KEJUTAN UNTUK SUAMIKU
"Apa, Dok? Saya hamil?" tanyaku setengah berteriak karena tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh wanita berbaju putih itu.
"Iya, dan usia kandungan Mbak Ulfa sudah enam Minggu." Wanita berkaca mata itu tersenyum.
Aku masih belum sepenuhnya percaya kalau dalam rahimku ada sebuah kehidupan. Untuk meyakinkanku, sang dokter memintaku untuk melakukan tindakan USG.
Bukan tanpa alasan jika aku tidak begitu percaya saat dinyatakan positive hamil. Enam tahun yang lalu dokter menyatakan aku akan sulit punya keturunan.
Di dalam rahimku bersarang kista atau sejenis tumor jinak. Dokter sudah menyarankan untuk mengambil kista beserta rahimnya, tetapi aku tidak mau karena aku masih berharap ingin punya anak agar bisa menjadi seorang wanita seutuhnya--wanita sempurna.
Tumor itulah yang menyebabkan kemungkinan aku bisa hamil hanya beberapa persen saja, tetapi kata dokter tetap masih ada harapan meskipun tipis.
"Sayang, apa nggak sebaiknya kamu melakukan operasi saja?" ucap Mas Rey waktu itu.
"Enggak, Mas. Aku masih ingin punya anak karena aku percaya keajaiban itu ada." Aku tersenyum.
Aku semakin yakin untuk tidak mengangkat penyakit ini dari rahimku karena ada salah seorang temanku yang bisa hamil meski punya kista dan kista itu bisa keluar bersamaan dengan bayi yang ia lahirkan. Semoga aku juga bisa seperti dia, punya anak sekaligus mengeluarkan penyakit ini.
Mas Rey tidak pernah mempermasalahkan aku yang tidak punya anak. Ia tetap mencintaiku sepenuh hati. Perlakuannya tidak pernah berubah sejak menikah hingga pernikahan kami yang sudah menginjak usia ke enam ini.
"Mas, kamu yakin akan tetap mencintaiku meskipun aku belum mempunyai anak hingga saat ini?"
"Iya, coba kamu lihat mataku, adakah kedustaan di sana?" Mas Rey menatapku lekat.
Aku bersyukur mempunyai suami seperti Mas Rey yang tidak pernah menuntutku untuk punya anak.
Aku pernah memintanya untuk menceraikan aku dan menikah lagi dengan wanita yang mampu memberikan keturunan, tetapi ia tidak mau.
"Aku tidak akan menceraikan kamu, Sayang. Bagiku menikah itu cukup hanya sekali. Masalah keturunan itu adalah hak Allah. Aku tidak akan meninggalkan kamu apapun yang terjadi." Mas Rey mengusap pucuk kepalaku.
Aku menunduk. Mataku memanas dan sesaat kemudian bulir bening ini luruh membasahi pipi. Ini adalah tangis kebahagiaan.
"Yakin kamu tidak akan meninggalkan aku, Mas, meskipun aku adalah wanita yang tidak sempurna?" Aku mendongak dan menatap lekaki bermata teduh itu.
"Iya, Sayang. Untuk membuktikan ucapanku aku akan memberikan semua yang kumiliki menjadi milikmu. Besok aku ajak kamu untuk menemui pengacaraku untuk mengurus balik nama semua aset menjadi atas nama kamu."
"Enggak perlu seperti itu, Mas."
"Tidak, Sayang. Aku akan tetap memberikan semua aset menjadi milikmu tanpa kecuali, rumah, mobil, serta toko yang kita miliki bersama agar kamu yakin kalau aku benar-benar serius dengan ucapanku."
"Ini, Bu. Jabang bayinya. Masih belum begitu jelas karena masih kecil. Nanti akan semakin jelas seiring dengan bertambahnya usia kehamilan Ibu," sang dokter membuyarkan lamunanku tentang Mas Rey yang tidak bisa mengantarku periksa kali ini.
Saat ini aku tengah menjalani program kehamilan dan setiap bulan Mas Rey selalu mengantar. Syukurlah suamiku itu tidak pernah bosan meski entah sudah berapa biaya yang ia keluarkan dan waktu yang ia butuhkan untuk menemaniku periksa ini.
"Masya Allah, Allahu Akbar." Bulir bening ini menetes tiada henti melihat kenyataan yang ada di depan mata ini. Usaha memang tidak pernah mengkhianati hasil.
