Netra Dirham memerah, membayangkan sesakit apa perasaan istrinya yang sudah yatim sedari kecil ini.
“Bajunya jangan yang mahal-mahal, Mas. Aku nggak biasa beli baju mahal.”
“Nggak usah sering belikan aku baju, Mas, nanti lebaran aja baru beli baju lagi. Buat Mas aja, kan Mas kerja.”
Dirham tahu, Kumala tak enak menggunakan uang nafkah yang ia berikan.
“Cari uang kan nggak gampang, Mas.” Begitu ucap Kumala saat Dirham bertanya mengapa tak ingin beli baju ataupu perhiasan dan make up seperti wanita lainnya.
“Aku Cuma perempuan kampung, Mas. Kenapa kamu terima perjodohan ini?” tanya Kumala padanya saat malam pertama mereka. Selain karna dijodohkan, Dirham sendiri sudah menaruh rasa pada Kumala, saat jumpa pertama dulu di rumah gadis itu, saat ibunya mengajak drinya sambang ke desa, melihat rumah mereka di desa sekaligus mengunjungi ibu Kumala, yang juga kawan akrab mamanya.
Sikap yang bersahaja, tutur bahasa yang santun dan juga wajah cantik alaminya, hadirkan debaran yang berbeda di hati Dirham.
__
Sejak perselingkuhannya diketahui oleh Kumala, Dirham tak pernah tenang meninggalkan istrinya itu di rumah. Meski itu untuk bekerja. Hampir tiap jam Dirham akan menelpon, atau mengirim pesan. Lihat saja lelaki ini, dia yang berkhianat, namun dia yang takut kehilangan.
[Sudah makan, Sayang?] sepuluh menit yang lalu, pesan yang Dirham kirim belum dibaca oleh Kumala. Hati pria ini mencelos, ingin rasanya pulang, meninggalkan pekerjaan yang menumpuk ini, namun meeting dengan pihak penyuplai bahan baku pembangunan resort satu jam lagi akan dimulai. Dirham semakin gelisah, PT. Jaya Bangunan tempat Fiona bekerja biasanya mengirim mantan selingkuhannya itu mendampingi pak Edward, pria parlente lima puluh tahun pemilik perusahaan bahan bangunan itu.
Suara ketukan dari luar, membuyarkan kekalutan Dirham, nampak Mita, sang asisten yang mengetuk dari luar.
“Sudah ditunggu di ruang meeting, Pak.” Mita mengingatkan, sebab sepuluh menit lagi meeting akan di mulai, sebenarnya bukan meeting penting, hanya follow up progress kerjasama mereka.
“Baik, terima kasih, saya segera kesana.”
Sekali lagi Dirham mengecek ponsel berlogo apel digigit itu, namun tak ada tanda-tanda bila Kumala membaca pesannya. Ia hembusakan nafas kasar, mengusap wajahnya, lalu keluar menuju ruang meeting, penampilan Dirham kali ini bisa dibilang kurang rapi. Kalau dulu-dulu, semua harus rapi dulu, rambut, pakaian, bahkan sepatu harus pas dan rapi, sebab ada Fiona yang akan melihat dan menilai penampilannya.
“Kamu, cakep banget sih, Mas.” Puji Fiona setelah mereka menggelar rapat, siang tadi. Dan sorenya mereka bertemu di hotel, melepas penat dan melepas hasrat.
Entahlah, pujian-pujian Fiona selalu membuat Dirham merasa gagah, kekaguman dan wajah mendamba Fiona padanya buat pria ini merasa jantan. Padahal di rumah, Kumala bukan main selalu memujinya, juga mendambanya, bahkan menjadikannya raja di atas pembaringan mereka.
Silih berganti bayangan istrinya dan perempuan simpanannya itu memenuhi kepalanya.Dirham menekan pelipisnya yang tiba-tiba pening. Semua petinggi perusahaan dan pemangku kepentingan sudah hadir. Hanya menunggu Dirham seorang.
“Mas, kami udah nunggu kamu.” Fiona menyambut Dirham di depan pintu ruang meeting.
