka yang mengisi ruang kamar putra Count Fenheir itu turut merasa khawatir. Terlebih Count Feinher sendiri, dan juga saudari kembar Helio──Seanne.“Tuan Count, bisa kah saya berbicara dengan Anda?” tanya sang dokter.Lantas, Count Feinher menanggapi, “Dokter, kita bicara di ruangan saya saja.” ia memerlukan penjelasan rinci mengenai kondisi putra semata wayangnya itu.Setelah itu, Count Fenheir keluar dari ruang kamar putranya diikuti dengan dokter dan juga perawat-asistennya menuju ruangan Count Feinher untuk berbicara di sana.Sepeninggal para orang dewasa itu, sosok gadis kecil melangkah mendekati tepi ranjang. Manik ungunya mengerjap sendu, sementara jari-jemari pada tangannya bergerak di permukaan wa
“Saya, Altheo Loeyzen mengucapkan selamat ulang tahun untuk Pangeran.” Altheo menyentuh dadanya seraya membungkukkan tubuhnya, memberi hormat pada sang tuan acara.Bukannya suara tegas maupun kaku yang membalas, justru kikikan kecil menyapa indra pendengarannya. “Kau kaku sekali, Theo.”Altheo menegakkan kembali tubuhnya, menatap lurus lawan bicaranya. Ingatannya masih cukup baik tentang sosok yang berdiri dengan balutan pakaian khas keluarga kerajaan. Ialah bintang hari ini, Zekiel De Sternhill. Seorang putra dari Raja Daveed dengan Ratu Roxy membuatnya otomatis memegang posisi sebagai Pangeran yang paling dekat dengan tahta.“Aku terus memikirkannya. Kira-kira, apa yang sepupuku ini hadiahkan untuk ulang tahunku yang ke-12 ini, ya?” Zekiel tersenyum tipis, “Tapi, melihatmu datang saja ... wah, aku merasa bangga.”Sejenak, Altheo memejamkan matanya, belum sepenuhnya terbiasa dengan keadaan yang mundur ke masa lampau ini ... seperti menonton sebuah pertunjukkan drama dua kali.“Saya ti
Karena ajakan sang Pangeran untuk bermain sepak bola, di sini lah semua anak bangsawan yang menjadi tamu di pesta ulang tahunnya sekarang, sebuah tanah lapang yang amat luas di belakang hall pesta tadi.Beruntung, cuaca hari ini sangat baik, matahari bersembunyi malu-malu di balik awan dan angin sepoi-sepoi berembus.Setelah diperhitungkan, tim pun dibagi menjadi tiga. Tim pertama diketuai Seanne (yang mereka tahu adalah Helio), dan akan melawan tim kedua yang diketuai oleh Altheo. Tim yang menang akan lanjut melawan tim ketiga yang tentu saja diketuai oleh Zekiel.Seanne dan Altheo maju dan saling berhadapan. Di tengah-tengah keduanya ada seorang pengawal yang akan melempar koin untuk menentukan penguasa bola pertama.“Angka.” jawab Seanne ketika pengawal itu bertanya sisi koin mana yang ia pilih. Maka, secara otomatis Altheo adalah kebalikannya.Koin dilempar kemudian ditangkap dengan cepat. Pengawal itu membuka telapak tangannya, sehingga Seanne dan Altheo dapat melihat ... itu ang