Aku sudah tidak sabar untuk memberitahukan kabar gembira ini pada suami dan juga ibu yang sudah lama menantikan malaikat kecil ini.Senyum mengembang di bibirku tatkala membayangkan betapa bahagianya Mas Rey dan ibu mengetahui hal ini.
Aku tidak pulang ke rumah karena katanya Mas Rey pulang malam, bahkan kemungkinan akan menginap, tetapi aku sudah tidak sabar untuk memberitahukan kabar gembira ini.
Aku menuju rumah ibu mertua. Wanita yang sudah melahirkan suamiku itu juga harus segera tahu perihal berita bahagia ini.
Aku kecewa saat sampai di rumah ibu ternyata sepi. Ke mana mereka? Padahal aku sudah membayangkan akan mendapat sambutan luar biasa dari mertuaku itu.
Kukeluarkan ponsel dan menghidupkan GPS untuk mengetahui keberadaan Mas Rey. Dahiku mengernyit saat GPS di ponselku menunjukkan Mas Rey sedang berada di suatu tempat yang tidak jauh dari rumah mertuaku ini. Kuikuti arah GPS hingga sampailah di sebuah rumah yang sedang mengadakan acara pesta yang sudah dipastikan itu adalah pesta pernikahan, tampak dari janur kuning yang melengkung di depan tenda.
"Siapa yang sedang menikah?" Gumamku.
"Kalau teman atau kerabat Mas Rey biasanya aku selalu diajak ikut serta, tumben sekarang tidak?" Aku terus berbicara pada diri sendiri sambil sesekali menggelengkan kepala. Pikiranku mulai tidak karuan.
Aku turun dari mobil dan mendekat ke acara itu. Entah kenapa aku sangat penasaran tentang siapa yang sedang menikah sehingga aku tidak diajak. Mataku terbelalak saat melihat seorang lelaki yang aku cintai sudah duduk di pelaminan dengan seorang wanita. Ia menggenggam erat pengantin wanita yang duduk di sampingnya. Aku ingin memberinya kejutan malah aku yang dikejutkan dengan kenyataan yang tidak kubayangkan sebelumnya.
"Mas Rey, benarkah itu, kamu, Mas?" Aku mencubit pipiku berulang-ulang, berharap ini hanya mimpi.
Aku hendak maju ke pelaminan dan ingin melabraknya sekarang juga, tetapi kuurungkan. Menurutku, tindakan itu dapat mempermalukan diriku sendiri juga. Apalagi mereka sudah menikah kalau pun kulabrak tidak menjamin Mas Rey akan kembali padaku.
Aku memilih berbalik dan segera pulang setelah mengambil gambar Mas Rey yang sedang tersenyum lebar di pelaminan.
Aku segera mengambil koper dan memasukkan semua pakaian Mas Rey kemudian meletakkan di luar. Jika kamu bisa memberiku kejutan, aku juga bisa memberimu kejutan, Mas. Aku memang mencintaimu, Mas, tetapi aku hanya wanita biasa yang tidak akan mau diduakan.
"Aku tunggu kepulanganmu di rumah ini, Mas." Aku kembali tersenyum kala membayangkan kenyataan yang sangat menyakitkan ini.
Setelah ini aku akan minta pisah dan kamu harus pergi dari sini karena rumah ini sudah menjadi milikku. Sekarang aku hanya tinggal menunggu reaksi Mas Rey saat mengetahui kopernya sudah berada di luar.
