Share

BAB 2

KUBUAT MEREKA KEPANASAN KARENA SUDAH MEREMEHKANKU

BAB 2

"Memangnya, kalau memilih pakaian bayi harus nikah dan punya bayi dulu? Tidak, 'kan? Ya, pasti tidaklah! Zita saja dulunya punya anak tanpa menikah dan tanpa punya suami, 'kan?" ucapku yang pastinya sangat menohok sekali dihati Tante Dira.

Bagaimana tidak? Zita anak bungsu Tante Dira hamil di luar nikah dan pacarnya kabur entah ke mana. Adikku Rindu yang memberitahunya, kalau ibuku tidak pernah memberitahu, karena Ibuku pasti takut menceritakan aib keponakannya. Takut akan terjadi kepada anak gadisnya yang masih tersisa dua yang belum menikah.

Plak!

Plak!

"Awh!" Zita meringis kesakitan saat aku membalas menamparnya detik itu juga. Tamparanku lebih keras dari tamparannya. Aku tidak mau berpikir panjang untuk membalas perbuatannya itu.

Plak!

Lagi, aku kembali menampar pipinya yang penuh dengan kebencian terhadapku. Karena pipinya itu tidak pernah terlihat manis saat melihat keluargaku bahagia. Pipinya itu pernah terlihat manis saat melihat keluargaku terkena musibah.

"Wuhuu, akhirnya ... ayahnya madesu meninggoy juga, syukurlah, selamat atas meninggoynya ayahmu, Rindu!"

Aku ingat betul ucapannya waktu dulu, ayahku meninggal dunia. Zita yang seusia adikku Rindu berani mengucapkan syukur atas meninggalnya ayahku. Rindu tidak membalas hanya diam dan menangis saja.

"Apa-apaan kamu, Jelita!" sergah Tante Dira, matanya melotot tajam menatapku, nafasnya pun naik turun seakan menahan diri untuk tidak menyerangku.

"Ya Allah, kalian ini saudara, tidak boleh seperti ini," ucap ibuku sambil mengusap bahuku.

"Aku tidak punya saudara madesu! Jangan anggap kami saudara mulai dari hari ini!" sahut Tante Dira dengan suara yang melengking tinggi.

"Ayo, Bu, kita pergi saja," ajakku sambil menarik tangan Ibu.

"Ingat! Jangan pernah datang meminjam uang atau pun meminta apa pun! Mulai hari ini kalian bukan saudaraku lagi!" teriak Tante Dira.

Aku tahu, Tante Dira berkata seperti itu untuk mempermalukan aku dan ibu, karena banyak mata yang menyaksikan pertengkaran kami.

Kapan kami meminjam uang padanya? Kapan kami meminta apa-apa padanya? Tidak pernah sama sekali kami meminta atau meminjam apa pun padanya.

Aku terus berjalan sambil menarik tangan ibuku, membawa langkah langsung menuju parkiran.

"Mana belanjaannya?" tanya suamiku, Mas Ridwan.

"Kita belanja di toko Baby Shop yang kita lewati tadi, Mas. Soalnya di dalam banyak yang sisa-sisa dan bahannya tidak bagus untuk bayi," sahutku beralasan, sambil memasang sabuk pengaman. Aku terpaksa berbohong.

Karena lebih baik aku tidak menceritakan tentang kejadian yang sudah terjadi tadi. Aku merasa malu kalau harus menceritakannya. Sebab keluarga Mas Ridwan semuanya tampak akur dan baik-baik sekali padaku, sangat berbeda dengan keluarga ibuku. Mereka baik saat ada maunya saja. Contohnya, meminjam uang tanpa mau membayarnya.

______

"Ini lucu, ya, Mas?" ucapku pada Mas Ridwan.

"Anaknya laki-laki atau perempuan?"

"Laki-laki, Mas,"

"Kalau laki-laki bagusnya warna ini, masa iya, laki-laki dikasih warna pink?"

"He-he-he, habisnya lucu dan gemas sekali bajunya,"

Aku pun mengambil warna yang disarankan suamiku. Lalu beralih untuk membeli sepatu bayi, aku jadi gemas ingin mengambil semuanya. Sepatu-sepatunya lucu-lucu sekali.

Saat aku mengambil sepatu bayi, tiba-tiba seseorang menyambar sepatunya dengan kasar dari tanganku.

"Jadi beli nggak, Mbak? Dari tadi pegang ini pegang itu, kalau tidak punya duit jangan pegang-pegang, nanti bisa rusak dan lecet!" ucap wanita yang ada di depanku.

Aku tidak tahu siapa wanita ini? Mungkin pemilik toko, karena kalau penjaga toko tidak mungkin kan? Bersikap judes dan angkuh kepada pelanggan barunya?

"Saya mau beli, saya mau milih-milih, makanya saya pegang-pegang dulu," sahutku, tanganku ingin kembali meraih sepatu yang diletakkan wanita itu kembali ke atas etalase kaca yang berderet-deret sepatu bayi yang lucu-lucu.

"Tidak boleh, Mbak! Ini mahal, di sebelah sana saja, itu murah karena cuci gudang." Aku terkejut saat tanganku ditepis kasar, ada rasa malu ketika pengunjung toko yang lainnya saling berbisik-bisik membicarakanku.

"Itu sepatunya banyak lecet dan kusam, Mbak, saya mau yang ini saja," ucapku, berusaha untuk tidak terpancing emosi. Aku mencari keberadaan Mas Ridwan, ke mana suamiku? Tadi ada di sini bersamaku.

"Itu sudah jauh lebih bagus untuk kalangan bawah seperti, Mbak. Pakai sandal jepit aja belagu!" ketus pemilik toko tersebut sambil berlalu dari hadapanku, dan menghampiri pelanggannya yang lain.

Oh, jadi karena sandal jepit ini yang membuatnya mengira kalau aku tidak punya uang? Ck! Menyebalkan sekali.

"Kok belum milih sepatunya? Ambil aja tiga atau empat kalau bingung, katanya lucu-lucu. Mas tadi ke sana, lihat ini, baju bolanya lucu-lucu sekaligus lengkap dengan bolanya, sekalian bungkus ya?"

Mas Ridwan menyerahkan beberapa pakaian bayi ke tanganku. Pantasan aku mencarinya tidak ada. Ternyata pergi nyari baju bola, lagian ada-ada saja. Anak bayi mana bisa main bola?

"Ambil dua ini ya? Dua ini lucu-lucu," kataku sambil meraih sepatu yang pertama kupegang tadi dan memperlihatkannya kepada Mas Ridwan.

"Kamu ini, kalau suka am-" Belum sempat Mas Ridwan menyesuaikan ucapannya. Tiba-tiba sepatu yang kupegang kembali disambar dengan kasar, membuatku terhuyung ke depan dan hampir saja terjatuh bila Mas Ridwan tidak sigap menangkapku.

BERSAMBUNG...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status