Keluarga Benalu S2.49
Nayma tercekat melihat siapa yang muncul di pintu kamarnya. Mama menyeringai dengan sinis, tatapannya buas seperti singa yang melihat mangsa yang tak berdaya. Nayma berpikir cepat. Dia menarik anak kunci, lalu menutupnya dari luar. Apapun yang terjadi, dia tak boleh mempertaruhkan keselamatan Aryan. Dicabutnya kunci itu, lalu dimasukkannya ke dalam saku celananya panjangnya yang berresleting.
"Mama mau apa?"
Nayma belum melihat ada orang lain di antara mereka. Lelaki itu diam bersembunyi, menunggu instruksi. Tapi tampaknya Mama masih ingin bermain main dulu.
"Kau pikir mau apa memangnya? Hemm… sayang sekali rumah sebagus ini harus kalian tinggali bertiga. Seandainya kau
Keluarga Benalu S2.50 Pagi buta itu, rumah mewah Nayma sang pemilik hotel bintang lima di Bandar Lampung bak dalam adegan film silence of the lamb. 3 mobil polisi, dua ambulans terparkir di sana, lengkap dengan suara sirinenya yang memecah keheningan di subuh yang dingin. Para tetangga yang penasaran berbondong bondong datang, lalu mengintip dari sela pagar. Tak banyak yang mereka dapat karena polisi membarikade rumah itu. Orang kaya memang kerap mendapat fasilitas privacy yang eksklusif. Markus dan Mama dibawa ke Rumah sakit dengan pengawalan ketat polisi. Mereka hanya pingsan saja meski kondisi Markus cukup mengkhawatirkan. Sementara Bik Sum yang ditemukan pingsan di sela rumpun tanaman samping, mulai siuman. Nayma memeluk wanita setengah baya yang sudah dianggap Ibunya sendiri itu. Tadi dia begitu cemas menyaksikan
Keluarga Benalu"Nay, coba kamu tandatangani ini dulu."Mas Ardan menyodorkan selembar kertas bermaterai begitu aku duduk di kursi makan sepulang kerja. Aku diam sejenak, meneguk air dalam gelas yg kupegang."Ayolah cepat." Desaknya."Ini kertas apa, Mas?" Tanyaku sambil meraih kertas itu, mulai membaca isinya. Seketika mataku terbelalak."Mas mau memindah namakan rumah ini atas nama Mas?""Iya. Kenapa? Ini kan rumah Mas juga."Aku mengusap wajah. Berusaha mencari kata - kata yang tepat agar lelaki di depanku ini tidak tersinggung. T
Keluarga Benalu 2Kupandangi ruang tamu yang kacau balau sepeninggal Mas Ardan dan keluarganya. Bungkus - bungkus cemilan, botol minuman, kulit kacang dan kuaci berserakan dimana - mana. Lalu 3 buah koper besar teronggok di sudut. Salah satunya terburai keluar menandakan isinya telah ditarik paksa. Aku mengelus dada. Bik Sum meraih sapu dan mulai membereskan semua kekacauan ini."Nyonya dan nona - nona itu, apakah akan tinggal di sini Bu?"Tanya Bik Sum. Aku mengerutkan kening."Panggil saja Bu Imas. Itu nama mertuaku Bik. Dan adik - adik Mas Ardan, Asti dan Ara. Tak perlu pakai Nona."Jelasku tak suka. Aku sungguh tak suka ada yang meninggikan diriny
Keluarga Benalu 3"Loh, itu suamimu kan Nay?"Aku menoleh, dan nyaris menyemburkan kopi yang baru saja kuteguk. Dari jendela lantai dua food court, dapat kulihat sosok yang sangat ku kenal, Mas Ardan bersama Mama dan adik - adiknya sedang memasukkan barang - barang ke bagasi mobil. Aku memalingkan wajah."Iya. Mama mertuaku baru datang kemarin sama adik - adiknya. Mas Ardan izin kerja untuk bawa Mama belanja." Terangku.Shandy mengangguk - angguk. Masih mengawasi parkiran dari tempat kami menikmati makan siang."Kalau yang itu siapa? Kok mesra banget sama suamimu?"Aku menol
Keluarga Benalu 4"Asti, Ara. Bangun!"Aku menggebrak gebrak meja keras. Kedua gadis itu bangun dengan gelagapan."Ada apa sih Mbak? Ngagetin aja." Sungut Ara. Direbahkannya kembali badannya di atas sofa. Sementara Asti duduk sambil menguap. Kutarik kembali tangan Ara, memaksanya duduk."Bereskan semua kekacauan yang kalian buat ini. Aku gak mau tahu sejam lagi semua harus bersih.""Astaga. Mbak kayak apaan aja. Kan ada Bik Sum. Apa gunanya punya pembokat kalo kerjaan rumah masih kita juga yang ngerjain." Cetus Asti tanpa sopan santun.Aku mendesis. Darahku rasanya mulai naik ke u
Keluarga Benalu 5Aku menikmati sarapan dalam diam. Segelas jus buah dan setangkup roti isi sudah cukup untukku. Di hadapanku, ada dua porsi sarapan yang sama, yang kutujukan untuk Mas Ardan dan Mama."Hanya ini sarapannya?" Mama tiba - tiba sudah ada di hadapanku.Aku mengangguk."Ya Ma. Silakan dimakan."Mama mendengus. Diamatinya roti di piring dengan raut kesal."Mama tidak suka roti. Dan kenapa cuma 2 porsi? Kamu tidak menyediakan sarapan untuk adik - adikmu? Mana Bik Sum? Dasar pembantu tidak tahu diri. Jam segini masih tidur. Bik Suuummm…!"
Keluarga Benalu 6Suara cekikikan dari lantai bawah membangunkanku. Aku melirik jam di atas nakas. Pukul 11 malam. Kelelahan telah membuatku tertidur tanpa sadar di kamar Aryan, memeluk bantal mcqueen kesayangannya. Mas Ardan pasti sudah pulang. Sejak Bik Sum pergi, dia meminta kunci cadangan agar tak perlu membangunkanku jika pulang malam.Perlahan aku keluar. Dari lantai atas dapat kulihat pemandangan di ruang keluarga. Ara yang tertidur di sofa. Entahlah kenapa anak itu suka sekali tidur di sofa padahal ada kamar yang sudah kusediakan. Lalu Asti yang tengah bermain gawai. Dan… Dania, yang tengah duduk tak jauh dari Mas Ardan. Mereka ngobrol sambil tertawa - tawa."Astaga. Anak gadis siapa tengah malam gini masih bertamu di rumah orang?"&n
Keluarga Benalu 7"Aku tidak ada hubungan apa - apa dengan Dania, Nay."Mas Ardan berusaha menenangkanku. Entah apa yang membuatnya melunak, tidak membentak dan membabi buta seperti biasanya. Mungkin dia memikirkan cicilan mobil yang dia pikir akan kubayar. Enak saja batinku. Biasanya jika Mas Ardan marah, aku harus merelakan beberapa barang di rumah hancur karena dia banting. Piring, gelas, vas bunga. Apa saja yang bisa dia raih."Ah, memangnya kenapa kalau kami dekat dengan Dania? Lagipula Dania itu pemurah. Tidak pelit. Dan dia juga sekarang sudah kaya." Desis Asti.Aku menatap semua yang duduk di meja makan. Sengaja ku kumpulkan mereka semua untuk pertama kalinya setelah 2 minggu nyaris membuat rumah