Share

Part 8 Posesif

Alexei menyelonong masuk ke kamar Aruna tanpa permisi. Dia tidak memperdulikan tatapan protes dari si pemilik kamar. Alexei tampak mengecek semua jendela. Memastikan jendela telah tertutup rapat.

"Jangan lupa, setiap malam kunci jendela dan pintu kamarmu, Aruna. Kalau ada apa-apa, panggil saya!" ucapnya datar.

"Apa harus seperti ini, di dalam rumah juga?" tanya Aruna.

Alexei menatap gadis itu dengan tatapan kesal. Dia tidak menyukai orang yang terlalu banyak protes. Keselamatan Aruna bukan hanya sekadar tanggung jawab demi uang. Namun, juga tentang janjinya.

"Apa kamu tidak bisa bersikap waspada, Aruna?"

"Tapi kamu berlebihan, Alex. Ini rumahku. Aku mengenal setiap jengkal rumah ini beserta isinya. Kenapa kamu berlebihan begini?" protes Aruna dengan suara bergetar.

Alexei menarik napas panjang. Laki-laki itu mengusap kasar wajahnya, lalu menatap dalam manik hitam milik Aruna. Aruna mendongakkan dagu, menantang tatapan laki-laki itu.

"Tolong kerjasamanya, Nona Aruna. Menurut apa kata saya. Mungkin menurut Anda, apa yang saya lakukan berlebihan dan menyiksa Anda. Tapi ketahuilah, Nona. Keselamatan gadis-gadis seperti Anda adalah tanggung jawab kami. Tapi kami tidak bisa melindungi kalian, dua puluh empat jam. Jadi, tolong kerjasamanya," ucap Alexei dengan nada pelan.

Aruna tertegun. Kata-kata laki-laki itu begitu sarat permohonan. Aruna bisa melihat ada luka mendalam di manik kebiruan itu. Alexei memalingkan pandangan dari Aruna, lalu mengerjap berkali-kali.

Kedua mata Alexei berkabut. Aruna mengingatkan dirinya pada Alenadra. Sama-sama keras kepala dan suka protes, tetapi sangat ceroboh. Alexei benci hal itu.

"Alex..." panggil Aruna lirih.

Alexei meliriknya sekilas, kemudian kembali berpaling. "Selamat malam, Aruna!" ucapnya kemudian beranjak keluar kamar.

Aruna mematung menatap kepergian Alexei. Gadis itu kemudian bergerak ke pintu dan menutup pintu kayu itu. Dia juga menguncinya, sesuai arahan Alexei.

Di kamarnya...

Alexei meringis menahan perih ketika kapas beralkohol itu menyentuh luka kecil di pahanya. Beruntung, dia mengenakan celana jeans. Jadi, lukanya tidak terlalu dalam.

Alexei melemparkan celana jeans yang terkena noda darah itu ke keranjang pakaian kotor. Namun, beberapa detik kemudian dia kembali mengambil celana itu. Alexei mengambil sebuah benda dari saku celana jeans-nya.

*

Alexei tetap pada sikap tegasnya. Dia melarang sopir pribadi Aruna menggunakan mobil yang biasa digunakan. Meskipun diwarnai debat dan protes, Alexei tetap bergeming.

Dia membuka pintu mobil untuk Aruna yang masih memberengut. Di samping Aruna, Isma tidak kalah heran dengan sikap Alexei. Selama hampir satu tahun ini Aruna selalu menggunakan mobil itu untuk beraktivitas. Aman-aman saja.

Tetapi semenjak kedatangan Alexei, selalu saja ada larangan tidak masuk akal dari laki-laki itu. Seperti biasa, Pak Sopir memilih mengalah. Dia menebak, Alexei punya alasan kuat melakukan hal itu.

"Minta bengkel mengambil mobilmu, Aruna!" ucap Alexei dari depan tanpa menoleh.

Aruna langsung mendongak. "Mobilku baik-baik saja. Kemarin Pak Amir bawa pergi kan, Pak?" tanya Aruna pada Pak Amir yang fokus mengemudi.

Laki-laki paruh baya itu mengangguk membenarkan. Namun, kembali Alexei meminta hal yang sama. Hal tersebut tidak lagi bisa dibantah oleh Aruna.

Tatapan mata Alexei tertuju ke luar jendela kaca mobil. Jalanan yang mereka lewati memang berbelok dan naik turun. Alexei menjadi paham mengapa penyusup itu merusak rem mobil Aruna.

Alexei juga semakin yakin jika penyusup tersebut tahu betul jadwal Aruna. Laki-laki itu sedikit menoleh pada Isma yang duduk di jok belakang sopir.

"Isma, mulai sekarang, beritahu saya lebih awal semua schedule yang melibatkan Aruna!" pintanya tegas.

Isma menatap sebentar pada Aruna yang hanya mengangguk menyetujui. Selanjutnya, Alexei melirik Pak Sopir yang masih fokus mengemudi. Dalam perjalanan itu, Alexei juga bertanya beberapa hal pada Pak Sopir.

"Ya dolzhen nayti etogo cheloveka," (Aku harus menemukan orang itu) ucap Alexei dalam hati. Dia semakin yakin akan kecurigaannya.

