Bab 66PenyesalanPOV Ibu Darti (ibu Mertua)Aku duduk termangu di kursi ruang tamu, menonton televisi tapi pikiranku bukan lagi di acara televisi. Pikiranku menerawang jauh memikirkan kelak jika aku jompo nantinya.Suamiku sudah pergi dari tadi pagi, pergi ke pasar sapi bersama putra sulungku Wawan. "Pak, bagaimana nanti jika aku sudah tidak bisa apa-apa lagi?" tanya ku malam itu pada sang suami."Kamu bicara apa tho, Bu? Kalau bicara yang baik-baik saja?" pinta lelaki tua yang hampir separuh abad itu menemaniku."Soal Siska, dia mungkin menantu yang dikirim Allah untuk membalasku! Atas sikap ku dulu pada Nanda!" tuturku sambil mengingat betapa jahatnya aku dahulu."Bu, kalau ibu sadar kalau dulu salah memperlakukan Nanda itu bagus. Ibu segera minta maaf dan jangan mengulanginya lagi, dimulai dari awal lagi." Lelaki itu sejenak menatapku penuh makna."Ibu malu sama Nanda, dia memberi uang pada ibu setiap bulannya! Kemarin juga memberi uang cukup banyak buat beli sapi bapak nantinya
67Menantu songong POV Author Keluarga itu baru saja mengalami keributan kecil. Tapi apakah Pak Ali mampu mendamaikan kembali? Bahwasanya Siska sudah mulai berani memperlihatkan sikap aslinya. Keluarga itu sangat menjunjung pernikahan sekali seumur hidup, meskipun di dalamnya sangat sulit dijalani."Saya ini istrinya, saya berhak atas uang Mas Adi!" jawaban Siska sangat mengejutkan."Dengar itu, Adi. Itu istrimu yang bicara. Apakah kau tidak mempunyai rasa bersalah sedikitpun?" Nanda kembali menyudutkan Adi. Kali ini Adi lah yang paling disalahkan, dia tidak bisa mengatur Siska. "Setidaknya kalau kamu tidak ingin memberi uang kepada Ibu, mending kamu bicarakan baik-baik sama suamimu! Jangan membohonginya. Dan kalau kamu benar mendorong ibu, itu sangat keterlaluan, Sis!" sahut Wawan yang mencoba memberi jalan tengah.Suami Nanda itu terlihat semakin dewasa. Pantas Nanda mempertahankan rumah tangganya hingga detik ini. Dia memang pantas dipertahankan.Adi terlihat kecewa dengan ist
Bab 68Bapak mertua sakit Kuletakkan gelas berisi teh yang baru saja aku seduh. Mas Wawan terlihat letih, ada guratan kesedihan juga terselip di kerutan wajahnya yang kini mulai terlihat."Bapak udah mendingan kan?" Aku kembali bertanya dengan penuh hati-hati."Lebih baik dari pada tadi pas baru tiba dirumah sakit." Perkataan Mas Wawan terhenti."Dek, " Dan dia kembali memanggil namaku."Iya, Mas," jawabku singkat."Besok-besok berbaiklah dengan Ibu. Dan juga dengan Siska. Jangan terlalu kau tanggapi perlakuannya, biarkan saja!""He? Dibiarin? Bisa ngelunjak dia, Mas!?" "Demi Bapak," ucap Mas Wawan lirih."Berbaiklah dengan ibu," imbuh Mas Wawan. Dia tahu betapa terlukanya aku karena wanita yang telah melahirkannya itu. Dia paham sangat paham posisiku."Seharusnya Adi yang kamu nasehati, Mas. Bukan Nanda, bukan salah Nanda jika sampai detik ini belum bisa dekat dengan ibu! Kamu tahu sendiri sikap ibu selama ini?" Aku tertunduk, mata ku mengembun. Jika membicarakan perihal ibu yang d
Bab 69Dua puluh jutaPOV AdiDirumah Mas Wawan diadakan makan bersama dengan keluarga. Meski hanya bapak dan ibu dan juga keluarga Mas Wawan beserta istriku. Ternyata acara itu digelar bermaksud merayakan ulang tahun pernikahan Bapak dan ibu. Kejutan dari Mbak Nanda. Padahal dulu ketika Mbak Nanda masih satu atap dengan ku. Ibu tidak pernah memperlakukannya dengan baik. Kalau Bapak, dia percaya-percaya saja dengan ucapan Ibu tentang Mbak Nanda padahal belum tentu kebenarannya. Namanya juga sudah cinta buta. Apapun benar Di Matanya.Siska istriku ternyata juga perhatian. Dia memberi ibu cincin emas. Diberikannya sebagai kado kecil darinya.Setelah acara makan bersama selesai, ternyata Mbak Nanda memberikan bapak dan ibu sejumlah uang. Nominalnya cukup banyak, dua puluh juta.Jumlah yang dibilang besar bagi kami. Pinta nya dibelikan kambing atau sapi. Aku masih biasa saja. Tapi wajah ku berubah setelah Mbak Nanda mengirim pesan berupa beberapa rekaman mengenai Siska yang memperlakuka
