Share

Part 7 Penyusup

Aruna menatap punggung tegap Alexei. Gadis itu kembali mendengus kasar. Dia tidak menyangka, mata laki-laki itu teramat jeli. Aruna tidak habis pikir, kamera sebesar kelereng berwarna hitam itu bisa dilihat Alexei dari jarak lebih dari 10 meter. Sedangkan ART dan tukang kebun yang setiap hari membersihkan taman tidak melihatnya.

Ayahnya benar. Insting laki-laki lebih peka daripada insting perempuan mengenai hal keselamatan. Aruna semakin penasaran dengan latar belakang Alexei Yevgeny. Apakah seseorang yang ditempa mental dan fisiknya menjadi bodyguard itu harus memiliki insting setajam itu?

Aruna memang sering berinteraksi dengan beberapa pengawal profesional. Pembawaan mereka kebanyakan selalu tenang, dingin, dan fokus. Seolah mata dan telinga mereka dilengkapi dengan sensor yang bisa menjangkau gerak-gerik mencurigakan dari jarak puluhan meter.

Aruna bergerak mendekat. Gadis itu berdiri di samping Alexei. Aruna mendongak menatap wajah Alexei sekilas, kemudian mengikuti arah pandangan mata laki-laki kayu itu.

"Apa yang kamu lihat?" tanya Aruna datar.

Alexei meliriknya setengah detik, kemudian kembali asyik dengan pemandangan di luar sana. Tidak ada jawaban, Aruna kembali menarik napas kasar.

"Apa orang Russia itu semuanya kaku sepertimu? Aku pernah punya teman dari Russia, tapi dia bilang mereka nggak seperti itu. Orang Russia akan ramah kalau sudah kenal. Tapi kenapa kamu tetap kaku?" tanya Aruna setengah mengejek. Alexei tidak menanggapi. "Em, kamu tahu? Miss Russia, Sandria Belnaya, itu teman aku!" lanjut Aruna bangga.

"Saya tidak kenal!" jawab Alexei datar.

Aruna berdecak kesal. Manusia kayu berhati batu ini memang tidak tahu informasi. Atau memang di Russia rumahnya di tengah hutan dan hanya tinggal dengan sekumpulan beruang?

Tanpa sadar, Aruna tertawa geli. Membayangkan kehidupan Alexei yang tinggal di tengah hutan ujung timur Russia. Ya, seperti itulah yang ada di benak Aruna mengenai laki-laki angkuh itu.

"Hm, berarti benar. Kamu itu paling tinggalnya di tengah hutan. Berarti tetangganya Masha and The Bear? Masa Miss Russia secantik itu, kamu nggak ken--"

"Apa orang Indonesia itu semua cerewet dan sok tahu sepertimu?" sergah Alexei sarkas. "Kamu itu selain ceroboh ternyata sangat cerewet, Nona Aruna!'' Nada suara Alexei berubah meninggi.

Aruna melengos. Dia menoleh sekilas pada Alexei yang saat itu juga tengah meliriknya. Tatapan mata laki-laki itu datar tanpa ekspresi.

"Masuklah, waktunya tidur," ucap Alexei melunak.

Aruna mengangguk pelan. "Okay, good night. Besok jam delapan pagi, kita siap-siap pergi!" beritahunya.

"I know! Good night!" sahut Alexei tanpa menoleh.

Aruna kembali mengangguk samar. Mulai hari ini, selama 24 jam dirinya akan terus bersama Alexei. Benar-benar situasi yang sangat menyiksa.

*

Alexei berdiri di tepi jendela kamarnya yang sudah gelap. Pandangan laki-laki itu tertuju pada pos security di bawah sana. Dua orang security tengah bermain catur.

Selanjutnya, Alexei mengalihkan pandangan ke sisi lain halaman rumah. Dari kamarnya di lantai dua, Alexei cukup leluasa menatap luasnya pekarangan rumah megah Bagaskara.

Laki-laki itu mengeryit ketika melihat siluet tubuh yang bergerak menuju ke car port. Waktu menunjukkan pukul 01.15 menit. Sangat aneh rasanya, malam-malam begini ada orang memasuki car port tanpa diketahui pihak keamanan.

"Cepat, waktunya rikone, Jo!" perintah salah satu security setelah memindahkan bidak catur yang tersisa satu biji.

Sementara itu, temannya masih sibuk berpikir. Beberapa saat kemudian, dia tertawa lirih. "Skak!" serunya bangga.

"Sialan, kalah maning inyonge, Jo," gerutu security itu kemudian bangkit.

Laki-laki itu bersiul-siul sembari memasuki kamar kecil yang berada di belakang pos security. Sedangkan satu temannya membereskan catur-catur yang berantakan di sekitar papan.

"Nah, beres. Besok berita infotainment akan membahas kematianmu, Nona Aruna. Dan aku akan mendapatkan duit banyak. Maaf, Nona," ucap seorang laki-laki sembari tersenyum puas melihat hasil kerjanya.