KEJUTAN UNTUK SUAMIKU 2 Usai menaruh koper berisi pakaian Mas Rey di luar, aku masuk dan berdiri di belakang pintu. Tubuhku lemas hingga jatuh merosot. Tanpa sadar wajahku sudah basah oleh air mata. Aku menangis, tidak kusangka kata-kata manis yang keluar dari mulut suamiku waktu itu hanya palsu. "Sayang, apapun yang terjadi aku tidak akan pernah meninggalkanmu," ucap Mas Rey waktu itu. "Aku tidak pernah mempermasalahkan kamu yang tidak punya anak." Mas Rey mengusap pundakku dengan lembut kemudian tangannya terulur dan mengusap air mataku. Aku adalah wanita paling beruntung di dunia, punya kekurangan, tetapi dipertemukan dengan lelaki berhati malaikat seperti Mas Rey yang mungkin hanya ada seribu banding satu di dunia ini. "Bersabarlah, jika Allah berkehendak, kita pasti akan memiliki keturunan." Mas Rey tersenyum untuk menghibur hatiku yang gundah. "Sekarang kita fokus saja untuk menyembuhkan penyakitmu dulu, setelah it
KEJUTAN UNTUK SUAMIKU 3 "Apa maksudmu bilang mau pisah sama aku? Katakan apa salahku?" Mas Rey berlutut di kakiku. Hampir saja aku meneteskan air mata melihat lelaki yang selama ini kucintai dan kubanggakan tega berbuat seperti itu. "Ya Allah, Mas, masih saja bilang apa salahmu? Sudah jelas kamu mengkhianatiku dengan menikah diam-diam masih saja mempertanyakan di mana salahmu. Astagfirullah." Aku mengurut dada perlahan. Kupandangi Mas Rey yang masih bersimpuh di kakiku dengan air mata yang terus membasahi pipinya. Tangan yang hendak terulur untuk menyekanya, kuurungkan lagi. "Itu bukan aku, Sayang. Mungkin saja hanya wajahnya yang mirip." Mas Rey tetap bersikukuh tidak mau mengakui foto yang ada di ponselku. "Ya Allah, Mas. Tidak ada orang yang benar-benar mirip seratus persen. Orang kembar saja masih ada perbedaaannya. Apa lagi jelas-jelas ini nama kamu." Aku menunjuk foto sebuah karangan bunga yang bertuliskan Re
KEJUTAN UNTUK SUAMIKU 4 "Aku tidak percaya kalau kamu hamil, Dek. Sudahlah jangan terlalu berharap berlebihan agar tidak kecewa. Lebih baik kamu menerima Anisa sebagai madu dan berharap agar ia segera punya anak dan kamu bisa menjadi ibunya juga." Mas Rey kembali meraih tanganku. "Tidak, Mas. Aku tetap mau minta pisah dari kamu meskipun aku harus membesarkan anak ini seorang diri." "Ulfa hentikan khayalanmu yang terlalu tinggi itu. Aku khawatir kamu kenapa-napa jika terus berharap bisa hamil padahal tidak. Seandainya kemarin aku izin dulu sama kamu sebelum menikahi Anisa pasti tidak akan seperti ini kejadiannya." Mas Rey menunduk. "Aku tidak peduli kamu mau percaya atau tidak dengan kehamilanku ini. Yang pasti aku akan tetap minta pisah," ucapku tegas. "Kamu yakin mau pisah sama aku? Memangnya ada yang masih dengan wanita mand*l sepertimu?" tanya Mas Rey. Kata-kata itu seperti busur panah menghujam jantungku, menyakitkan.&
KEJUTAN UNTUK SUAMIKU 5 "Silahkan Mama pergi dari sini bersama anak dan menantu baru ini. Aku ikhlas, Ma," ucapku sambil menahan air mata. "Wanita licik kamu, Ul. Bisa-bisanya kamu membuang suamimu sendiri setelah mendapatkan hartanya," ucap mama. Muka mama merah padam. Tangannya menunjuk mukaku, tetapi dengan cepat aku menurunkannya. "Mas Rey sendiri yang sudah memberinya tanpa kuminta. Namanya juga diberi, pasti kuterima. Rezeki nomplok tidak boleh ditolak," ucapku dengan tangan bersedekap. "Maksudnya kita tidak bisa tinggal di rumah mewah ini?" tanya wanita yang katanya akan dijadikan maduku itu kebingungan. Aku memutar bola mata melihat wanita yang ingin menjadi maduku itu. Cantik-cantik, kok, mau dimadu. "Iya, tetapi tidak masalah, Sayang. Kalian berdua bisa tinggal di rumah Mama untuk sementara waktu." Mama merangkul pundak menantu barunya itu. Aku mencelos. Sungguh pemandangan yang menyesakkan dada