*

Sebagai "bos" Aruna yang harus menuruti segala aturan anak buahnya. Gadis itu pasrah dan malas berdebat terus dengan Alexei. Karena dia tahu, apa yang dikatakan Alexei adalah bentuk perintah yang tidak terbantahkan.

Aruna pasrah menerima nasib yang mengharuskan bertemu dengan bodyguard kaku seperti itu. Kini dia sudah terbiasa dengan sikap Alexei yang posesif. Tidak hanya Aruna yang dibuat kesal. Para wartawan juga semakin sulit untuk mendekati sang artis.

"I'm just doing my job to protect her!" Begitu jawaban Alexei ketika manager Aruna menegurnya.

"Lagian kamu sih, Run. Kalau perlu bodyguard kenapa nggak bilang ke kita saja, sih? Pakai acara ambil dari agensi luar. Kayak di Indonesia nggak ada pengawal yang bagus. Tinggal pilih!" cibir Ery, manager Aruna.

"Itu bukan kemauan aku, Mas. Papa yang mengurus semua. Kayak nggak tahu sifat Papa saja," balas Aruna kesal.

Ery mengangguk mengerti. "Ya sudah. Selama Alex bersikap profesional, nggak apa-apa. Dia hanya niat melindungi kamu. Ya, meskipun aku lihatnya seperti melindungi pacar!" ledeknya jahil.

"Huuf, bisa mati konyol aku punya pacar seperti Alexei. Kaku dan seenaknya sendiri!"

Aruna melengos ketika bertemu pandang dengan orang yang tengah dibicarakan. Beberapa meter dari tempat duduknya, Alexei dengan sikap tak acuhnya tersenyum satu sudut.

Semakin sore, acara jumpa fans itu semakin ramai. Dengan sabar, Aruna melayani foto bersama. Selain Alexei, ada beberapa pihak keamanan yang siaga di situ.

"Mbak Runa, sekali lagi."

"Minta tanda tangan di sini, dong!"

Aruna cukup kewalahan menghadapi permintaan ratusan fans yang mengantri. Bahkan banyak yang berkerumun. Di sampingnya, Alexei sigap melindungi gadis itu dibantu pihak keamanan yang disediakan panitia.

Tidak semua fans mendapatkan tanda tangan atau bisa berfoto bersama. Alexei menahan napas dengan geram, ketika pandangan beberapa fans laki-laki justru tertuju pada tubuh molek Aruna. Saat itu, Aruna mengenakan blouse dengan kancing rendah di bagian dada.

Alexei menyingkirkan lengan seorang fans yang melewati dada Aruna. Rupanya, fans itu ingin memanfaatkan momen foto berdua.

Setelah acara selesai, tanpa ragu, Alexei melepas jasnya dan memakaikan ke tubuh Aruna. Hal itu jelas membuat Aruna kaget sekaligus menatapnya protes. Seperti biasa, Alexei memilih bersikap tak acuh.

"Kamu membuatku malu, Alex! Apa kamu mengira aku anak kecil yang kedinginan?" tanya Aruna sewot ketika sampai di rumah.

Gadis itu melemparkan tasnya begitu saja ke sofa. Aruna juga melempar jas milik Alexei. Alexei mengambil jas yang tersampir di lengan sofa. Isma segera mengambil tas milik Aruna dan membawanya ke kamar. Di ruang keluarga lantai atas itu, Aruna masih melanjutkan ocehannya.

Alexei menatap wajah yang cemberut itu. "Kamu terlalu sibuk menuruti keinginan mereka semua, Aruna. Tapi kamu tidak menyadari, berapa pasang mata dan tangan yang memanfaatkan momen itu?" tanyanya datar.

"Apa maksud kamu? Mereka hanya fans, Alex. Mereka nggak mungkin macam-macam!" sergah Aruna membela diri.

Gadis itu menatap pada Isma yang mengisyaratkan untuk pamit. Alexei dan Aruna sama-sama mengangguk samar.

"Sudah, Mbak. Nggak capek apa, berantem terus? Daaah, Mbak, bye-bye Alex!" ucap Isma sambil nyengir, lalu menuruni anak tangga.

Aruna mendengus. Sepeninggal Isma, Alexei juga beranjak ke kamarnya. Aruna tidak tinggal diam. Gadis itu mengekor di belakangnya sembari mengeluarkan kata-kata melampiaskan kekesalan.

Alexei membalikkan badan tepat di depan Aruna dan menatap tajam gadis itu. "Apa kamu senang bagian tubuh tertentu kamu dilihat mata-mata lapar dan disentuh tangan jahil, Aruna?" tanyanya sinis.

"Jaga bicaramu, Alexei!" sentak Aruna geram. "Jangan-jangan kamu yang cari kesempatan ingin megang-megang aku!" lanjutnya mencibir.

Alexei merasa tertantang. Laki-laki itu mendorong tubuh Aruna sehingga bersandar di dinding. Alexei meluruskan kedua lengan di kedua sisi tubuh Aruna. Tatapan mata laki-laki itu menghujam dalam ke wajah Aruna yang ketakutan.

"Al-Alex, what are you doing?" tanya Aruna lirih.

Alexei tersenyum miring dan semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Aruna. Napas hangat dengan aroma papermint itu menyapu wajah Aruna yang seketika berubah pucat.

Tanpa sadar, Aruna memejamkan mata antara takut dan pasrah.

* * *

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status