Sore itu Danu sengaja mengajak Radisha untuk makan setelah selesai membeli kebaya pengantin untuk dikenakan Radisha di hari pernikahannya. Ketika Radisha sadar kalau Danu berjalan bukan ke arah rumahnya, Radisha bertanya terhadap Danu.
"Mau ke mana ini?" tanyanya menatap pada Danu yang mengemudikan mobilnya. "Ini bukan arah ke Rumah, kita akan ke mana Danu?" Lanjut Radisha bertanya."Aku mau mengajak kamu ke salah satu tempat Favorit, kamu mau kan," ucap Danu di sela menyetir mobilnya."Ya, tentu saja aku mau!" Radisha menyetujui Danu yang akan membawanya ke tempat yang belum ia ketahui.Danu kembali fokus mengemudikan mobilnya, sementara Radisha hanya menatap hamparan luas jalanan ibukota sore itu. Lampu-lampu kota Jakarta mulai terlihat menyala, menghiasi indahnya kawasan kota Megapolitan itu.Perlahan senja mulai tenggelam, dan kegelapan malam mulai menyapa. Namun, saat Danu fokus berkemudi tiba-tiba saja sebuah mobil memepetnya.<"Dasar Perempuan gatal, saya tidak menyangka kau ini Perempuan rendahan. Padahal kurang apa Tifany sama kamu, dasar Asisten tidak tahu diri!" Hujatan demi hujatan terus berseliweran terdengar pengang ditelinganya. Radisha berusaha menutup telinga rapat-rapat. Sementara Danu masih berdebat dengan Stevani, dan tuan Candler."Danu sudah!" lerai Radisha menggenggam tangan Danu. "Sebaiknya kita pulang saja, jangan ribut di sini," ucapnya lagi.Danu menatap pada wajah Radisha dia merasa kasihan pada calon istrinya. "Ya ... kamu benar, lebih baik kita pulang! Untuk apa kita tanggapi Orang seperti ini," perlahan Danu melangkahkan kakinya berjalan meninggalkan Stevani dengan tuan Candler.Dalam perjalanan menuju rumah, Danu masih saja menggerutu lantaran Stevani masih saja menghujat Radisha, padahal, semuanya sudah jelas bukan salah Radisha. Semua yang terjadi adalah salah Tifany yang menolak untuk di jodohkan dengannya."Sudahlah ... tidak perlu
"Katakan Nak?" Tuan Candler meminta Tifany menyampaikan keinginannya.Tifany masih diam, di dalam benaknya berseliweran rencana licik yang akan kembali membawa masuk dalam hubungan Danu, dan Radisha.Tuan Candler menautkan kedua alisnya dengan heran dia mengguncang pipi cantik putrinya. "Aishhhh ... kenapa kau diam Nak," ucap Tuan Candler, "Apa yang kau inginkan?"Tifany pun tersadar dari lamunannya, ketika sang papa mengguncang wajahnya. "Saya mau Papa melakukan sesuatu untukku, apa Papa akan setuju?""Ya ... tentu saja Papa akan setuju, memangnya apa? Kamu jangan berbelit-belit seperti ini,""Aku mau Papa bersikap baik pada Radisha, bagaimanapun caranya Papa harus lakukan itu!" pinta Tifany memohon pada papanya.Tuan Candler tidak langsung memenuhi permintaan putrinya, dia menolak karena dia tidak akan bisa bersikap baik pada orang yang telah menyakiti putrinya."Kamu masih waras kan?" Tuan Candler menempelkan tan
Danu mengurungkan niatnya, yang hendak memarahi Audrey karena bersikap tidak sopan kepadanya, dan pada Radisha calon iparnya."Kenapa kau menghalangiku?" Danu berbalik menatap wajah kekasihnya."Jangan rusak hubungan baikmu dengan Audrey hanya demi aku," ucap Radisha berusaha menenangkan Danu yang tengah emosi saat ini.Setelah mendengar penuturan Radisha yang begitu menenangkan. Danu mengurungkan niatnya yang akan memarahi adiknya itu. "Jika bukan karena kamu, mungkin aku akan memarahinya. Kenapa kau begitu baik pada orang yang selalu menyakitimu Ra?"Danu begitu mengagumi sosok perempuan yang tengah dicintainya itu, pantas saja dia lebih memilih Radisha meskipun hanya gadis desa ketimbang Tifany sang aktris ternama."Jika aku membalas mereka, lalu apa bedanya aku dengan mereka Hem, sudah ya, mulai sekarang jangan pernah khawatirkan tentang aku," Radisha tersenyum, kemudian menoleh pada si mbok dan melanjutkan menyiapkan makanan untuk sa