__
Benar kata Kumala, pandangan Fiona pada Dirham memang nampak lain, nampak begitu jelas mendamba. Apa tak ada pria lain yang bisa didekati janda ini, mengapa pula harus suami sahabatnya.
Sejenak Dirham terhenyak saat melihat Fiona berdiri di pintu ruang meeting, dan malah perempuan itu yang membuka pintu untuknya. Pandangan Fiona masih sama, masih mendamba, enam bulan kedekatan mereka dan kegiatan intim yang mereka lakukan berulang, buat wanita berambut sebahu itu belum mempu menghilangkan kenangan mereka, meski kata putus sudah terucap dari bibir pria yang setengah mati ia puja.
Dirham segera membuang pandang, baginya setelah pertemuan terakhir mereka kemarin, semuanya sudah berakhir. Ie lebih baik memilih mengejar cinta istrinya daripada membawa wanita baru kedalam hidupnya.
Fiona tak menempati sedikitipun dari hati Dirham. Wanita itu hanya sebatas pelampiasan nafsu yang kebablasan Dirham lakukan.
“Kenapa kita pakai pengaman terus sih, Mas?” jengkel Fiona suatu hari, sebab ia sengaja tak minum pil KB, namun Dirham juga sudah mengantisipasinya dengan membawa lateks. “Kan nggak enak kalau pakai gituan.”
“Kalau tanpa pengaman aku bisa dengan istriku.” ucapan Dirham seperti ejekan untuk Fiona namun wanita itu berpura menulikan telinga.
“Tapi istrimu itu mandul, Mas.”
“Aku mencintai Kumala.” tandas Dirham tanpa perduli dengan perasaan Fiona.
“Terus kenapa mau sama aku?”
“Kamu juga suka mesum kalau mandangin aku.” Wajah Fiona sudah semerah kepiting rebus, disindir sedemikian rupa oleh Dirham. Bagi Dirham rasa yang Fiona berikan tak lebih dari barang yang ia beli, sebab Dirham juga rutin mengiriminya jatah bulanan. Namun bagi Fiona itu adalah bentuk kepedulian Dirham padanya.
Meski saat bercinta pun, Dirham masih saja sering mengingat Kumala, buat Fiona merasa sakit hati. Namun perasaan cinta dan dambanya pada suami sahabatnya ini tetap saja buat dirinya gelap mata untuk melanjutkan perselingkuhan mereka.
Dirham melangkah, melewati Fiona tanpa memandang sedikitpun ke arah wanita yang hari ini menggunakan atasan yang cukup ketat. Tentu tujuannya untuk menarik perhatian manager perusahaan ini. Dirham Dirgantara, S.E.
__
Angin berhembus meniup tangkai pandai yang mulai menguning. Bulir padi yang berisi beras nampak tertunduk menandakan massa dari tanaman palawija itu. Mungkin panen kali ini disertai hujan, sebab musim penghujan sudah di mulai. Beberapa petani bahkan sudah mulai memanen hasil sawah mereka sejak kemarin, selain karna palawija mereka sudah siap panen, juga karna ingin menghindari genangan lumpur di sawah bila hujan turun. Pandangan seorang wanita paruh baya, kira-kira berumur lima puluh tahun menatap lama padi-padi yang menguning itu. Padi yang tumbuh di sawah kira-kira jaraknya hanya dua puluh meter dari halaman belakang rumahnya, Netra tuanya sedikit berkaca, bayangan almarhum suaminya yang sedang mencangkul sawah, menanam padi sampai memanen padi dengan cara manual dulu kembali memenuhi benak bu Fatimah. Sawah ini satu-satunya peninggalan almarhum suaminya sebelum meninggal. Meski Cuma satu, namun luas sawah ini cukup banyak, untuk sekali panen padi biasanya dapat sepuluh karung. N