Bab 70 Aku iri padamuPov NandaSetelah aku menjawab dengan nada menyindir akhirnya dia beranjak juga dari tempat duduknya. Entah mau ngapain dia di dapur? Mungkin hanya menghindari ibu mertua bicara kembali."Ih … Mbak Nanda cuma gitu aja, heboh deh!" sungut Siska setelah didapur. Karena tidak berapa lama aku mengekori ya."Heboh gimana maksud kamu? Kalau kamu bantuin dari awal kan jadinya lebih enak kan? Bantuin nyiapin gelas lah, nyiapin makanan lah. Kalau gini kan kesannya aku menantu yang paling baik sedunia. Kalau semuanya aku kerjain sendiri!" Aku nerocos sembari mengaduk masakan tadi yang belum matang."Heleh, menantu baik itu gak sindir menyindir di depan orang banyak. Heran deh!" Siska masih berkacak pinggang di belakangku. Dia malah sibuk mengomentari ku daripada membantuku."Sekarang kamu maunya apa? Bantuin kagak, ngomel iya! Eh, kamu itu disini menantu, kita sama-sama menantu. Kalau kamu bisanya menerima uang pemberian mertua beda dengan ku, aku menantu yang bisa ngasih
Bab 71Siska oh siskaPagi menjelang. Mentari menyambut hangat di awal hari. Kehidupanku perlahan berubah menjadi lebih baik. Mempunyai usaha yang cukup berkembang meskipun masih berskala kecil. Urusan Siska biarkan saja. Selama dia tidak bertingkah tidak akan aku gubris.Mas Wawan masih bekerja menjadi satpam di salah satu kantor pemerintahan. Tak apa meskipun gaji nya sekarang lebih kecil dari penghasilanku. Tapi tak lantas mengubahku menjadi sombong dan tidak menghargai seorang lelaki. Karena lelaki sangat ingin dihargai usahanya.Ibu mertua kini sudah bisa berjalan seperti biasa tanpa tongkat, sedangkan bapak. Dia masih dalam pemulihan, semenjak bapak masuk rumah sakit waktu itu. Dia lebih sering di rumah, ternyata sakit yang dideritanya adalah jantung lemah. Sedangkan rencana akan membeli sapi pun di urungkan ya. Uang yang telah aku berikan pada bapak mertua sebagian di simpan dalam bank dan kamu tahu sebagian yang lainnya? Jelas diberikan pada Adi dan juga Siska tentunya. Tapi t
Bab 72Siska berbohongPOV Nanda"Assalamualaikum, Mbak," salam dari luar terdengar."Waalaikumsalam, ada perlu apa ya, Mas?" Aku menjawab salam sambil keluar rumah. Ada satu pria yang tiba-tiba sudah berada didepan rumah."Mau nagih uang listrik, Mbak," jawabnya sembari mengeluarkan buku besar."Maaf ya, Mas. Saya pakai token maksud saya pulsa." jawabku bingung karena memang saya menggunakan pulsa listrik untuk mengisi daya listrik. Bukan membayar tiap bulannya. "Maaf, ini untuk rumah orang tuanya, Mbak. Sudah dua bulan gak bayar!" Pria tersebut menunjuk arah rumah ibu mertuanya. Selama aku masih tinggal bersama mertua, akulah yang sering membayar listrik. Sehingga pria yang sedang berada di depanku tahu bahwa itu rumah ibu mertua saya.Bukannya selama ini Siska yang selalu bilang bahwa dia membayar listrik? Apes lagi aku harus bayar dobel listrik, yang seharusnya bukan tanggunganku."Berapa, Mas?" "Seratus dua puluh, Mbak!" "Ya udah, sebentar ya!" pintaku pada pria yang ada di h
Bab 73Nasehat Nanda[Jasmin,] Hanya satu kata Mas Wanto mengirim pesan kepadaku. [Ya, Mas. Ada apa?][Gak ada apa-apa! Bagaimana kabarmu? Kabar ibumu?][Alhamdulilah. Sehat, Mas. Mas sendiri bagaimana kabar nya? Mbak Ari juga Ramadhan gimana kabarnya? Sehatkan?][Iya, Alhamdulilah sehat semua. Ya sudah hati-hati kamu disana. Jadi istri yang Sholeh, nurut sama suami. Salam buat ibu juga bapak disana!][ Iya, Mas. Terima kasih]Mas Wanto masih perhatian kepada ku dan juga keluarga. Meskipun kami kadang berulah.POV NandaSegera aku kerumah saudara Mas Wawan. Mereka lah yang akan mengerjakan semuanya. Andai saja bapak mertuaku tidak sakit. Dialah yang akan mengerjakan nya sendiri. Itung-itung mengurangi banyak pengeluaran. Tapi untuk saat ini biarkan orang lain bekerja. Uang yang masih berada di ATM segera aku ambil sebagian. Untuk membeli bahan bangunan juga membayar tukang dan sebagainya. Aku masih mengerjakan semuanya di ruang tamu. Sebab pekerjaan dilakukan dari ruangan paling be