Danu mengernyitkan keningnya ketika di minta oleh papanya untuk segera ke ruangan meeting. Lantaran tidak biasanya papanya itu memintanya untuk segera menemuinya."Baiklah, saya akan segera menemuinya! Kau boleh melanjutkan pekerjaanmu!" titahnya mengibas tangan mengaba-aba pada Karyawannya itu.Danu segera bergegas menuju ruangan meeting, setelah diberitahu oleh salah satu Karyawannya itu. Tetapi, Danu tidak berhenti bergumam lantaran dia heran dengan papanya yang tiba-tiba saja memanggilnya.'Sebenarnya ada apa? Tumben sekali Papa memintaku menemuinya?' batin Danu terus bertanya-tanya.Setelah sampai di ruangan meeting, Danu membuka pintu ruangan, dan menatap pada seseorang yang sangat tidak dia sangka akan mengunjungi kantornya itu."Om Alex, kenapa kau mendatangi Kantor saya?" dengan heran dia bertanya pada Tuan Alexandre Candler."Kamu duduk sebentar, kita bicara baik-baik ini tentang kerja sama kita yang sempat tertunda," T
Radisha masih menunggu apa yang ingin di katakan oleh Tifany. Namun, Tifany merasa grogi lantaran di sana juga ada Natalie yang sejak tadi terus mengawasi gerak-geriknya."Sebenarnya Nona mau bicara apa?" tanya Radisha berharap Tifany segera menjawabnya.Seketika Tifany tersadar, berusaha menetralkan kembali pikirannya. "Em ... eh iya. Sebenarnya maksud kedatanganku kemari mau meminta maaf sama kamu Ra, bolehkan aku minta maaf sama kamu?""Tentu saja boleh, siapapun boleh termasuk aku Nona!" ucap Radisha menunjuk dirinya sendiri."Kamu memang Perempuan baik-baik Ra, pantas Danu memilihmu!" selorohnya menatap dengan wajah memelas.Tiba-tiba saja Natalie memperingatkan Radisha, pada perbuatan Tifany yang telah lalu."Kamu jangan mudah percaya pada Perempuan ini Radisha! Kamu harus belajar dari masa lalu, bagaimana dia memperlakukanmu!" ujar Natalie berusaha memperingatkan.Radisha pun berpikir kembali, saat calon ibu mertu
Pagi ini Radisha berniat menemui Danu di kantor, tidak lupa Radisha membawa bekal untuk calon suaminya itu, dan di antarkan seorang sopir yang bekerja di keluarga Naratama itu."Pak sebelum ke kantor antarkan saya terlebih dulu ke toko kue ya," pintanya pada pak sopir.Pak sopir pun menyahuti Radisha, di sela mengemudikan mobilnya. "Baik Non, toko kue yang biasa kan?" tanya sopir pribadi itu."Ya, toko kue yang biasa kita beli Pak!" jawab Radisha.Radisha memang selalu mampir ke toko kue favorit calon suaminya, belum lengkap rasanya jika akan ke kantor menemui Danu tidak membeli kue terlebih dahulu.Radisha begitu cantik dengan mini dress selutut berwarna pink. Dia keluar dari mobil mewah berhenti di depan toko kue, "Pak tunggu sebentar ya," "Baik Non," pak sopir menganggukkan kepalanya saat Radisha memintanya menunggu di mobil.Dengan segera Radisha berjalan menuju toko kue, untuk membeli kue favorit calon suaminya. Da
Radisha memilih pergi dari kantor calon suaminya, karena tidak ingin membuat Danu dengan adiknya terus bertengkar. Bagaimana pun Radisha tidak ingin melihat keluarga kekasihnya itu berantakan hanya karena Danu akan menikahinya.Danu hanya bisa menatap kepergian Radisha dari hadapannya, lantas, Radisha tak mau di antarkan olehnya."Kamu lihatkan? Betapa baiknya Radisha sama kita?" tukas Danu.Dia begitu marah pada Audrey yang sama sekali tidak bisa melihat kebaikan Radisha. Tetap saja Audrey bersikap arogan, kepalanya begitu keras seperti batu dia sangat keras kepala."Baik apanya! Kalau dia Perempuan baik-baik mana mungkin merebut kamu dari Tifany Kak!" ketus Audrey masih bersikukuh.Danu memijat keningnya, lantaran tak mengerti dengan jalan pikiran adiknya. "Sudahlah terserah kamu, sudah ayo kita meeting! Kakak malas berdebat dengan kamu!" dengan kesal Danu meninggalkan ruangannya."Siapa juga yang mau berdebat denganm
Tifany berdecak kesal saat ternyata Radisha tidak mendengarkan ucapannya sedari tadi, sudah panjang lebar dia berbicara. Tapi, ternyata tak mendengar sepatah katapun ucapannya.Meskipun kesal dia masih bersikap baik terhadap Radisha, lantaran dia tidak mau sampai gagal lagi untuk kesekian kalinya dalam merebut Danu dari tangan musuhnya itu."Astaga ternyata kau tidak mendengarkan aku dari tadi ya?" ucap Tifany berusaha tersenyum.Radisha mengusap rambut panjang, dan menyelipkannya ke telinga. "Ah maaf saya tidak fokus, dengan obrolan kita," ucap Radisha tersenyum."Tidak apa-apa, itu hal wajar! Kita kan sekarang Sahabatan!" Tifany menekankan kata persahabatan meskipun sebenarnya tidak rela bersahabat dengan Radisha, yang selalu di anggap musuh olehnya."Iya, tentu saja kita Sahabat Nona! Kalau bukan Sahabat mana mungkin kita satu meja sekarang," sahutnya sambil menyendok makanan di hadapannya."Heum ... iya benar!" ucap Tifany terseny