Laki-laki itu mengambil handphone dan memfoto hasil kerjanya. Dia tidak sabar menunggu sampai besok pagi. Aruna, Isma, Alexei, dan Pak Sopir akan berada di dalam mobil itu.

Mereka dipastikan tidak akan lolos dari maut, saat mobil itu membawa keempat orang tersebut ke Puncak Bogor. Masih dengan senyum puas, laki-laki tersebut memasukkan handphone ke saku celana.

Gleg!

Uhuk, uhuk!"

Laki-laki itu meringis merasakan pitingan kuat di lehernya. Dia terbatuk-batuk. Hidungnya mengendus. Aroma tubuh itu? Aroma maskulin milik bodyguard baru. Alexei Yevgeny.

"What are you doing here, ha?" desis Alexei tanpa melepaskan lengannya dari leher laki-laki itu.

Tidak ada jawaban. Entah tidak mengerti atau memang tidak ingin bicara. Laki-laki tersebut memegangi lengan Alexei. Penyusup itu bersusah payah menahan supaya Alexei tidak melepaskan penutup wajahnya.

"Arrgh, arrgh!"

Laki-laki itu hanya bisa mengerang lirih. Tenaga Alexei sangat kuat. Kedua matanya bergerak, menatap mata Alexei. Sementara Alexei melirik ke arah mobil Porsche Macan berwarna abu-abu itu. Dia tahu, laki-laki itu telah melakukan sesuatu pada mobil tersebut.

Tiba-tiba...

Sreet!

Alexei meringis ketika pahanya ditusuk gunting oleh laki-laki itu. Alexei menghentakkan kakinya yang terasa perih. Saat itu, pitingan Alexei juga sedikit mengendor. Laki-laki berhoodie hitam itu menggigit lengan Alexei sebelum berusaha melarikan diri.

"Shit!"

Alexei tidak tinggal diam. Dengan cepat, dia meluruskan sebelah kakinya, menghadang laki-laki berhoodie itu sehingga jatuh tersungkur. Alexei meraih bahu laki-laki tersebut. Tidak ingin aksinya diketahui seisi penghuni rumah, penyusup tersebut melemparkan tepung ke wajah Alexei.

Alexei kembali mengumpat. Rupanya, laki-laki penyusup itu telah mengantisipasi segala kemungkinan. Dia tidak ingin berurusan dengan orang-orang yang berusaha menggagalkan aksinya. Dia hanya punya satu tujuan, yaitu menyingkirkan Aruna secara halus.

Dari gerak-geriknya, Alexei bisa menduga laki-laki tersebut telah hafal seluk beluk rumah ini. Dia memasuki pekarangan rumah lewat pintu belakang yang terhubung dengan dapur. Hal itu terlihat dari ketenangannya saat memasuki garasi dan saat kabur dari Alexei. Bahkan penyusup itu tidak melakukan perlawanan pada Alexei karena dia tahu, bodyguard muda itu jago beladiri.

Alexei mengusap-usap wajahnya. Dia memang sengaja tidak mengejar penyusup tersebut. Alexei mengepalkan kedua telapak tangan geram sembari tersenyum miring.

"Mas Sinyo? Malam-malam begini, ngapain di sini?" tanya seorang security rumah.

Alexei mengeryitkan dahi tidak mengerti. Dia hanya menggeleng sekilas, tanpa menjawab apa pun, dia memasuki rumah.

"Sombong banget euy, ditanya diem saja, Mas Sinyo!"

"Heh, dia itu nggak bisa bahasa Indonesia. Seharusnya riko yang belajar bahasa Inggris!" sahut temannya sembari terkekeh.

Alexei menghentikan langkah tepat di anak tangga paling atas. Dia menatap tanpa ekspresi pada Aruna yang berdiri di depannya. Alexei hendak melewati Aruna, tapi gadis itu menahan lengannya.

Alexei menyingkirkan pelan lengan Aruna dan kembali menatap gadis itu. "Why?" tanyanya datar.

"What happen?" tanya Aruna sembari memindai penampilan Alexei.

Alexei menggeleng. Dia beranjak meninggalkan gadis itu menuju ke kamarnya. Namun, lagi-lagi Aruna menahan langkah laki-laki jangkung itu. Aruna merentangkan sebelah tangan di depan pintu kamar Alexei.

"Tidurlah Aruna. Bukankah besok kita pergi?" tanya laki-laki itu pelan.

"Kamu kenapa Alex? Kakimu berdarah dan wajahmu putih-putih? Kamu dari mana?" tanya Aruna beruntun.

"Kita bicarakan besok pagi. Sekarang tidurlah." Alexei kembali memerintah.

Aruna mengangguk. Bagaimanapun, Alexei adalah type laki-laki yang tidak bisa didebat. Membantah Alexei sama saja mencari keributan. Aruna melangkah ke kamarnya sendiri.

"Wait, Aruna. Wait!"

Kening Aruna mengernyit. Dia menatap heran pada Alexei yang langsung memasuki kamarnya tanpa meminta persetujuan lebih dahulu. Lagi-lagi, sikap Alexei seenaknya sendiri.

* * *

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status