KEJUTAN UNTUK SUAMIKU 6Anisa terus memohon agar aku mau mengizinkannya tinggal di rumah ini, tetapi keputusanku sudah bulat tidak anak pernah mengizinkannya, sekarang, besok, dan selamanya."Ayolah, Ul. Biarkan Anisa tinggal di sini. Kamu bisa tinggal di atas dan Anisa di bawah," rengek mama mertua."Enggak bisa, Ma." Aku berkata dengan tangan bersedekap. Bagiku, sekali tidak tetap tidak."Ya udahlah, kalau memang Ulfa tidak mau mengizinkan Anisa untuk tinggal di sini sebagai madu, aku saja yang tinggal di sini bersamanya. Bagaimanapun juga aku ini masih suami sah karena aku belum mengucapkan talak dan tidak akan pernah mengucapkannya," ucap Mas Rey percaya diri."Maksudnya apa? Kamu bilang mau tinggal di sini bersama perempuan jelek ini dan menyuruhku pergi bersama Mama?" tanya Anisa dengan nada tinggi dan menunjuk mukaku.Belum apa-apa saja dia sudah berani menunjuk mukaku dan sok cantik begini. Jelas
KEJUTAN UNTUK SUAMIKU 7PoV Rey"Apa?" Aku menoleh saat Ulfa memanggilku kembali. Aku pikir ia berubah pikiran, ternyata ia hanya mau meminta mobil yang biasa kukendarai.Tepuk jidat, memang bukan hanya rumah dan toko yang sudah balik nama atas nama dia, bahkan mobil juga. Kalau sudah begini, aku tidak bisa berkutik lagi.Aku merogoh kunci mobil di celana. Ulfa benar, mobil yang selama ini kukendarai ini juga atas namanya.Aku dulu memang sangat mencintai wanita di depanku ini. Bahkan aku rela melakukan apa saja asalkan dia bahagia, termasuk memberikan semua aset yang kumiliki.Aku pikir kami akan bisa hidup bahagia selamanya. Karena itulah aku tidak berpikir ulang saat semua aset menjadi atas namanya.Ulfa tidak pernah memintaku untuk memberikan semua aset, tetapi ini atas inisiatifku sendiri. Semua ini kulakukan sebagai penghargaan karena ia rela meninggalkan keluarga yang menyayanginya demi aku.Awalnya, hubungan
KEJUTAN UNTUK SUAMIKU 8Suatu hari Ulfa jatuh sakit dan harus di rawat di rumah sakit. Untuk bisa menemaninya aku harus kucing-kucingan dengan ibunya. Saat ibunya tidak ada di sampingnya, Ulfa segera mengirim pesan padaku agar segera datang ke rumah sakit dan segera pulang saat ibunya datang.Ulfa dirawat selama satu minggu sehingga aku hafal kapan ibunya datang membesuk. Biasanya ia menjenguk Ulfa hanya di siang hari, itu pun hanya sebentar karena ayah Ulfa sakit sehingga tidak bisa ditinggal sendiri.Aku benar-benar memanfaatkan kesempatan ini, tiap pagi aku datang ke rumah sakit dan akan datang pada sore hari untuk menemaninya dan pulang lagi saat ibunya membesuk.Bukan hanya aku yang rajin membesuk Ulfa di rumah sakit. Mama dan semua anggota keluargaku juga tidak mau ketinggalan untuk menjenguk calon agggota keluarga kami.Tepat di hari ke lima Ulfa di rumah sakit dan diam-diam aku selalu menemaninya, entah kenapa hari itu ibunya da
KEJUTAN UNTUK SUAMIKU 9"Jadi, Ibu sudah merestui kami?" Mata Ulfa berbinar kala mendengar restu yang kami nantikan itu kami dapatkan juga."Iya, tetapi terpaksa. Ibu sudah capek berusaha memisahkan kalian yang ternyata seperti batu karang yang tak tergoyahkan. Dengar, ya, Ibu memang sudah merestui, tetapi tidak ikhlas lahir batin.""Kenapa begitu, Bu?""Ya, memang begitu. Intinya Ibu sudah merestui kalian, tetapi Ibu tidak akan bisa mendo'akan kalian akan bahagia dan pernikahanmu langgeng," ucap Bu Salma dengan bibir bergetar dan air mata berderai."Tidak masalah, Bu. Kami akan tetap menikah karena kami yakin akan hidup bahagia." Ulfa menggenggam erat tanganku."Kenapa kamu begitu yakin akan bahagia hidup bersamanya?""Kami kenal sudah lama dan saling mencintai. Kami sudah paham karakter masing-masing sehingga tidak ada alasan untuk tidak bahagia dan tidak langgeng seperti yang Ibu katakan."