Kirana geram bukan main mendengar cerita Kumala tentang Dirham dan Fiona. Cerita ini bukan baru pertama kali Kumala dengar, bahkan mas kahlil, suami Kirana, melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Dirham keluar dari hotel sambil menggandeng Fiona dengan mesranya.Air mata Kumala kembali menggenangi pelupuk matanya, rasa sakit itu sedikit berkurang, mungkin karna cerita pada kakak iparnya. Padahal Kumala sebenarnya tak ingin menceritakan aib suaminya pada siapapun, apalagi pada mertua dan iparnya. Biarlah mereka tahu sendiri. Namun mbak Kirana, memaksa dirinya tadi, padahal mbak Kirana sendiri sudah tahu kelakuan sang adik.“Kurang ajar banget perempuan itu, Mal, udah tahu laki orang, tapi masih diembat juga.” Geram kirana. “Mbak akan bikin perhitungan sama perempuan itu, kalau Dirham biar jadi urusan mama.”“Jangan, Mbak, biar aja. Mungkin memang mas Dirham udah nggak nyaman dengan pernikahan kami.” Getir suara Kumala, sementara Kirana yang mendengarnya semakin sedih namun geram
Ingin rasanya Dirham melempar ponsel di tangannya, seandainya itu bukan milik istrinya. Mendidih amarah pria ini, berbagi macam pose dirinya bersama Fiona, mulai dari hanya sekedar selfi di tempat makan, hingga foto tubuh keduanya hanya tertutup selimut, wanita itu nekat mengirim ke ponsel Kumala. Foto di atas ranjang diam-diam Fiona ambil saat keduanya kelelahan sehabis bercinta. Tentu gambar itu diambil tanpa sepengetahuan dirinya, sebab disitu, terlihat Dirham tertidur dengan lelapnya. “Perempuan biadab.” Dirham geram betul. Ia berjanji akan bikin perhitungan dengan perempuan itu jika masih nekat mengganggu Kumala. “Sayang…” Dirham mengejar langkah Kumala yang turun ke dapur ingin menyiapkan makan malam. Ia lihat istrinya membuka kotak martabak yang dibawanya tadi, lalu Kumala menutup kembali kotak tanpa menyentuh isinya. Terlihat Kumala menghapus sudut netranya dengan ujung jari, sebelum melangkah kedepan lemari makan. Dirham tahu, betapa sakit hati istrinya melihat gambar-gam
PLAK!Satu tamparan mendarat dengan keras di pipi sebelah kiri Dirham, saat baru melangkah ke dalam rumah. Betapa terkejutnya saat melihat siapa yang berani menampar dirinya.“Tega, kamu ya!” bu Saida sudah berdiri di ruang tamu, menyambut kepulangan putranya dengan satu tamparan, yang menggambarkan kemarahan beliau.Dirham berlutut segera memeluk kedua kaki ibunya, memohon maaf pada wanita yang telah melahirkannya.“Maafkan Dirham, Ma. Dirham khilaf melakukan ini semua.” Dirham tahu betul bagaimana sayangnya mamanya pada Kumala. Jika Kumala pergi membawa rasa sakitnya, mama Saidalah yang paling akan sedih. Saat mertua lain mungkin akan protes mengapa menantunya belum juga hamil, maka lain dengan mama Saida. Beliau malah sering datang menghibur Kumala, agar menantunya tak merasa tertekan.“Mama begitu bahagia, saat kamu bilang begitu mencintai Kumala, kamu nggak pandang asal Kumala yang dari desa. Tapi sekarang apa? Kamu khianatin istrimu kamu Dir. Kamu udah melakukan zina dengan per
POV DirhamKulihat dia, Kumala Riyani, wanita yang kunikahi lima tahun ini. istri yang menemaniku berjuang dari nol, istri yang mengurus segala keperluanku, istri yang yang selalu siap memuaskan hasratku yang sering datang di malam hari. Istri yang nyaris sempurna di mataku. Cantik, sederhana namun pandai membawa diri. Namun begitu tetap saja aku tega melukai hatinya dengan melayani permainan gila kawan akrabnya.Fiona, wanita binal yang telah memporakporandakan pondasi rumah tanggaku bersama Kumala, janda yang begitu getol mendekatiku dan memberi perhatian-perhatian kecil padaku dikala kami harus keluar kota bersama.Segelas alkohol yang kutenggak saat meeting beberapa bulan lalu, entah bagaimana caranya, bisa mengantarkanku bersama Fiona berakhir diatas ranjang dengan busana yang sudah tak lengkap.Mungkin aku dijebak, mungkin Fiona sendiri yang menjebakku, namun akupun begitu brengseknya, sebab malah ikut arus dan mengikuti permainan Fiona yang. Bermain api dengannya hingga buatku
Perlahan kubuka pintu kamar. Bahkan jendela pun tertutup rapat. Kunyalakan lampu, mencari keberadaan istriku. Namun sungguh aku terkejut dengan apa yang kulihat.“Kumala…”Seperti ada yang ditarik dari dalam rongga dadaku, saat melihat koper dan dua buah tas besar yang Kumala isi dengan pakaiannya kemarin sudah tak ada di sudut kamar itu. jantungku rasanya berhenti berdetak, dengan tergopoh aku berlari kearah kamar mandi yang ada didalam kamar kami, berharap istriku ada didalam sana. Nihil. Jantungku semakin bertalu, jangan pergi sayang pintaku berulang dalam hati.Namun langkah kakiku yang mendekati meja rias, semakin menjelaskan bila Kumala sudah pergi meninggalkan istana kami yang hampir roboh karna ulahku. Tidak, belum, istana ini belum roboh, akan kuperbaiki dan kubangun kembali kemegahan cinta kita sayang.Hatiku benar-benar mencelos, melihat cincin nikah dan atm yang Kumala tinggalkan di atas meja rias ini. sebegitu dalam luka hati istriku, hingga ia mengembalikan semua yang ku
Dirham mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, membelah jalan protokol sore itu. sekalut apapun, namun Dirham juga memikirkan keselamatan dirinya, sebab ada istri dan calon bayi yang harus ia jaga dan nafkahi. Meski Kumala sudah mengembalikan ATM dan cincin pernikahan mereka, namun laki-laki ini tak berniat sama sekali mengucap talak untuk istrinya.Luka hati yang mendalamlah yang membuat Kumala mengambil keputusan tersebut. Harga dirinya sebagai perempuan benar-benar terkoyak saat melihat video dan foto-foto mesra suaminya bersama perempuan lain yang sangat ia kenal.Kumala ingat, ketika Fiona tiba-tiba datang ke rumahnya pagi itu. wajah yang penuh lebam dan bibir yang terluka bekas tampar suaminya, buat Kumala dan Dirham benar-benar terkejut melihatnya, padahal sepanjang yang Kumala tahu mas Bram pria yang baik dan penyayang. Beberapa kali Kumala berpapasan dengan mantan suami sahabatnya itu, Bram akan menyapa Kumala dengan sopannya.“Mas Bram pukulin aku, karna cemburu, Mal.” Te
Kumala terbangun dengan kepala yang masih terasa pusing, selang infus di tangan sebelah kanannya menandakan bila dirinya sedang berada di rumah sakit. hal terakhir yang ia ingat adalah saat berdebat dengan suaminya di kamar. Kumala dengan tekad yang semakin kuat untuk bercerai dan Dirham dengan rayuan dan kesungguhan hatinya untuk memperbaiki biduk rumah tangga mereka. Lalu Kumala ke kamar mandi sebab mual namun ia merasa nyeri di bagian bawah perut setelah itu…gelap.“Alhamdulillah, Sayang, kamu sudah sadar?” Dirham genggam dan kecupi jemari istrinya.“Aku, kenapa Mas?” tanya Kumala bingung dan masih sangat lemah.“Kamu pendarahan, Sayang.” Sahut Dirham dengan wajahd an suara yang begitu sedih.“Astagfirullah,” Kumala sudah menangis sesugukan, anak yang lima tahun ia harap kehadirannya, haruskah ia kehilangan lagi. Kumala terisak.“Untung anak kita bisa diselamatkan, Sayang.” Lagi Dirham kecupi jemari bahkan wajah istrinya.Kumala lega. Alhamdulillah.“Dimana ibu?”“Ibu pulang tadi,